Nasional
Bukan Soal BBM Ilegal, Polda NTT Beberkan Alasan Pecat Ipda Rudy Soik: Ada Tujuh Laporan Polisi
Polda NTT menjelaskan kasus pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat Ipda Rudy Soik tidak ada hubungannya dengan mafia BBM
BANJARMASINPOST.CO.ID - Pihak Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) memberikan respon terkait pemecatan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Rudy Soik.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT Komisaris Besar Polisi Ariasandy, mengatakan, kasus pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat Rudy Soik tidak ada hubungannya dengan mafia bahan bakar minyak (BBM) di Kota Kupang.
Hal tersebut disampaikan Ariasand, dalam konferensi pers di loby Humas Polda NTT, Minggu (13/10/2024).
"Pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) yang dilakukan terhadap Ipda Rudy Soik tidak ada kaitannya dengan Mafia BBM."
"Ini terkait dengan tujuh laporan polisi yang masuk ke Bidang Propam Polda NTT dalam kurun waktu dua bulan terakhir yang diproses oleh Bidang Propam Polda NTT," ungkap Ariasandy.
Selama ini, lanjut Ariasandy, tidak ada kejadian atau peristiwa kelangkaan BBM di Kota Kupang dan ini sesuai juga pernyataan Pertamina.
"Dan juga sama sekali tidak adanya laporan dari masyarakat tentang kelangkaan BBM ke Polda NTT maupun Polresta Kupang Kota, sehingga yang patut dipertanyakan dasar dari proses penyelidikan tersebut," kata dia.
Ariasandy membeberkan, tujuh laporan terhadap Ipda Rudy Soik tersebut diawali dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Paminal Polda NTT terhadap Ipda Rudy Soik bersama tiga anggota Polri lainnya yakni AKP Yohanes Suhardi (YS), Ipda Lusiana Lado (LL) dan Brigpol Jean E.
Baca juga: Kronologi Versi Ipda Rudy Soik, Perwira yang Dipecat Diduga karena Ungkap Mafia BBM
Baca juga: Perkara Celana Anak, YI Ngamuk dan Hajar Istrinya Hingga Babak Belur, ini Keterangan Polisi
Saat OTT pada 25 Juni 2024, mereka bersama Reke (JER) yang berstatus istri orang di sebuah tempat hiburan. Padahal, saat itu jam dinas berlangsung.
Dari OTT tersebut anggota Paminal Polda NTT membuat laporan polisi dengan nomor LP-A/49/VI/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 27 Juni 2024.
Berdasarkan laporan tersebut dilakukan serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan.
"Atas pelanggaran tersebut, Ipda Rudy Soik mendapat sanksi penempatan pada tempat khusus selama 14 hari dan mutasi bersifat demosi selama tiga tahun keluar wilayah Polda NTT," ujar dia.
Menurut Ariasandy, putusan ini berdasarkan Sidang Kode Etik Profesi Polri Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.
Sanksi demosi selama tiga tahun tersebut diputuskan karena sebelumnya Ipda Rudy Soik pernah melakukan pelanggaran dan menjalani empat kali sidang disiplin dan kode etik pada tahun 2015 dan 2017.
Atas putusan tersebut, Ipda Rudy Soik mengajukan banding sehingga dia tidak melaksanakan sanksi tersebut.
Dari proses sidang banding, diputuskan Komisi Banding dengan hasil putusan sidang Banding Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/06/X/2024/Kom Banding, tanggal 9 Oktober 2024.
Isinya, menjatuhkan sanksi dari putusan Komisi Kode Etik Polri menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama lima tahun terhadap putusan Sidang KKEP Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.
Dan hal-hal yang memberatkan adalah berbelit-belit dalam memberikan keterangan saat persidangan.
"Pada saat perbuatan terjadi dilakukan secara sadar dan menyadari merupakan norma larangan yang ada pada aturan kode Etik Polri," tegasnya.
Selain itu, lanjut Ariasandy, Rudy pernah melakukan pelanggaran disiplin Polri yang telah mempunyai Skep hukuman disiplin yaitu tahun 2015.
Ia melakukan pelanggaran disiplin Polri berupa penyalahgunaan wewenang serta memfitnah atasan sesuai laporan polisi Nomor: LP/17/II/2015/Yanduan, tanggal 9–2-2015, dengan sanksi teguran tertulis.
Pada tahun 2015 juga, Rudi Soik melakukan penganiayaan dan diproses secara disiplin sesuai laporan polisi Nlnomor: LP/23/II/2015/Yanduan, tanggal 17–2-2015, dengan sanksi disiplin berupa teguran tertulis dan juga diproses secara Pidana Umum dengan putusan berupa pidana kurungan selama empat bulan penjara.
Kemudian, tahun 2017, ia melakukan pelanggaran disiplin berupa menurunkan citra Polri sesuai laporan polisi nomor: LP/23/II/2017/Yanduan, tanggal 24–2-2017, dengan sanksi disiplin berupa tunda pendidikan selama satu tahun.
Proses hukum terhadap Rudy kembali dilakukan oleh Bidpropam Polda NTT dengan adanya laporan tentang kasus fitnah atau pencemaran nama baik yang dilakukan terhadap salah seorang anggota Paminal Polda NTT.
Laporan tersebut tertuang dalam Laporan Polisi Nomor: LPA/50/VI/HUK.12.10./2024/Provos tanggal 27 Juni 2024.
Dari kasus fitnah dan pencemaran nama baik tersebut Rudy menjalani sidang disiplin.
Hasil putusan sidang dengan keputusan hukuman disiplin nomor: KEP/02/VIII/2024 tanggal 29 Agustus 2024 dengan sanksi teguran tertulis, penundaan mengikuti pendidikan paling lama satu tahun dan pembebasan dari jabatan selama satu tahun.
Kasus selanjutnya yang dilakukan oleh Rudy yakni meninggalkan tempat tugas keluar wilayah hukum Polda NTT tanpa izin dari pimpinan atau atasan yang berwenang.
Dari hasil verifikasi dan investigasi yang dilakukan anggota Propam Polda NTT terhadap laporan tersebut, Rudy benar meninggalkan tempat tugas keluar wilayah hukum Polda NTT, sehingga dibuatkan laporan polisi dengan nomor: LPA/55/VII/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 7 Juli 2024.
Pelanggaran yang dilakukan Rudy tersebut telah diproses dalam sidang disiplin dengan utusan hukuman disiplin nomor: KEP/03/IX/2024 tanggal 11 September 2024 dengan sanksi teguran tertulis dan penempatan pada tempat khusus selama 14 hari.
Untuk kasus selanjutnya yang dilakukan Rudy berdasarkan laporan polisi nomor: LP-A/66/VIII/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 7 Agustus 2024. Rudy tidak melaksanakan tugas atau mangkir dari dinas selama tiga hari secara berturut-turut.
Dalam kasus tersebut dia dijatuhi sanksi teguran tertulis berdasarkan keputusan sidang disiplin nomor: KEP/04/IX/2024 tanggal 18 September 2024 dengan sanksi teguran tertulis.
Laporan polisi terakhir yang diproses Bidang Propam Polda NTT adalah penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh Rudy sesuai laporan polisi nomor. LP-A/73/VIII/HUK.12.10./2024/Yanduan, tanggal 16 Agustus 2024.
Baca juga: Ipda Rudy Soik yang Berjuang Mengungkap Mafia BBM Malah Dipecat
Laporan tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan informasi khusus nomor : R/52/VII/2024 tanggal 11 Juli 2024 terkait hal-hal yang merugikan institusi Polri dalam proses penegakan hukum berupa pemasangan garis polisi di lokasi yang tidak terdapat atau terjadi sebuah tindak pidana saat melakukan penyelidikan.
Adapun yang dilakukan Rudy, yakni dengan perbuatannya pada saat melakukan penyelidikan dugaan penyalahgunaan BBM melakukan pemasangan garis polisi di dua lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar.
Padahal, kata Ariasandy, di lokasi tersebut tidak ada kejadian tindak pidana dan barang bukti serta dalam proses penyelidikan tersebut juga Rudy tidak dapat menunjukkan administrasi penyelidikan sesuai dengan standar operasional prosedur penyelidikan.
Dari Info khusus tersebut, kemudian dilakukan audit investigasi tanggal 17 Juli 2024 dan gelar perkara tanggal 14 Agustus 2024 yang diputuskan untuk dilanjutkan kasusnya ke tahap pemeriksaan pendahuluan dan membuat laporan polisi tanggal 16 Agustus 2024.
Kasus tersebut kemudian telah disidangkan selama dua hari pada tanggal 10 Oktober dan 11 Oktober 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dan pembacaan tuntutan dan putusan yang berkaitan dengan kasus tersebut.
Saksi-saksi yang telah diperiksa dalam proses persidangan yakni Ahmad Anshar, Algajali Munandar, AKP Yohanes Suhardi, Ipda Andi Gunawan, Aipda Ardian Kana, Bripka Jemi O Tefbana, Briptu Dewa Alif Ardika dan Kombes Pol Aldinan Manurung.
Dari hasil pemeriksaan saksi-saksi dan barang bukti yang diajukan dipersidangan pada intinya diakui atau dibenarkan terduga Rudy sebagai pelanggar maupun kuasa hukumnya.
Baca juga: Pemecatan Ipda Rudy Soik, Kabid Humas Polda NTT Buka Suara
"Rudy maupun kuasa hukumnya juga tidak mengajukan bukti atau pembelaan selain hanya meminta maaf dan mengakui adanya perbuatan yang merugikan institusi Polri," ungkap dia.
Selain itu, selama pemeriksaan sidang berlangsung, Rudy tidak kooperatif. Bahkan dia keluar dari ruangan sidang saat pembacaan tuntutan dan tidak bersedia mendengarkan tuntutan dan putusan.
Rudy, sebut dia, telah melakukan perbuatan pelanggaran kode etik profesi Polri berupa melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar operasional prosedur.
Kemudian, ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan memasang garis polisi pada drum dan jeriken yang kosong di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar beralamat di Kelurahan Alak dan Fatukoa, Kota Kupang.
"Tempat dilakukan pemasangan garis polisi tidak terdapat barang bukti dan bukan merupakan peristiwa tindak pidana dan dalam tindakan tersebut tidak didukung dengan administrasi penyelidikan," ujar dia.
Tindakan Rudy melanggar kode etik profesi Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (1), dan Pasal 14 Ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan/atau Pasal 5 Ayat (1) b, c dan Pasal 10 Ayat (1) huruf a angka 1, dan huruf d Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
Baca juga: Dimutasi usai Kasus Karaoke Saat Jam Dinas, Ipda Rudy Soik Klaim Selidiki Kasus BBM Ilegal
Dalam proses sidang tersebut tidak ada fakta yang meringankan. Hanya ada fakta yang memberatkan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sidang Kode Etik dan penilaian terhadap seluruh fakta yang terungkap dalam persidangan, Komisi Kode Etik Polri menyatakan Ipda Rudy Soik bersalah.
Ia dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela dan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari dinas Polri.
Pembelaan Rudy
Inspektur Polisi Dua Rudy Soik, mantan Kepala Urusan Pembinaan Operasi (KBO) Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kupang Kota, menolak keputusan tersebut dan berencana untuk mengajukan banding serta peninjauan kembali.
Dalam wawancaranya dengan Kompas.com pada Minggu (13/10/2024), Rudy menjelaskan kronologi pengungkapan mafia BBM di Kota Kupang.
Rudy mengungkapkan, pada 15 Juni 2024, ia bersama tim melakukan operasi penertiban terkait penyalahgunaan BBM bersubsidi di wilayah Kota Kupang.
"Dalam operasi ini, kami menemukan Ahmad yang sedang melakukan pembelian minyak solar subsidi menggunakan barcode nelayan yang tidak sah atas nama Law Agwan," ujar dia.
Saat akan ditangkap, Ahmad berusaha menyuap petugas dengan uang sebesar Rp 4 juta, tetapi upaya tersebut gagal. Minyak yang dibeli Ahmad kemudian ditampung di rumahnya.
Setelah pengecekan, polisi mendapati minyak solar yang ditimbun sudah tidak ada lagi di lokasi.
"Hasil investigasi juga menunjukkan bahwa Ahmad tidak terdaftar di Dinas Perikanan sebagai penerima rekomendasi barcode nelayan," tambah Rudy.
Selama interogasi, Ahmad mengaku telah mengirim minyak tersebut kepada Algajali.
Berdasarkan pengakuan ini, polisi melanjutkan penyelidikan ke tempat penimbunan milik Algajali.
Di lokasi tersebut, Algajali mengeklaim telah menyetorkan uang sebesar Rp 15 juta kepada Kanit Tipidter dan mengaku bekerja sama dengan Krimsus Polda NTT.
Namun, minyak yang dicari juga tidak ditemukan di tempat itu.
Proses sidang kode etik
Rudy menjelaskan, pada 28 Juni 2024, penyelidikan dilanjutkan untuk mencari tahu ke mana minyak yang ditimbun oleh Ahmad dan Algajali dijual.
Diketahui, Ahmad adalah residivis dengan modus yang sama, menjual minyak ke perbatasan Timor Leste.
"Ahmad menggunakan mobil tangki industri untuk mengangkut minyak tersebut ke wilayah perbatasan," ungkap Rudy.
Rudy menegaskan, semua kegiatan penyelidikan dilakukan atas perintah Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota dan Kasat Reskrim.
Namun, ia terkejut ketika dianggap melanggar kode etik, yang berujung pada pemecatannya. "Keputusan PTDH ini bagi saya sesuatu yang menjijikan," tegas Rudy.
Rudy menjelaskan, sidang kode etik digelar pada Jumat (11/10/2024), dan ia tidak hadir karena merasa tertekan.
"Saya tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan rangkaian penyelidikan kasus mafia BBM yang berujung pada pemasangan garis polisi," tutur dia.
Berita ini sudah tayang di Kompas.com
| Niat Bantu Adik Kandung Lolos Jadi Polisi, Pria Di Pamengkasan Malah Kehilangan Rp 500 Juta |
|
|---|
| Tergiur 'Kuota Kapolri', Dwi Setor Rp2,6 M tapi Dapati Anak Tetap Tak Lulus Akpol: Kini Lapor Polisi |
|
|---|
| Jadwal Pelaksanaan Program Magang Nasional 2025, Pendaftaran Ditutup 2 Hari Lagi |
|
|---|
| Tahapan Daftar Program Magang Nasional 2025, Pendaftaran hingga 14 Oktober 2025 |
|
|---|
| Ulah Polisi Brigadir IR Ambil Uang Rp 6,4 Juta dari Tabungan Pengedar Narkoba, Tarik via ATM |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/Polda-NTT-soal-pemecatan-Ipda-Rudy-Soik.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.