Dongeng Satwa Purba yang Resahkan Warga Tala, Banjir Darahnya Merahkan Tanah

Editor: Eka Dinayanti

BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Versi ketiga di balik lahirnya penamaan Pelaihari berkaitan dengan dongeng masa silam yang begitu populer di tengah masyarakat Kabupaten Tanahlaut (Tala), khususnya warga Kota Pelaihari.

"Ada sebuah dongeng yang berkembang di kalangan orang tua dulu bahwa nama Pelaihari berasal dari nama binatang sejenis babi purba yang disebut Pulangari," sebut Ismail Fahmi, pemerhati sejarah Tala, Jumat (20/11/2020).

Keberadaan babi purba ganas itu juga menjadi cerita asal usul tanah merah yang ada di Kota Pelaihari.

Terutama tanah yang berada di sekitar Terminal Tanah Habang di kawasan Jalan Kemakmuran dan sekitarnya.

Baca juga: Asal Usul Nama Pelaihari, Muncul Beberapa Versi, Umumnya Berkaitan Masa Penjajahan

Baca juga: Tanahlaut Tempat Pelarian Pejuang Kerajaan Hindari Kejaran Penjajah

Baca juga: Lidah Pribumi Pekebun Lada Keluarga Penjajah di Tanahlaut Tak Fasih Sebut Mr Pley Hare

Babi itu berukuran cukup besar sebesar anak kerbau yang berumur dua tahun.

Bulu binatang ini terdiri dari tiga warna yaitu merah, hitam, dan putih.

Karenanya, warga kala itu memberi gelar Si Tiga Warna.

Babi ini menjarah tanaman apa saja yang ditemukan sehingga sangat meresahkan warga.

Kawanan babi itu suka bergerombol dengan jumlah mencapai 30-an ekor.

Pulangari adalah pemimpin gerombolan babi-babi liar tersebut.

Karena itulah binatang itu begitu kerap disebut-sebut oleh warga sehingga kemudian nama Pelaihari diambil dari nama babi Si Tiga Warna tersebut.

"Lama-kelamaan dari nama Pulangari inilah penyebutannya berubah menjadi Pelaihari," papar Fahmi.

(banjarmasinpost.co.id/roy)