Opini
Sumpah Pemuda dan Bahasa Gado-gado
PULUHAN tahun silam, dengan semangat nasionalisme yang demikian tinggi, putra-putri negeri ini, sepakat berikrar untuk menjunjung bahasa persatuan
Coba saja perhatikan bahasa gado-gado yang lazim digunakan anak-anak muda kita sekarang ini. Misalnya, untuk menyatakan sangat berterima kasih, mereka bilang ‘thanks banget.’
Baik-baik saja menjadi ‘fine-fine aja’, tidak menjadi masalah menjadi ‘no problem-lah’, sedang berada di perjalanan menjadi ‘lagi on the way’, tidak sepadan menjadi ‘nggak worthed’, mau menikah menjadi ‘mau married’, dan sebagainya.
Dalam khazanah linguistik, pola gado-gado dalam berbahasa ini diistilahkan sebagai pidginisasi. Adanya gejala pidginisasi berbahasa di kalangan kaum muda kita sekarang ini bukan hanya akan merusak bahasa Indonesia, tetapi juga akan merusak identitas kita sebagai bangsa. Bagaimanapun, bahasa menunjukkan jati diri dan martabat sebuah bangsa.
Untuk menunjukkan jati diri dan martabat sebagai sebuah bangsa itulah, dulu para pemuda kita mengikrarkan sumpah bahwa mereka menjunjung tinggi bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
Kita ingin sumpah itu tetap dijaga dengan setia. Kita tidak ingin generasi penerus negeri ini nanti malah akhirnya mengikrarkan sumpah lain bahwa mereka menjunjung bahasa gado-gado hasil campuran antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Perpres tentang Bahasa Indonesia
Perlu kita tegaskan sekali lagi bahwa bahasa menjadi identitas otentik yang membedakan antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Kita perlu mengapresiasi keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, yang diteken langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2019, sekurangnya ada empatbelas hal yang diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia. Di antaranya yaitu terkait dengan penamaan geografis, bangunan/gedung, kompleks permukiman, jalan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, serta nama organisasi yang wajib menggunakan bahasa Indonesia.
Hal lain yang diatur dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2019 adalah menyangkut pidato resmi. Dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2019 disebutkan bahwa pidato presiden, wakil presiden dan pejabat negara yang lain, yang disampaikan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, wajib menggunakan bahasa Indonesia.
Tentu saja, bahasa Indonesia yang wajib digunakan selaras dengan Perpres Nomor 63 ini adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar, bukan bahasa Indonesia gado-gado.
Kita masih terus berharap implementasi Perpres Nomor 63 Tahun 2019 ini bisa berjalan baik. Diharapkan pula pemerintah daerah dapat mengeluarkan regulasi atau aturan yang ikut menguatkan perpres tersebut.
Dengan demikian, ikhtiar guna memperkokoh kedaulatan bahasa nasional kita bakal semakin kuat.
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa persatuan kita. Kita wajib menjaga martabat dan kedaulatannya.
Tidak ada alasan sedikit pun bagi kita untuk merasa rendah diri, minder maupun inferior dengan penggunaan bahasa Indonesia,bahasa yang terbukti telah menjadi perekat bagi persatuan bangsa ini. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.