Berita Batola

Padi Apung Juga Dilanda Kekeringan, Petani Balangan Bawa Air dari Rumah Sirami Bibit Sawit

Cuaca kemarau di Baritokuala (Batola), juga berdampak terhadap pertanian warga sehingga munculkan fenomena kekeringan.

Penulis: Mukhtar Wahid | Editor: Edi Nugroho
(Banjarmasinpost.co.id/Stanislaus sene).
Ilustrasi: Persawahan para petani di Desa Kayu Rabah HST yang mengalami kekeringan 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Cuaca kemarau di Baritokuala (Batola), juga berdampak terhadap pertanian warga. Kepala Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Jejangkit, Kusairi menjelaskan target penanaman padi tahun ini di Jejangkit seluas 1.490 hektare (ha). 

“Dari luasan pertanian padi itu yang mungkin terdampak kemarau seluas 609 ha,” ungkap Kusairi, Sabtu (2/9).

Dalam upaya penanggulangan dampak kekeringan itu, mereka telah melaksanakan rapat koordinasi pada 24 Agustus 2023 lalu yang dihadiri para kepala desa di Kecamatan Jejangkit, BPBD Batola dan Dinas PMD Batola, Koramil dan Polsek Jejangkit.

Saat ini penanggulangan kemarau di lahan pertanian dengan sistem pompanisasi. Sarana pompa air di Kecamatan Jejangkit sudah tersedia. “Permasalahannya hanya pada kemampuan keuangan petani untuk membeli bahan bakar minyak jenis solar atau premium,” katanya.

Bagi petani yang tidak melakukan pompanisasi secara swadaya, maka ancaman gagal panen sangat mungkin karena usia pertanamannya padinya kurang lebih 40 hari. “Belum ada bantuan untuk petani yang terdampak kemarau dari BPBD Batola,” ujar Kusairi.

Baca juga: Upaya Kenalkan Olahraga Tradisional, Ferry Ajak Pelajar Berlatih Menyumpit di Halaman Kadin Batola

Baca juga: Pertanian di Sampurna dan Cahaya Baru Kabupaten Barito Kuala Terancam Gagal Panen

Selain permasalah pembelian bahan bakar minyak, sumber air di sungai  juga kadar keasaman tinggi, sehingga untuk mengambil air menunggu air pasang. “Itupun mampu pompanisasi hanya dua jam saja,” jelasnya.

Salah seorang petani Surparlan, mengaku tanaman padi unggul untuk kali kedua terancam kekeringan. Bahkan tanaman padi unggul yang ditanamnya sistem apung juga kekeringan. Padi apung yang sempat panen, terancam kekeringan di tanam kedua. “Air habis, tanaman padi tidak bisa minum sehingga mati. Harusnya, bulan ini masa panen,” ungkap Ketua RT 9 Desa Sampurna ini.

Lain lagi dengan kondisi yang dialami petani di Desa Mantuyan, Halong, Balangan. Saat area pertanian dan perkebunan sudah mulai kering, masyarakat tetap berupaya untuk menjaga agar tanaman mereka tidak mati.

Kepala Desa Mantuyan Muslini mengatakan warganya saat ini banyak yang menanam bibit sawit menggunakan polybag yang memerlukan penyiraman rutin setiap hari. Namun karena anak sungai yang biasanya digunakan untuk sumber mendapatkan air telah kering, petani menyiasati dengan membawa air dari rumah dibawa ke perkebunan. Hal ini dilakukan agar bibit kelapa sawit yang tengah ditanam tidak mengalami kekeringan.

Hal yang sama juga dilakukan para petani karet yang memerlukan air untuk mencampur obat pembeku getah karet. “Saat kemarau seperti ini mereka membawa air ke lahan perkebunan menggunakan jeriken,” ujarnya.

Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) hampir semua petani menyampaikan keluhan yang sama yakni kekeringan sawah yang berdampak pada ancaman gagal panen.

Baca juga: Tujuh Bacaleg Pemilu 2024 di Kabupaten Banjar Mendapat Tanggapan dari Masyarakat

Plt Kepala Dinas Pertanian HST, Budi Satrya Tanjung mengakui sebagian petani telah melapor terkait situasi El Nino ini. “Sudah kami data dan survei ke lapangan. Total sawah terdampak El Nino di HST mencapai kurang lebih 318,3 ha,” jelasnya.(nia/tar/nan)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved