Opini

Hasil PISA 2022 dan Mutu Pendidikan

DUNIA pendidikan kembali mendapat kabar kurang baik. Skor Programme for International Student Assessment (PISA) baru-baru ini

Editor: Edi Nugroho
Banjarmasinpost.co.id
Tri Pujiati, Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Kudus 

Sementara disiplin keilmuan lain seperti seni, olahraga, ilmu sosial, budaya, dan humaniora yang diperlukan untuk mengasah empati, apresiasi, solidaritas sosial, dan sikap demokratis dikesampingkan.

Namun begitu, kita tidak perlu mengkritik secara serius program PISA. Sebab hasil PISA harus menjadi evaluasi kritis bagi sistem pendidikan kita.

Skor PISA, bahkan hasil survei lainnya tentu tidak memiliki alat yang sempurna untuk mengukur kemampuan siswa. Sebab tidak alat ukur yang sempurna untuk mendeteksi kemampuan siswa dengan baik.

Namun, skor PISA harus menjadi pelecut sekaligus motivator bagi pendidikan di Indonesia untuk lebih baik. Data yang disediakan oleh PISA harus dimanfaatkan sebaik-baiknya guna memperbaiki kondisi pendidikan kita. Jangan sampai skor PISA hanya menjadi bahak kritik tanpa melakukan evaluasi

Kedua, program kurikulum kita yang kerap kali berubah-ubah. Sejak PISA diluncurkan 23 tahun silam, kurikulum kita sering kali bergonta-ganti. Tercatat ada tiga kali pergantian kurikulum hingga yang terakhir kurikulum 2012 (K-13) Slogan “ganti menteri ganti kurikulum” kerap kali menjadi sindiran bagi pemerintah.

Namun Kemendikbud di bawah Nadim Makarim ini persoalan gonta-ganti kurikulum mulai hilang.

Dengan merujuk pada hasil PISA, pemerintah kemudian melakukan kinerja pendidikan yang didasarkan pada PISA. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) untuk sekolah di bawah Kemendikbud dan Asesmen Kompetensi Madrasah Indonesia (AKMI) untuk madrasah di bawah Kemenag. Keduanya didasarkan pada cara berpikir asesmen yang dilakukan dalam PISA.

Kurikulum yang dirancang oleh pemerintah tidak serta-merta buruk. Semua kurikulum yang dirancang pemerintah sesuai dengan konsep POISA.

Namun yang menjadi kendala adalah ketika kurikulum berganti, otomatis sekolah dan semua elemen pendidikan harus beradaptasi lagi.

Objek pendidikan harus menyesuaikan dengan kurikulum baru dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada saat itu lah pola ajar dan transfer pendidikan terkendala.

Ketiga, kemampuan minat baca bangsa Indonesia yang masih rendah. Data UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Masih menurut UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001persen. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.

Riset lain dari Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).

Padahal, dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Itu artinya, Indonesia memiliki sumber daya untuk engejar ketertinggalan minat baca jika serius dalam berbenah.

Kemampuan membaca bukan soal menghatam buku. Akan tetapi kedalaman memahami isi teks tersebut. Kemampuan membaca harus menukik ke kedalaman teks, ketahanan menjaga fokus, dan pemeliharaan nalar untuk terus mengikuti bangun-struktur teks, terus mengenali keragaman tipologi dan kompleksitas teks (Ibrahim, 2017). Dengan begitu kita bisa memahami apa yang dimaksud oleh teks tersebut.

Akhirnya, PISA bukan satu-satunya tolak ukur kemampuan pendidikan di dunia. Masih banyak parameter-parameter lain yang harus terus digali. Namun, temuan PISA harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah.


Skor PISA adalah bagian dari cermin untuk memulihkan pendidikan kita. Faktor-faktor yang memengaruhi skor PISA seperti yang dijelaskan di atas juga harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah. Jika tidak, pendidikan di Indonesia akan terus berada di peringkat terbawah. (*)

 

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Waspada ISPA di Pancaroba

 

Menuntut Reforma Agraria

 

Anfa’uhumlinnas

 

MBG, Apa yang Salah?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved