Erna Lisa Halaby
Meningkatkan IPM Melalui Pendidikan Berkualitas Untuk Semua
Cita-cita para pendiri bangsa, founding fathers sejak awal membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tertuang dalam pembukaan Undang-Undang
Oleh: Hj. Erna Lisa Halaby (Ketua Yayasan Abdul Aziz Halaby)
Cita-cita para pendiri bangsa, founding fathers sejak awal membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pembangunan sektor pendidikan (character building).
Tujuan bernegara ini dapat dibaca dalam pembukaan UUD 45 berbunyi “kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”.
Namun demikian, permasalahan terkini yang kita hadapi adalah ketimpangan akses terhadap pendidikan oleh berbagai kelompok pendapatan. Kelompok berpendapatan menengah atas mampu mengakses pendidikan berkualitas secara lebih baik. Sebaliknya dengan penduduk berpendapatan rendah atau miskin tidak memiliki akses terhadap pendidikan berkualitas.
Baca juga: Rektor ULM Singgung Calon Menteri Asal Kalsel di Kabinet Presiden Terpilih Prabowo Subianto
Baca juga: Sulap Ampas Kopi Jadi Sabun Mandi, Pria Asal Banjarmasin Ungkap Awal Mulanya Bikin Inovasi
Secara lebih ekstrim, dalam konteks nasional, dapat diamati pada jumlah anak putus sekolah yang meningkat sejak tahun 2022, yaitu naik menjadi 1,38 persen pada tahun 2022. Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya rendahnya minat anak untuk bersekolah, adanya permasalahan internal keluarga dan faktor ekonomi.
Hal ini tercermin pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa penyebab utama tingginya angka putus sekolah adalah permasalahan ekonomi sebesar 76%. Dimana 67?ri total anak putus sekolah karena alasan ekonomi, yaitu putus sekolah karena tidak mampu membayar biaya sekolah dan sisanya 8,7% karena harus mencari nafkah.
Lemahnya akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap pendidikan berkualitas membuat lambannya pencapaian program-program penanggulangan kemiskinan itu sendiri. Hal ini dilatarbelakangi oleh karena modal utama penduduk miskin adalah modal manusianya yang bekaitan dengan akalnya dan pisiknya sebagai karunia Allah SWT.
Secara khusus, fenomena yang dihadapi oleh Kota Banjarbaru adalah tingginya ketimpangan antar pendapatan per kapita yang berdampak secara langsung terhadap ketimpangan akses terhadap pendidikan. Hal ini dapat diamati pada gini ratio yang mencerminkan ketimpangan antar pendapatan per kapita. Dimana gini ratio 1 berarti ketimpangan sempurna dan nilai 0 berarti tidak ada ketimpangan.
Data gini ratio Kota Banjarbaru hingga tahun 2022 merupakan yang tertinggi di Kalsel. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan gini ratio Kota Banjarmasin yang hanya 0,330. Meskipun demikian pada tahun 2023, gini ratio Kota Banjarbaru turun menjadi 0,321 lebih rendah dari gini ratio Kota Banjarmasin.
Namun demikian, jika diamati kecenderungannya dalam dua dekade terakhir, gini ratio Kota Banjarbaru terendah tahun 2004 hanya 0,260 kemudian mengalami kenaikan hingga gini ratio tertinggi sebesar 0,365 dalam dua dekade terakhir. Bahkan gini ratio Kota Banjarbaru lebih tinggi dibandingkan dengan gini ratio Provinsi Kalsel yang hanya 0,313 tahun 2023.
Singkatnya, gini ratio Kota Banjarbaru merupakan yang tertinggi nomor dua se-Kalsel yang menunjukkan bahwa ketimpangan antar pendapatan per kapita di Kota Banjarbaru nomor dua tertinggi di Kalsel. Hal ini berdampak pada perbedaan akses terhadap pendidikan. Akibatnya terjadi ketimpangan kualitas SDM antar kelompok berpendapatan tinggi dengan rendah.
Sehingga perlu rancang bangun program perbaikan akses kelompok masyarakat miskin Kota Banjarbaru terhadap pendidikan melalui program pendidikan untuk semua. Hal ini diharapkan berdampak pada perbaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Banjarbaru. Saat ini, dalam posisi sebagai ibu kota Provinsi Kalsel, IPM Kota Banjarbaru merupakan yang tertinggi di Kalsel.
Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2010 IPM Kota Banjarbaru sebesar 75,49 meningkat menjadi 80,84 tahun 2022 dan 81,25 tahun 2023. Hal ini, salah satunya disebabakan oleh posisi Kota Banjarbaru sebagai destinasi pendidikan utama di Kalsel dan bahkan Pulau Kalimantan dengan keberadaan Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
IPM Kota Banjar baru termasuk dalam kategori sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan Kota Banjarmasin. Tingginya IPM Kota Banjabaru disebabkan oleh perbaikan pada tiga dimensi sekaligus, yaitu dimensi umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak.
Sebagai contoh, pada dimensi umur panjang dan hidup sehat, bayi yang lahir pada tahun 2023 di Kota Banjarbaru memiliki angka harapan hidup 74,90 tahun, meningkat 0,26 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun 2022. Demikian juga untuk dimensi pengetahuan, harapan lama sekolah (HLS) penduduk umur 7 tahun di Kota Banjarbaru meningkat dari 14,83 tahun menjadi 14,85 tahun.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.