Opini

Ironi Vonis Bebas

SEMAKIN ke bawah, hukum semakin tajam, semakin ke atas, hukum semakin tumpul”. Kalimat ini menggambarkan bawah pada tingkat bawah hukum akan tajam

Editor: Edi Nugroho
Foto Ist
Joko Riyanto, Koordinator Riset Pusat Kajian dan Penelitian Kebangsaan (Puskalitba) Solo 

Oleh : Joko Riyanto
Koordinator Riset Pusat Kajian dan Penelitian Kebangsaan (Puskalitba) Solo

“SEMAKIN ke bawah, hukum semakin tajam, semakin ke atas, hukum semakin tumpul”. Kalimat ini menggambarkan bawah pada tingkat bawah hukum akan tajam menghujam orang lemah (miskin), sedangkan pada saat hukum di atas akan tumpul pada orang yang berkuasa.

Hal tesebut terbukti dengan kasus penganiayaan yang menewaskan seorang perempuan Dini Sera Afriyanti.

Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonis bebas Ronald yang merupakan anak dari Anggota DPR RI partai PKB, Edward Tannur, dengan alasan dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban.

“Kematian Dini bukan karena luka dalam pada hatinya, tetapi karena ada penyakit lain disebabkan minum minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini,” ujar ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik dalam sidang putusan, 24 Juli 2024 lalu.

Baca juga: Pelajaran dari Niki Sejahtera

Baca juga: Segera Tingalkan Kursi DPRD Kotabaru, Pria Ini Berencana Kembangkan Kepiting Kualitas Ekspor

Vonis bebas ini sungguh sangat ironis. Sebab, vonis bebas tersebut telah mengabaikan fakta-fakta dan bukti yang dihadirkan di depan persidangan, ketiga hakim juga mengesampingkan niat jahat (mens rea) dari Ronald terkait tewasnya Dini yang didahului dengan unsur perbuatan (actus reus), yakni perbuatan melindas dengan mobil dan menampar korban.

Namun, hakim telah hilang akal dan nuraninya sehingga gelap dalam melihat suatu keadilan. Diskriminasi hukum begitu kentara, Ronald Tannur sebagai anak mantan pejabat divonis bebas sementara warga biasa yang kadang sudah ditipu, dituduh mencuri langsung dihukum.

Hukum untuk rakyat sangat berbeda jauh dari yang dikenakan untuk pejabat, anak, atau kerabat pejabat.

Vonis bebas Ronald Tannur menambah fakta empiris betapa para penegak hukum terus saja “mempermainkan hukum” dalam menegakkan prinsip-prinsip keadilan.

Ujung penegakan hukum (law enforcement) adalah hakim dan memang betul hakim bekerja berakar pada peraturan dalam bergerak, namun sisi lain hakim juga bergerak berdasarkan perilaku.

Karena hakim berakar pada perilaku, maka dalam melakukan pekerjaan tidak sekedar berpijak pada peraturan, melainkan juga berdasarkan perilaku yang melakukan pendekatan sudut disiplin ilmu lainnya seperti sosiologi, psikologi, ekonomi dan antropologi.

Filsuf hukum dari Jerman Gustav Radbruch mengajarkan konsep tiga ide unsur dasar hukum. Ketiga konsep dasar tersebut dikemukakannya pada era Perang Dunia II. Menurut dia, tujuan hukum adalah kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.

Faktanya memang tidak mudah hukum itu bisa diterapkan dalam tiga tujuannya sekaligus. Sering kali antara kepastian hukum berbenturan dengan keadilan, kepastian hukum dengan kemanfaatan, dan benturan antara keadilan dengan kepastian hukum.

Banyak teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil, semua menegaskan bahwa keadilan harus diagungkan. Keadilan harus dinomorsatukan, dan keadilan harus di atas segala-galanya untuk selalu diperjuangkan oleh setiap manusia.

Itulah keadilan yang seharusnya selalu diperjuangkan. Bila dikaitkan antara teori hukum di atas dengan kasus penganiayaan Diini Sera yang berujung kematian oleh Ronald Tannur, maka keadilan hukum yang ditempuh oleh penegak hukum semestinya memvonis berat Ronald Tannur.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Akhir Bahagia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved