Pajak Sembako

Soal Pajak Sembako Masyarakat Diminta Tak Khawatir, Masih Menunggu Pandemi Covid-19 Usai

Terkait prokontra pajak sembako, masyarakat dinilai tidak perlu khawatir kata Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter

banjarmasinpost.co.id/faturahman
Ilustrasi.Soal Pajak Sembako Masyarakat Diminta Tak Khawatir, Masih Menunggu Pandemi Covid-19 Usai. Soal Pajak Sembako Masyarakat Diminta Tak Khawatir, Masih Menunggu Pandemi Covid-19 Usai 

Editor : Anjar Wulandari

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Wacana pajak pertambahan nilai alias PPn yang bakal dikenakan pada komoditas bahan pokok alias sembako terus menuai prokontra. Demikian pula wacana pajak untuk jasa seperti persalinan bahkan pendidikan.

Pemerintah dinilai kurang sensitif lantaran mengenakan pajak untuk Sembako, sementara mobil mewah justru mendapat keringanan pajak.

Terkait prokontra itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam menilai masyarakat tidak perlu khawatir terkait dengan rencana tersebut.

Sebab, hal ini masih menjadi pembahasan dan rencananya penerapan PPN sembako masih menunggu kondisi pandemi Covid-19 usai.

Baca juga: Selain Sembako, Pemerintah Juga Akan Terapkan PPN ke Sekolah

Baca juga: Heboh PPN Sembako, Ini Jawaban Stafsus Menkeu Sri Mulyani : Tak Akan Membabi Buta

“Hal-hal yang berkembang di masyarakat terkait dengan PPN sembako memang berpotensi menimbulkan kekisruhan, yang sudah pasti berujung kerugian. PPN sembako rencananya setelah perokonomian pulih, paling cepat tahun 2023,” ungkap Pieter secara virtual, Jumat (12/6/2021).

Menurut Pieter, jika pemerintah menjabarkan road map perpajakan secara transparan, kisruh seperti saat ini dimungkinkan tidak terjadi.

Sebab, masyarakat bisa terhubung dengan puzzle perekonomian dan bisa memahami apa yang direncanakan pemerintah.

“Pemerintah seharusnya menjabarkan road map perpajakan itu seperti apa. Kalau sekarang ini kan semua dilakukan parsial dengan komunikasi terbatas. Belum diberlakukan saja, sudah negatif, apalagi jika diberlakukan,” ungkap Pieter.

Pieter menjelaskan, secara ekonomi kerugian yang terjadi saat ini adalah kekhawatiran yang berkembang di masyarakat. Jika kondisi ini terus berlanjut bisa berakibat pada perekonomian negara.

Harga sembako di Pasar Tradisional Palangkaraya, hingga, Kamis (6/5/2021) masih terpantau stabil.
Harga sembako di Pasar Tradisional Palangkaraya, hingga, Kamis (6/5/2021) masih terpantau stabil. (banjarmsinpost.co.id / faturahman)

Ia menambahkan, ketika pedagang mengatakan rugi terkait dengan kebijakan tersebut, kerugian itu akan dibebankan ke konsumen (secara ekonomi).

Tekanan pada konsumen ini akan berdampak pada turunnya daya beli dan konsumsi.

“Kalau pedagang sudah bilang rugi, itu bisa dibayangkan bagaimana jeleknya. Karena di dalam bisnis, pedagang enggak pernah rugi sebenarnya. Sementara dampak kepada konsumen ini, nantinya akan balik lagi ke pedagang, dan akan mengena kepada perekonomian secara umum,” jelas dia.

Pieter menjelaskan, saat ini belum diketahui hasil akhir dari rencana penetapan PPN sembako seperti apa.

Menurut dia, kerugian sebenarnya yang terjadi adalah ketika publik termakan oleh kegaduhan ini.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved