Berita Batola

Tujuh Desa di Jejangkit Sudah 4 Bulan Terendam, Tanaman Cabai dan Jeruk Warga Rusak

Empat bulan sudah warga di Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Baritokuala (Batola), merasakan banjir

Editor: Hari Widodo
BPBD Batola untuk BPost
Tim URC Pusdalops BPBD Kabupaten Batola mengecek kondisi terakhir debit air dan warga yang terdampak banjir di Desa Jejangkit Timur, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan, Rabu (15/3/2023). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, MARABAHAN - Empat bulan sudah warga di Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Baritokuala (Batola), merasakan banjir.

Meski mulai surut, di antaranya terpantau dari titik genangan banjir di jalan raya yang sedikit dan sudah dapat dilintasi kendaraan bermotor roda dua, namun sebagian halaman rumah warga di dataran rendah masih tergenang.

"Sudah surut, kalau sebelumnya, dua hari dalamnya banjir selutut di tengah jalan raya ini," ujar Nurlianti, perempuan Desa Jejangkit Barat, kemarin.

Warga memilih bertahan di rumah selama kebanjiran dengan membuat dipan dari kayu di dalam rumah untuk menyimpan barang dan istirahat rebahan.

Kaum perempuan di Desa Jejangkit Barat adalah petani yang tiga tahun ini sudah tidak dapat lagi bertani padi.
Banjir tahun ini, juga merusak tanaman cabai milik kelompok tani perempuan yang ditanam di halaman rumah masing-masing.

"Rusak tananam cabai dan jeruk akibat dilanda banjir tahun ini," pungkas Nurlianti, diamini rekannya  perempuan Desa Jejangkit Barat.

Pantauan BPost, akses fasilitas publik jalan beraspal banyak yang rusak dalam kondisi aspalnya koyak menimbulkan sejumlah lubang.

Selain iklim, dua anak perusahaan Julong Group PT Palmina dan PT Putra Bangun Bersama di sekitar wilayah tersebut, dituding turut andil berkontribusi menyumbang buangan air dari perkebunan kelapa sawitnya.

Alhasil, sebanyak 7 desa di Kecamatan Jejangkit terendam banjir cukup lama. Permukaan ketinggian air di daerah berlahan gambut itu lamban surutnya.

Kontur permukaan tanahnya dinilai lebih rendah dan membentuk cekungan, menampung kiriman air dari kabupaten tetangga, seperti Banjar. “Sudah bertahun-tahun kami tidak bisa bercocok tanam karena banjir,” kata seorang warga Jejangkit, lainnya.

Padahal Jejangkit sebelumnya digadang-gadang jadi lumbung padi melalui Program Serasi (selamatkan rawa dan sejahterakan petani), sejak program tersebut digulirkan pada  Hari Pangan Sedunia XXXVIII Oktober 2018 silam.

Pada 2018 lalu, luas tanaman padi disebutkan 4.000 hektare. Makanya, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan kala itu menjadikan Jejangkit dan Mandastana juga sebagai lokasi Peringatan Hari Pangan Nasional. Namun kini, produksi padi di Kecamatan Jejangkit hanya mampu mencapai 2,5 ton per hektare per tahun.

Kepala Desa Jejangkit Pasar, Muhammad Taufik menjelaskan sebelumnya sudah ada pertemuan warga dengan pihak perusahaan sawit. Tetapi sudah memasuki pekan ketiga ini, pihak perusahaan sawit tidak melaksanakan hasil musyawarah yang disepakati di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Selatan.

Beberapa waktu lalu, warga dan perusahaan memang sudah ada kesepakatan. Sesuai notulensi kesepakatan yang diinisiasi oleh DLH Provinsi Kalsel, buangan air perkebunan kelapa sawit itu seharusnya tidak lagi mengalir ke sungai.
Kesepakatan itu diteken bersama pada rapat koordinasi menindaklanjuti hasil verifikasi lapangan atas aktivitas pembuangan air perkebunan kelapa sawit, milik PT Palmina Utama dan PT PBB, pada 24 Maret 2023 lalu.
Namun karena tak terealisasi akhirnya kemarin warga datang ke DPRD Kalsel untuk menggelar pertemuan yang dimediasi dewan.

"Warga dari perwakilan 7 desa se Kecamatan Jejangkit meminta solusi dari DPRD Kalimantan Selatan," ujarnya.
Masih kata Muhammad Taufik, banjir melanda selama tiga tahun terakhir ini, apabila wilayah Jejangkit kebanjiran, keringnya tiga sampai empat bulan. "Tentunya, berdampak terhadap pertanian padi warga Jejangkit yang tidak dapat melakukan persemaian padi," katanya.

Julong Group Diberi Waktu 3x24 Jam

AUDIENSI terkait pembuangan air pompa dari PT Palmina dan PT Putra Bangun Bersama (Julong Group) ke arah Jejangkit dan Sungai Alalak, di Gedung DPRD Kalsel, Kamis (13/4), berlangsung panas.

Sejumlah warga Jejangkit yang hadir dalam audiensi itu sempat naik pitam setelah mendengarkan beberapa penjelasan pihak perusahaan. Salah satunya mengklaim tak membuang saluran air ke arah Jejangkit.

Mendengar penjelasan itu, warga interupsi dan menganggap penjelasan pihak perusahaan tidak sesuai fakta. “Bohong ini,” ucap salah seorang warga sambil mengacungkan jari telunjuknya.
Di depan warga dan anggota dewan, perusahaan mengklaim bahwa kesepakatan pada 24 Maret 2023 sudah dilakukan. Meski ada sebagian yang belum.

Bahkan, perusahaan mengklaim sudah berupaya memberikan beberapa solusi.

“Solusi ini tidak bisa kita lakukan sendiri. Kita juga sudah berkoordinasi dengan Pemkab Batola,” kata Arya, Tim Savorting utusan perusahaan.

Tetapi memang menurutnya tak bisa semua ditutup. Sebab, pihaknya takut jika hal tersebut akan berdampak semakin luas terhadap warga lain.

Sekretaris Komisi III DPRD Kalsel, Gusti Abidinsyah menyayangkan sikap perusahaan yang tak melaksanakan komitmen sebagaimana hasil kesepakatan pertemuan sebelumnya.

Dia mengatakan perusahaan seharusnya juga memikirkan dan mendengarkan keinginan warga sekitar. Dia pun meminta agar perusahaan segera melakukan evaluasi langsung ke lapangan. Sesuai kesepakatan, perusahaan diberi waktu 3x24 jam.

Sementara perwakilan warga Jejangkit mengancam apabila kesepakatan ini tak dijalankan, pihaknya akan langsung turun tangan.

“Kalau tidak ada itikad baik dari perusahaan selama tiga hari, kami akan bertindak dengan melakukan hukum adat sendiri,” tegas warga, tanpa menyebut hukum adat seperti apa yang akan dilakukan.

Dalam audiensi di Ruang Rapat H Ismail Abdullah Lantai IV Gedung B DPRD Kalsel ini tak hanya dihadiri warga Jejangkit dan perusahaan. Sejumlah pihak terkait seperti Balai Wilayah Sungai Kalimantan III, Dinas Lingkungan Hidup Kalsel, Dinas PUPR Kalsel, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel turut dihadirkan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan (Kalsel), Kisworo Dwi Cahyono menyinggung soal legalitas kedua perusahaan. Pria yang akrab disapa Cak Kiss itu mempertanyakan analisis dampak lingkungan (Amdal) dari dua anak usaha Julong Group tersebut. "Kalau punya Amdal, tapi kenapa kok bisa berdampak?," ucap Kiss.

Sayangnya pertanyaan tersebut tak terjawab saat audiensi, karena yang hadir bukan pimpinan dari pihak perusahaan. "Bagi saya ini melecehkan pihak-pihak yang hadir seperti DPRD dan dinas terkait Pemprov Kalsel, karena yang hadir bukan pemangku kebijakan perusahaan," ujarnya.(msr)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved