Berita Banjarmasin
SPSI Kalsel Suarakan Penolakan Klaster Ketenagakerjaan dalam Omnibus Law
Selain Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Kalsel, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Kalsel juga datangi Kantor
Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Eka Dinayanti
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Selain Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Kalsel, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Kalsel juga datangi Kantor DPRD Provinsi Kalsel, Senin (20/1/2020).
Laksanakan agenda audiensi, rombongan SPSI diterima oleh Ketua dan Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalsel di Ruang Rapat Komisi IV.
Tak jauh berbeda dibanding unjuk rasa yang dilakukan FSPMI Kalsel, dalam audiensi tersebut SPSI juga menyuarakan penolakannya atas masuknya klaster ketenagakerjaan dalam draft Undang-Undang Omnibus Law yang dalam waktu dekat dibahas oleh DPR RI.
Dijelaskan Biro Hukum SPSI Provinsi Kalsel, Sumarlan, Rancangan Undang-undang Omnibus Law juga akan menelan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Dimana dalam klaster tersebut terdapat 21 Pasal terkait Ketenagakerjaan yang akan disederhanakan termasuk Pasal 64, 65, 66 hingga Pasal 172 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
• Akhirnya Aurel Minta Restu Ashanty & Anang Hermansyah untuk Menikah, Putri Krisdayanti dengan Atta?
• Kasus MeMiles Bakal Menjaring 15 Artis Ibu Kota, Setelah Pinkan Mambo Polisi Panggil Siti Badriah
• Nasib Pinkan Mambo, Rekan Duet Maia Estianty Sebelum Mulan Jameela di Duo Ratu, Begini Kondisinya
Dari beberapa hal yang dinilai mengkhawatirkan salah satunya menurut Sumarlan yaitu diperkenalkannya istilah tunjangan PHK.
Hal ini diyakininya akan menggantikan sistem nilai perhitungan uang pesangon bagi pekerja yang terkena PHK yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Dimana menurut Sumarlan hal tersebut otomatis mengancam sistem pesangon bagi pekerja yang telah penuhi syarat minimal tahun bekerja untuk dapatkan pesangon.
Ia juga mengkritisi Pemerintah Pusat yang menurutnya dalam melakukan penyusunan draft Omnibus Law tanpa mengajak pihak pekerja.
Pihaknya nyatakan terbuka jika Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan direvisi bersama untuk melakukan penyesuaian, namun dengan tegas menolak jika dimasukkan ke dalam Omnibus Law.
"Apalagi Undang-Undang Ketenagakerjaan ini kan lex specialis khusus mengatur tentang pekerja, kalau masuk di Omnibus Law artinya jadi Undang-Undang umum," kata Sumarlan.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalsel, H M Luthfi Saifuddin nyatakan mengakui bahwa ada poin-poin dalam draft Omnibus Law khususnya di klaster Ketenagakerjaan yang berpotensi merugikan kaum pekerja.
Bahkan setelah mempelajari draft tersebut Ia merasakan draft tersebut terkesan berpihak pada pihak pengusaha.
"Kami khawatir dimanfaatkan perusahaan dan mereka bisa sewenang-wenang," kata H M Luthfi.
Politisi Partai Gerindra ini nyatakan akan segera berupaya menyuarakan aspirasi dari kaum pekerja di Kalsel ke Komisi IX DPR RI yang membidangi Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
