Kolom
Ekonomi Hijau dan Peta Pasar Kerja Masa Depan
Ini kata United Nations Environment Programme (UNEP) mengenai ekonomi hijau atau green ekconomy
BANJARMASINPOST.CO.ID - TRANSISI menuju ekonomi hijau atau green economy, yang rendah karbon dan hemat sumber daya, membutuhkan perubahan sistemik yang bukan saja akan menghasilkan produk dan layanan baru, tetapi juga akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam proses produksi dan model bisnis.
Pada gilirannya, ini akan turut menuntut perubahan keterampilan (skills) dari para tenaga kerja yang dibutuhkan, dan akan berdampak besar pada peta pasar kerja.
Seluruh umat manusia saat ini sedang dihadapkan pada sejumlah problem lingkungan genting seperti pemanasan global, meningkatnya tingkat permukaan air laut, hilangnya keanekaragaman hayati serta berbagai ancaman bencana ekologis yang semakin sering melanda berbagai kawasan di muka Bumi kita.
Penerapan ekonomi hijau merupakan salah satu upaya dalam ikut mengatasi berbagai problem lingkungan dan juga dalam upaya ikut meminimalisir risiko-risiko bencana ekologis.
Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), ekonomi hijau adalah aktivitas ekonomi rendah karbon, dengan sumber daya yang efisien serta inklusif secara sosial. Sejak tahun 2008, UNEP telah membentuk Green Economy Initiative (GEI) dengan tujuan utama mendorong negara-negara anggotanya untuk mengadopsi ekonomi hijau.
Dalam Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan yang digelar di Rio de Janeiro, Brazil, beberapa tahun lalu, ditegaskan bahwa ekonomi hijau memiliki potensi untuk mempertahankan pertumbuhan dan meningkatkan sustainability (keberlanjutan) demi menjamin pasokan pangan, air bersih, dan energi bagi semua orang.
Laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyatakan bahwa transisi ke green economy akan membuka banyak lapangan pekerjaan baru yang berkonsep green jobs.
UNEP mendefinisikan green jobs sebagai bidang-bidang pekerjaan yang menawarkan pekerjaan layak yang berkontribusi bagi pelestarian dan pemulihan kualitas lingkungan.
Green jobs, misalnya, dapat mencakup antara lain bidang-bidang pekerjaan yang terkait dengan menjaga ekosistem dan keanekaragaman hayati, mengurangi penggunaan energi, material, dan air, mengurangi atau menghilangkan emisi karbon dari aktivitas ekonomi, dan mencegah atau setidaknya meminimalisir produksi limbah maupun polusi.
Selain itu, green jobs bisa juga mencakup sejumlah besar pekerjaan teknis, ilmiah, administrasi, akademik, dan bidang-bidang sejenis.
Ada banyak sektor kerja dan peluang karir yang dapat dimasuki oleh para tenaga kerja terkait keberadaan green jobs. Contohnya, di sektor energi. Kajian berjudul ”Deep Decarbonization of Indonesia’s Energy System: A Pathway to Zero Emissions by 2050”, yang dikerjakan oleh IESR dengan Agora Energiewende dan Lappeenranta University of Technology (Mei 2021), memprediksi akan ada 3,2 juta lapangan kerja baru pada tahun 2050 jika Indonesia berhasil melakukan transisi 100 persen ke energi terbarukan. Sekitar 65 persen dari 3,2 juta lapangan kerja baru itu berasal dari sektor pembangkit listrik tenaga surya (Meidiana & Prasetyo, 2021).
ILO memperkirakan akan ada sekitar 24 juta green jobs tercipta di seluruh dunia pada tahun 2030. Dan seiring terciptanya green jobs, green skills menjadi tuntutan. Menurut Organisasi Kerja Sama dan
Pembangunan Ekonomi (OECD), green skills adalah keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam setiap aktivitas ekonomi rendah karbon, dan dibutuhkan di semua sektor dan di semua tingkatan dalam angkatan kerja karena aktivitas ekonomi yang muncul menciptakan pekerjaan baru (atau perkerjaan yang diperbarui).
Merujuk pada Green General Skill Index, terdapat setidaknya empat bidang kompetensi yang penting dan dibutuhkan terkait dengan green jobs.
Pertama, yang berkenaan dengan rekayasa dan teknik. Kompetensi yang terkait dengan penilaian desain, konstruksi, dan teknologi ini wajib dikuasai oleh para insinyur dan para teknisi bagi proyek-proyek pembangunan ramah lingkungan, desain energi terbarukan, serta penelitian, dan pengembangan hemat energi.
Kedua, kompetensi ilmiah. Kompetensi ini sangat diperlukan di setiap tahap rantai nilai, khususnya di sektor industri utilitas yang memberikan layanan dasar seperti air bersih, saluran pembuangan, dan listrik.
Ketiga, kompetensi manajemen operasi. Ini terkait dengan bagaimana struktur organisasi akan berubah dengan diadopsinya green economy.
Keterampilan ini penting bagi para insinyur, analis perubahan iklim, spesialis keberlanjutan, manajer keberlanjutan, dan para perencana transportasi.
Keempat, kompetensi supervisi.
Ini diperlukan untuk secara akurat menilai aspek kepatuhan dengan kriteria teknis dan standar hukum. Terutama dibutuhkan oleh para inspektur, manajer kedaruratan, dan pekerja di bagian legal.
Perlu diantisipasi
Tak disangsikan green skills menjadi faktor yang ikut mendorong percepatan menuju transisi ke green economy. Transisi menuju green economy akan berjalan mulus jika ditopang oleh angkatan kerja yang memiliki green skills memadai.
Sementara itu, meningkatnya jumlah ketersediaan green jobs pada gilirannya membuat kebutuhan akan green talent meningkat pula. Ini perlu diantisipasi oleh dunia kerja di Tanah Air agar jangan terjadi ketimpangan yang dapat menggangu pasokan tenaga kerja, yang akhirnya dapat menghambat jalannya roda green economy kita.
Kajian yang dilakukan LinkedIn beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa permintaan akan green talent telah melampaui pasokan. Berdasar hasil kajian LinkedIn, pertumbuhan green jobs mencapai 8 persen per tahun selama lima tahun terakhir ini, sementara pertumbuhan green talent hanya tumbuh sekitar 6 persen per tahun selama periode yang sama.
Kondisi ini perlu segera direspons oleh para pembuat kebijakan, baik itu pemerintah maupun kalangan bisnis. Pilihan kebijakan harus diambil dengan fokus bagaimana meningkatkan green skills di kalangan pekerja dan calon pencari kerja.
Untuk mereka yang sudah bekerja, program reskilling tampaknya adalah opsi yang paling tepat. Sementara untuk menyiapkan para calon pencari kerja, pembenahan kurikulum, terutama pada sektor pendidikan vokasi, perlu dilakukan.
Di samping itu, program-program pelatihan bagi calon tenaga kerja, kursus-kursus serta program magang perlu pula disiapkan dengan baik.
Investasi di sektor pendidikan pada akhirnya menjadi bagian integral dari langkah transisi menuju green economy.
Pengembangan sumberdaya manusia yang terampil dan tepat menjadi kunci penting dalam membuat green economy benar-benar membumi. (*)
Investasi di sektor pendidikan pada akhirnya menjadi bagian integral dari langkah transisi menuju green economy. Pengembangan sumberdaya manusia yang terampil dan tepat menjadi kunci penting dalam membuat green economy benar-benar membumi.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.