Viral di Medsos

Miris, Begini Nasib 9 Bayi Hasil Rudakpaksa Herry Wirawan Pada 12 Santriwati Bandung

Diketahui, HW telah merudakpaksa 12 santriwatinya. Bahkan 8 di antaranya diketahui hamil hingga melahirkan 9 bayi.

Istimewa TribunJabar
Terpidana Herry Wirawan, pemilik pesantren Madani Boarding School Cibiru, Yayasan Manarul Huda Antapani, dan Pondok Tahfiz Al-Ikhlas yang rudakpaksa 12 santriwatinya. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANDUNG - Kasus perkosaan yang dilakukan Herry Wirawan (HW), pengurus sekaligus pemilik pesantren Madani Boarding School Cibiru, Yayasan Manarul Huda Antapani, dan Pondok Tahfiz Al-Ikhlas, bikin geram publik.

Guru cabul itu kini telah ditangkap dan sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Bandung. Kasus perkosaan pada santriwati Bandung yang telah berjalan selama 6 bulan mendadak viral dan menyulut emosi publik.

Berbagai komentar hujatan terhadap aksi bejat sosok yang seharusnya menjadi panutan itu membanjiri lini massa. Bahkan sosok artis ternama seperti Deddy Corbuzer membuat konten khusus yang hanya berisi komentar pribadinya terhadap kelakuan bejat HW.

Diketahui, HW telah merudakpaksa 12 santriwatinya. Bahkan 8 di antaranya diketahui hamil hingga melahirkan 9 bayi.

Berikut ini kisah nasib bayi-bayi hasil rudakpaksa HW kepada para santrinya.

Baca juga: Guru Cabul Rampas Kehormatan 12 Santriwati Bandung, Ridwan Kamil Pun Meradang

Baca juga: Perkosaan di Kalteng : Berobat Gegara Sering Kesurupan, Ibu Muda di Kotim Jadi Korban Dukun Cabul

Diketahui, perbuatan bejat HW terjadi dalam rentang waktu tahun 2016 sampai dengan tahun 2021.

Akibat perbuatan bejat Herry Wirawan lahir sembilan bayi yang dikandung oleh delapan santriwati.

Bahkan, ada korban yang melahirkan dua kali.

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan menceritakan kondisi memilukan korban yang didampinginya.

Salah satu korban masih berusia 14 tahun. Dia melahirkan dua kali.

Anak pertamanya berusia 2,5 tahun dan beberapa bulan lalu melahirkan anak kedua.

"Saya nengok ke sana (rumahnya), menawarkan (bantuan) kalau enggak sanggup merawat, ternyata mereka tidak ingin dipisahkan anaknya, dua-duanya perempuan," kata Diah.

Setelah melahirkan, dia pun menawarkan bantuan jika orangtuanya tidak sanggup mengurus.

Namun, orangtuanya mau mengurusnya.

"Setidaknya, mereka sudah menerima takdir ini, nanti saya berencana mau nengok juga ke sana," katanya.

Kasus ini, menurut Diah, sangat menguras emosi semua pihak.

Terpidana Herry Wirawan, pemilik pesantren Madani Boarding School Cibiru, Yayasan Manarul Huda Antapani, dan Pondok Tahfiz Al-Ikhlas yang rudakpaksa 12 santriwatinya.
Terpidana Herry Wirawan, pemilik pesantren Madani Boarding School Cibiru, Yayasan Manarul Huda Antapani, dan Pondok Tahfiz Al-Ikhlas yang rudakpaksa 12 santriwatinya. (Istimewa TribunJabar)

Apalagi saat dilakukan terapi psikologi terhadap anak-anak dan orangtuanya yang dilakukan tim psikolog P2TP2A.

"Sama, kami semua juga marah pada pelaku setelah tahu ceritanya dari anak-anak, sangat keterlaluan, kita paham bagaimana marah dan kecewanya orangtua mereka," kata Diah.

Menurut Diah, P2TP2A menawarkan berbagai solusi kepada anak-anak dan orangtuanya terkait posisi anak yang dilahirkan dari perbuatan cabul guru ngajinya.

Bahkan, jika para orangtua tidak mau mengurusnya, P2TP2A siap menerima anak tersebut.

Karena, para orangtua korban, menurut Diah, bukan orang-orang yang tergolong mampu.

Mereka, kebanyakan adalah buru harian lepas, pedagang kecil dan petani yang tadinya merasa mendapat keuntungan anaknya bisa pesantren sambil sekolah gratis di pesantren tersebut.

"Alhamdulillah, yang rasanya mereka (awalnya) tidak terima, namanya juga bayi, cucu darah daging mereka, akhirnya mereka rawat, walau saya menawarkan kalau ada yang tidak sanggup, saya siap membantu," katanya.

Dikutip dari TribunBogor, dari 12 korban, 11 di antaranya berasal dari Kabupaten Garut.

Korban rudapaksa guru pesantren bernama Herry Wirawan yang berasal dari Garut ternyata masih ada pertalian saudara serta bertetangga.

Diah menyaksikan pilunya momen pertemuan para orangtua dengan anak-anaknya yang sebelumnya dianggap tengah menuntut ilmu di pesantren, ternyata telah memiliki anak setelah dirudapaksa guru ngajinya yang mereka percayai sebelumnya.

"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia empat bulan oleh anaknya, semuanya nangis," kenang Diah.

Baca juga: Tekan Angka Pengangguran, Pemkab HSS Genjot Pelatihan Kewirausahaan

Baca juga: Meninggal Saat Hendak Khotbah Jumat, Ini Sosok Wali Kota Bandung Oded M Danial

Orangtua korban pun berat terima kenyataan

Peristiwa pilu itu terjadi saat dirinya mengawal pertemuan para orangtua dengan anak-anaknya di kantor P2TP2A Bandung, setelah dibawa keluar dari lingkungan pondok pesantren oleh penyidik Polda Jabar.

Kondisi yang sama, menurut Diah, juga terjadi di kantor P2TP2A Garut saat para orangtua yang tidak tahu anaknya menjadi korban pencabulan guru ngajinya diberi tahu kasus yang menimpa anaknya sebelum akhirnya mereka dipertemukan pertama kali di kantor P2TP2A Bandung, sebelum dibawa ke P2TP2A Garut.

Menurut Diah, selain berat menerima kenyataan anaknya jadi korban, para orangtua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anaknya dan lingkungan tempat tinggal anak yang dikhawatirkan tidak bisa menerima.

"Di kecamatan ini (lingkungan rumah korban), saya sampai datang beberapa kali nengok yang lahiran, ngurus sekolahnya, ketemu tokoh masyarakatnya," katanya.

Korban Menjerit Dengar Nama Herry Wirawan Disebut

Kasus rudapaksa ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung.

Plt Aspidum Kejati Jabar, Riyono mengatakan, kondisi santriwati korban rudapaksa guru pesantren bejat Herry Wirawan mengalami trauma mendalam.

Mengingat perbuatan 'bejat' tersebut berlangsung dalam rentang waktu cukup lama yaitu, 2016-2021.

"Waktu diperdengarkan suara terdakwa (Herry Wirawan) melalui speaker, ada korban yang langsung tutup telinga dan menjerit histeris, mungkin karena trauma dan teringat apa yang pernah terjadi," ujar Riyono saat dihubungi pada Kamis (9/12/2021).

Riyono menuturkan, perkara guru pesantren 'bejat' sudah masuk dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bandung.

Sidang tersebut, masih mengagendakan keterangan dari para saksi. Beberapa hari lalu pun, sejumlah saksi korban juga dihadirkan untuk untuk memberikan keterangan di pengadilan.

Sedangkan, persidangan terhadap terdakwa dilakukan melalui virtual, sebab terdakwa kini tengah mendekam di Rutan Bandung.

Ia menceritakan suasana persidangan yang digelar secara tertutup itu, ada saksi korban yang datang memberi keterangan, padahal baru sekitar tiga minggu lalu usai melahirkan anak ulah perkosaan yang dilakukan Herry.

Bahkan, korban tersebut, mengalami penurunan kesehatan karena trauma yang dialami.

"Korban ini ada yang baru melahirkan tiga minggu ya, dalam keadaan lunglai, tapi masih berani menghadap ke persidangan dengan pendamping LPSK. Itu miris hati kami, karena sama-sama punya anak perempuan," ucapnya.

Selain itu, para orangtua korban yang turut mengawal jalannya persidangan pun tidak kuasa menumpahkan kekesalannya atas perlakuan terdakwa kepada anak-anaknya.

"Waktu sidang, para orangtua korban juga menuangkan kekesalannya seperti apa. Tapi kami menyampaikan bahwa, perkara ini sudah dan sedang berjalan proses hukum. Jadi tidak ada yang bisa di berbuat selain mengikuti proses hukum saja," ujarnya.

Baca juga: BLT UMKM Desember 2021 Cair, Begini Syarat Penerima Bantuan Buat UMKM

Pemkot Bandung ternyata sudah mengetahui kasus 12 santriwati dirudapaksa sejak Juni seiring dengan pendampingan para korban di Kecamatan Cibiru.

Wali Kota Bandung, Oded M. Danial mengaku, sejak kali pertama kasus ini terkuak pada akhir Mei 2021 lalu langsung memerintahkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) untuk mengawal kasus asusila ini.

"Waktu itu saya langsung tugaskan Bu Rita (Kepala DP3A) untuk mengawal penanganan. Saya minta agar psikologis korban dijaga dan dilindungi," ujar Oded M Danial, Kamis, ( 9/12/2021).

Oded menuturkan, psikologis para korban ini menjadi fokus. Bukan hanya akibat kejadian yang dialaminya, namun jangan sampai anak mengalami perundungan. Karena informasi yang bermunculan berpotensi memperbesar risiko trauma hingga depresi.

"Saya juga sudah ingatkan pendampingan ini harus ekstra. Apalagi ini remaja di usia sekolah yang masih memiliki masa depan yang harus dijaga. Saya sudah tekankan semua hak-haknya bisa terpenuhi," kata dia.

Oded juga berharap agar proses hukum yang sedang berjalan saat ini bisa menghasilkan keputusan seadil-adilnya.

Sebab perbuatan HW sudah sangat mencederai nilai sosial, agama, bahkan kemanusiaan.

"Seharusnya institusi pendidikan adalah lembaga untuk menempa karakter anak. Apalagi guru agama, seharusnya mampu untuk menguatkan moral muridnya bukan malah merusaknya," ujarnya.

Sementara itu, Keluarga korban, AN (34) mengatakan bersyukur kasus rudakpaksa terhadap anaknya berhasil mencuat ke publik. Ia mengaku sudah sejak bulan Juni memperjuangkan hak keadilan bagi korban.

Bahkan dirinya beberapa bulan yang lalu sempat bertanya-tanya karena kasus tersebut sempat tidak ada kabar.

"Dulu saya sempat bertanya-tanya kenapa kasus ini tidak ada kejelasan tapi sekarang alhamdulillah sudah viral, biar semua ikut memantau, biar hukum ditegakan seadil-adilnya," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Kamis (9/12/2021).

Dari raut mukanya AN terlihat menyimpan sejuta amarah terhadap pelaku.

Bagaimana tidak, guru ngaji yang selama ini ia percayai untuk mendidik adiknya itu ternyata menghancurkan masa depan adik tercintanya.

Ia menyesalkan kasus sebesar ini baru mencuat ke publik, padahal menurutnya sudah enam bulan kasus ini berjalan.

"Enam bulan saya berjuang, enam bulan itu lama, korban sudah menderita sangat panjang, kenapa baru sekarang pas mau vonisan baru rame, saya minta keadilan seadil-adilnya," ungkapnya.

AN juga menyoal tentang informasi proses hukum yang jarang ia dapati selama enam bulan terakhir ini.

"Saya warga Garut, tidak punya kenalan siapa-siapa di Bandung, mau nanya soal proses hukum juga ke siapa, saya tidak pernah tau perkembangan terkini," ucapnya.

Sementara itu perkembangan terbaru Kementerian Agama mencabut izin operasional Pesantren Manarul Huda Antapani, Bandung. Pesantren Tahfidz Quran Almadani yang juga diasuh HW ditutup.

Lembaga ini belum memiliki izin operasional dari Kementerian Agama.

Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang melakukan pelanggaran berat seperti ini.

"Kita telah mengambil langkah administratif, mencabut izin operasional pesantren tersebut," kata Ali Ramdhani melalui keterangan tertulis, Jumat (10/12/2021).

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Waryono mengungkapkan, pihaknya sejak awal telah mengawal kasus ini.

Kemenag berkoordinasi dengan Polda Jawa Barat dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jawa Barat.

Langkah pertama yang sudah diambil adalah menutup dan menghentikan kegiatan belajar mengajar di lembaga pesantren tersebut.

"Kemenag langsung memulangkan seluruh santri ke daerah asal masing-masing dan membantu mereka mendapatkan sekolah lain untuk melanjutkan belajarnya," kata Waryono.

Dalam hal ini, Kemenag bersinergi dengan madrasah-madrasah di lingkup Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama. (Tribunjabar.id/Tribunnews.com/Surya.co.id)

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Nasib 9 Bayi dari Korban Rudapaksa Guru Pesantren Herry Wirawan, Usia 14 Tahun Lahirkan 2 Kali.

Sumber: Surya Online
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved