Berita Banjarmasin

Ombudsman Soroti Kasus Kepala Bayi Putus Saat Persalinan, Pekan Ini Polisi Minta Keterangan Ahli

Satreskrim Polresta Banjarmasin telah mengagendakan beberapa ahli untuk memberikan keterangan.

Banjarmasinpost/Rifki Soelaiman
Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin Kompol Thomas Afrian, Kamis (25/4/2024) menjelaskan terkait kasus dugaan malapraktik terjadi di rumah sakit milik pemerintah di Kota Banjarmasin. Kepala bayi yang dilahirkan putus saat prosesi persalinan berlangsung. 


BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Satreskrim Polresta Banjarmasin sudah mengantongi keterangan dari 14 orang terkait dengan kasus dugaan malapraktik di RSUD Ulin Banjarmasin atas insiden kepala bayi putus dan tertinggal di rahim ibunya saat proses persalinan berlangsung.

Dipaparkan oleh Kasatreskrim Polresta Banjarmasin, Kompol Thomas Afrian, 14 orang yang dimintai keterangan itu terdiri dari empat orang pihak pelapor dan 10 orang dari pihak terlapor.

Namun begitu kata Thomas, sampai saat ini kepolisian masih belum menetapkan adanya tersanga atas insiden tersebut.

“Kami pastikan akan terus melakukan pengumpulan bukti-bukti dan keterangan berbagai pihak guna merampungkan kasus ini,” katanya, Senin (29/4/2024).

Untuk membantu penyelidikan, Satreskrim Polresta Banjarmasin telah mengagendakan beberapa ahli untuk memberikan keterangan.

"Kami jadwalkan di pekan ini," bebernya.

Melalui pemberitaan sebelumnya, Satreskrim Polresta Banjarmasin telah menerima laporan terkait dugaan malapraktik di rumah sakit umum milik pemerintah pada Jumat kemarin.

Dugaan malapraktik itu dilaporkan oleh MS (38), warga Kelurahan Basirih, Kecamatan Banjarmasin Selatan yang mengaku bahwa saat menjalani persalinan di RSUD Ulin, menyebabkan kepala bayinya putus.

Dugaan malapraktik persalinan anak di RSUD Ulin Banjarmasin yang terjadi belum lama ini, turut menjadi sorotan Ombudsman.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan, Hadi Rahman mengatakan, pihak rumah sakit perlu melakukan pendekatan dan penjelasan kepada pasien mengenai kondisi yang terjadi.
Hal itu supaya pasien bisa memperoleh informasi yang jelas sesuai haknya.

“Pihak rumah sakit juga perlu segera melakukan evaluasi secara internal terkait peristiwa tersebut,” katanya, Senin (29/4/2024).

Dalam konteks pelayanan publik, Hadi membeberkan, ada beberapa norma yang bisa menjadi rujukan.

Pertama, sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan publik mencakup sekurang-kurangnya 6 hal, antara lain pengelolaan informasi, penyuluhan kepada masyarakat, pelayanan konsultasi.

Penyelenggara wajib bertanggungjawab atas pelaksanaan hal-hal tersebut.

“Artinya harus ada komunikasi yang baik antara pihak rumah sakit dengan masyarakat atau pengguna layanan kesehatan terkait jasa layanan yang diberikan rumah sakit,” jelasnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved