Korupsi di Kalsel
Sidang Tipikor dan Pencucian Uang Terdakwa Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid, 4 Saksi Diperiksa
Sidang lanjutan tindak pidan korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa Bupati HSU nonaktif, H Abdul Wahid kembali digelar di Pengadilan Tipikor
Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Sidang lanjutan perkara dugaan pidana korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif, H Abdul Wahid kembali digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (9/5/2022).
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Yusriansyah, terdakwa mengenakan kemeja sasirangan dan peci hitam hadir didampingi Tim Penasihat Hukumnya.
Sedangkan Tim Jaksa Penuntut Umum KPK di antaranya Titto Jaelani dan Fahmi Ari Yoga menghadirkan empat saksi fakta.
Tiga saksi merupakan pejabat di Dinas PUPRP HSU yakni Kasi Jembatan Bidang Binamarga, Marwoto, Kabid Binamarga, Rahamani Noor dan Kabid Cipta Karya, Abraham Radi.
Baca juga: Sidang Dugaan Korupsi Bupati HSU non-aktif Abdul Wahid, Sekda HSU Berikan Kesaksian
Baca juga: Bacakan Dakwaan, Penuntut Umum KPK Sebut Abdul Wahid Terima Aliran Dana Korupsi Rp 31,7 Miliar
Sedangkan saksi terakhir adalah mantan Ajudan Bupati HSU, Abdul Latif.
Terhadap para saksi, pertanyaan Majelis Hakim, Penuntut Umum KPK dan Penasihat Hukum terdakwa banyak menggali terkait teknis pengumpulan dan penyerahan uang-uang fee dari para kontraktor pemenang lelang pekerjaan kepada terdakwa.
Dari kesaksian para saksi terungkap, saksi Marwoto menjadi salah satu orang yang dipercaya oleh Bupati untuk mengkoordinir pengumpulan uang fee dari para kontraktor pemenang lelang pekerjaan Bidang Binamarga Dinas PUPRP HSU.
Marwoto menyebut, selama Tahun 2019 Ia mengetahui dan membuat catatan ada dana fee Rp 4,6 miliar lebih terkumpul, Tahun 2020 Rp 12 miliar lebih dan di Tahun 2021 Rp 1,8 miliar lebih dari para kontraktor Bidang Binamarga.
"Tapi saya cuma mengomunikasikan ke rekanan (kontraktor), sedangkan uangnya itu diserahkan rekanan langsung ke ajudan Bupati tidak melalui saya," ujar Marwoto.
Teknis pengumpulan uang itu pun kata dia tidak sekaligus, namun dilakukan bertahap.
"Kalau ada permintaan dari Bupati, misal Rp 2 miliar baru saya komunikasikan ke rekanan. Dikumpulkan dan diserahkan melalui perantara, saya catat dan laporkan (ke Bupati)," bebernya.
Marwoto mengakui, uang tersebut tidak seluruhnya langsung diserahkan kepada terdakwa namun juga ke sejumlah pihak lain berdasar perintah dari terdakwa.
Dua saksi yang merupakan Kabid di Dinas PUPRP HSU yakni Rahmani Noor dan Abraham Radi memberikan kesaksian terkait pertemuan mereka dengan terdakwa di Rumah Dinas Bupati dan dikomunikasikan terkait permintaan besaran fee sebesar 13 persen.
"Pernah bersama Pak Marwoto dipanggil (Bupati) melalui ajudan. Lalu kami ketemu di rumah dinas, disampaikan fee 13 persen. Bupati minta ke saya agar saya komunikasikan ke kontraktor dan diserahkan ke Abdul Latif," terangnya.
Sedangkan saksi Abdul Latif ditanya terkait teknis penyerahan uang fee tersebut.