Breaking News

Berita Banjarmasin

Penuhi Kriteria, 3 Perkara di Wilayah Hukum Kejati Kalsel Diselesaikan Via Restorative Justice

Tiga perkara pidana di wilayah hukum Kejati Kalsel diselesaikan melalui jalur keadilan restoratif.

Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Hari Widodo
Penkum Kejati Kalsel untuk BPost
Kajati Kalsel, Mukri menghadiri secara virtual ekspose 3 perkara pidana di wilkum Kejati Kalsel yang diselesaikan dengan jalur restorative justice, Senin (27/6/2022). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Penuhi kriteria dan disetujui oleh Jampidum Kejaksaan Agung, 3 perkara pidana di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kejati Kalsel) diselesaikan melalui jalur keadilan restoratif.

Ketiga perkara itu masing-masing ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin, Hulu Sungai Tengah (HST) dan Kejari Tanah Laut (Tala).

Lampu hijau dari Jampidum Kejagung, Dr Fadil Zumhana diberikan setelah dilakukan ekspose ketiga perkara secara virtual yang turut dihadiri Kepala Kejati Kalsel, Mukri dan Asisten Bidang Tindak Pidana Umum (Aspidum), Indah Laila, Senin (27/6/2022).

Perkara pertama di Banjarmasin dengan terdakwa Nur Ariani yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan objek  fidusia seperti yang dimaksud pada Pasal 36 UU RI No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Baca juga: Perempuan Pelaku Pencurian Dompet Dibebaskan Polres Tabalong Melalui Restorative Justice

Baca juga: Perkaranya Diselesaikan Lewat Jalur Restorative Justice, Pencuri Gas Elpiji 3 Kg di HSU Kalsel Bebas

Dimana terdakwa selain tak lagi membayar cicilan atas objek fidusia berupa satu unit mobil minibus jenis Honda Mobilio tapi juga mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan mobil tersebut tanpa persetujuan penerima fidusia, PT Orico Balimor Finance Cabang Banjarmasin.

Namun melalui fasilitasi mediasi oleh Kejaksaan, perdamaian antara terdakwa dan korban berhasil dicapai dimana terdakwa juga telah memberikan ganti rugi atas kerugian korban yang mencapai Rp 349.353.000.

Perkara kedua di HST dengan terdakwa Zul Fathur Racman yang sebelumnya dijerat pasal berlapis yakni Pasal 80 Ayat (2) Jo Pasal 76C UU RI No.17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPPU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada dakwaan primair.

Lalu dakwaan subsidair Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C UU RI No.17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPPU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perkara ini muncul karena terdakwa melakukan pemukulan terhadap korban berinisial AF setelah terjadi kesalahpahaman di antara terdakwa dan pelaku berlokasi di salah satu asrama di Kabupaten HST.

Dari visum yang dilakukan dokter, korban mengalami nyeri kepala post trauma (Chepalgia) dan tergolong cedera sedang akibat perbuatan terdakwa.

Pada perkara ini, mediasi yang ditengahi Kejaksaan berhasil mencapai kesimpulan damai setelah korban mau memaafkan terdakwa.

Sedangkan perkara ketiga di Tanah Laut dengan terdakwa Amirul Yatma terkait penganiayaan seperti dimaksud Pasal 351 Ayat (1) KUHP yang dilakukannya terhadap korban berinisial MS  yang tak lain adalah sepupu terdakwa.

Penganiayaan terjadi saat korban mencoba menengahi dan membantu menyelesaikan persoalan yang tengah dialami terdakwa dengan pihak saksi.

Meski korban bermaksud membantu, namun terdakwa merasa terpojok dan mengayunkan tangan sambil memegang senjata tajam ke arah korban.

Beruntung korban hanya terkena bagian tumpul senjata tajam sehingga mengalami luka lecet pada pelipis kiri.

Saat didalami penyidik, insiden ini juga tak terlepas dari kondisi psikologis terdakwa yang terpengaruh situasi rumah tangganya dimana terdakwa belum lama dicerai oleh isterinya.

Melalui mediasi, kesepakatan damai antara korban dan terdakwa tercapai serta adanya penggantian kerugian.

Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kalsel, Romadu Novelino, karena disetujui oleh Jampidum Kejagung tentu ketiga perkara tersebut telah memenuhi sejumlah kriteria penyelesaian perkara pidana melalui jalur keadilan restoratif.

Baca juga: Terapkan Restorative Justice, Satreskrim Polres Tabalong Hentikan Proses Hukum Pemilik Dua Sajam

Beberapa di antaranya yakni masing-masing terdakwa baru pertamakali melakukan tindak pidana, adanya perdamaian, pemulihan kerugian dan tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.

"Berdasarkan Pasal 14 Perja 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dijelaskan bahwa dalam hal kesepakatan perdamaian dibuat pada tahap penyidikan dapat dijadikan pertimbangan Penuntut Umum untuk menghentikan penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif," kata Novel. (Banjarmasinpost.co.id/Achmad Maudhody) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved