Berita Banjarmasin

Bangunan Ruko Ambruk di Banjarmasin, Begini Catatan Sejarah Pasar Lima

Bangunan roboh di Pasar Lima Banjarmasin menguak sejarah panjangnya masa VOC Belanda yang mengelompokkan tempat tinggal pedagang Tionghoa.

Penulis: Muhammad Syaiful Riki | Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID/MUHAMMAD SYAIFUL RIKI
Pemasangan garis polisi di depan bangunan ambruk, yaitu ruko berlantai dua di Pasar Lima, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, Selasa (27/9/2022). 

BANJARMASINSPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Penyebab bangunan ambruk berupa ruko di Pasar Lima Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel, Selasa (27/9/2022) siang, diduga faktor usia.

Kondisi yang sudah lapuk, membuat dinding bangunan ambruk yang kemudian menimpa barang-barang jualan Toko Haji Ali Banjarmasin.

Melihat sejarahnya, Pasar Lima memang menjadi salah satu kawasan tertua di Kota Seribu Sungai.

Sejarawan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Mursalin, menyebut, dulunya Pasar Lima merupakan perkampungan orang-orang Tionghoa yang bertandang ke Banjarmasin untuk tujuan berdagang.

Video bangunan ambruk: https://www.youtube.com/watch?v=qxi8fsE6iUk

Sumber tertua yang berhasil dia himpun, yaitu catatan Dinasti Ming (Dong Xi Yang Kao) pada 1618.

Catatan tersebut menyatakan bahwa pedagang Tionghoa telah aktif berdagang di sana.

Begitu pula surat perjanjian antara Sultan Banjar dengan VOC pada 4 September 1635. Surat itu menyebutkan Sultan Banjar telah melakukan ikatan dagang dengan orang-orang Tionghoa di Batavia.

“Besar kemungkinan akibat hubungan dagang ini, orang Tionghoa tertarik datang ke Banjarmasin,” ucapnya kepada Bpost, Selasa (27/9/2022).

Baca juga: Bangunan Ambruk, Kerugian Toko Bangunan di Pasar Lima Banjarmasin Rp 100 Juta

Baca juga:  Toko Bangunan di Pasar Lima Banjarmasin Ambruk, Terjadi Saat Berlangsung Perbaikan

Baca juga: Toko Bangunan di Pasar Lima Banjarmasin Ambruk, Empat Orang Berhasil Selamatkan Diri

Selanjutnya, pada 1718 Daniel Beckman, seorang pelaut Inggris juga mencatat bahwa sejak pertengahan abad 16 orang Tionghoa sudah berada di Banjarmasin.

Lalu, pada abad 17, mereka telah mendominasi wilayah seribu sungai.

Kata Mursalin, pernyataan Beckman tersebut juga diperkuat oleh Valentijn yang menyatakan bahwa orang Tionghoa merupakan penduduk yang dominan di Banjarmasin.

Adapun titik pertama orang-orang Tionghoa berkumpul adalah daerah sekitar Tatas (sekarang Masjid Sabilal Muhtadin).

“Oleh karena itu, tidak mengherankan jika wilayah Jalan Veteran banyak orang-orang keturunan Tionghoa,” ujarnya.

Toko bangunan di Pasar Lima ambruk.
Toko bangunan di Pasar Lima ambruk. (Capture Youtube BPost)

Sebagai pedagang, mereka memilih membangun perkampungan yang dekat dengan akses ekonomi. Oleh karena itu, wajar saja jika ketiga daerah tersebut muncul di bantaran sungai.

Kian hari, orang-orang Tionghoa itu mulai mengembangkan perkampungan. Selain seberang Tatas, mereka juga mengembangkan pemukiman di daerah Pasar Baru (Pasar Lima), dan Rantauan Koeliling Ilir (R.K Ilir).

Pada perkampungan Tionghoa tersebut, mereka membangun tempat ibadah, satu di antaranya yakni Klenteng Po An Kiong yang terletak berdekatan di kawasan Pasar Lima.

Hal tersebut, kata Mursalin, membuktikan bahwa daerah Pasar Lima merupakan perkampungan lama yang dibangun oleh orang-orang Tionghoa.

Pada pertengahan abad 20, daerah Sudimampir berkembang menjadi daerah pasar. Sebab, memang menjadi perkampungan orang-orang Tionghoa, Arab, dan India yang berlatar pedagang.

Baca juga: Calon Panwaslu Kecamatan di Kabupaten Banjar Ini Kaget NIK-nya Masuk Daftar Parpol

Baca juga: Tak Kooperatif, Penyidik Ditreskrimsus Polda Kalsel Kejar Terduga Perekam Video Asusila Sesama Jenis

Bahkan tak sedikit dari mereka yang berjualan di daerah sekitar juga berada di tepi sungai. 

“Maka lengkaplah daerah Sudimampir, Pasar Baru, dan Pasar Lima menjadi daerah pasar,” tuturnya.

Mursalin berkemungkinan bahwa perkembangan itu terjadi di awal abad 20. Kemudian, oleh Ir Kartens, daerah ini digagas sebagai pasar pada tahun 1937. Maka bertambah ramailah daerah ini.

Oleh karena itu, banyak para pedagang Arab, Malabar, dan Belanda mendirikan toko, biro jasa, hingga tempat hiburan seperti bioskop di wilayah pasar ini.

Tak ketinggalan pula ornag-orang Tionghoa yang mendirikan hal serupa di pasar Lima.

Baca juga: Update Longsor Tambang Emas Kotabaru Kalsel, 6 Penambang Ditemukan Meninggal, 4 dalam Pencarian

Baca juga: Calon Jemaah Umrah Kalsel Terpaksa Keluar Daerah Demi Dapat Vaksin Meningitis

Jadi, kemunculan Pasar Lima disebabkan berbagai faktor. Berawal dari daerah tepi sungai yang strategis untuk berdagang. Kemudian, menarik minat orang-orang Tionghoa untuk mendirikan kampung.

Serta, faktor pengelompokan warga Timur Asing oleh Belanda.

Lalu, daerah ini berkembang menjadi pasar dan bahkan dikukuhkan oleh Ir Kartens. Sehingga daerah ini tidak mengherankan menjadi daerah ekonomi. Dari dari perkampungan Tionghoa, menjadi Pasar Lima.

Dari Pasar Lima ini pula, orang-orang Banjar mengenal barang-barang impor dari Jawa, Malaya, bahkan dari Tionghoa sendiri.

Komditi tersebut, yakni dupa (untuk ritual urang Banjar), tepung, sutera, dan lain sebagainya.

Bahkan mungkin orang-orang Banjar yang mengenal alat masak (yang akarnya) berasal dari Tiongkok juga di sini. Sebut saja rinjing dan panci, yang namanya berbau Tiongkok, boleh jadi berawal dari Pasar Lima.

(Banjarmasinpost.co.id/Muhammad Syaiful Riki)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved