Fikrah

Penyakit Hati, Ini Obatnya

Penyakit hati (jiwa) sering tidak dirasakan oleh si penderita, padahal kalau sudah menimpanya sangat mengganggu stabilitas kehidupannya

Editor: Hari Widodo
istimewa
KH Husin Nafarin LC Ketua MUI Kalsel 

Oleh: KH Husin Naparin Lc MA Ketua MUI Provinsi Kalsel

BANJARMASINPOST.CO.ID - Penyakit hati (jiwa) sering tidak dirasakan oleh si penderita, padahal kalau sudah menimpanya sangat mengganggu stabilitas kehidupannya, sehingga ia pun berusaha mencari obat kemana-mana, namun sulit sekali dimana ditemukan obatnya itu.

 Lucunya lagi orang-orang zaman sekarang mencari obat hati (jiwa) adalah dengan cara menghibur diri pergi ke gunung, ke pantai-pantai, ke luar negeri, seakan obat itu akan di dapat.

Lebih menyedihkan lagi sesaat sampai ke rumah justru hati itu semakin berontak dan kegelisahan semakin menjadi-jadi, materi telah sirna tapi hati itu tak kunjung tenang.

Sayyid Abu Bakar dalam “Kifayat al-Atqiya wa Minhaj al-Ashfiya” mengungkapkan bahwa obat hati itu ada lima yaitu: membaca Al-Qur’an dengan merenungi maka kandungannya, mengosongkan perut, mendirikan salat malam, berdoa di waktu sahur dan duduk bersama orang-orang saleh terhormat.

Diceritakan pada suatu hari datanglah seseorang kepada sahabat Rasulullah bernama Ibnu Mas’ud r.a. meminta nasihat, katanya: “Wahai Ibnu Mas’ud berilah nasehat yang dapat aku jadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah.

Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tenteram, jiwaku gelisah dan fikiranku kusut; makan tak enak, tidurpun tak nyenyak.” 

Maka Ibnu Mas’ud menasihatinya, katanya: “kalau penyakit itu yang menimpamu maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ke tempat orang membaca Al-Qur’an, engkau baca Al-Qur’an atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya; atau engkau pergi ke majelis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah SWT; atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, disana engkau berkhalwat menyembah Allah SWT, umpama di waktu tengah malam buta, disaat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan salat malam, meminta dan memohon kepada Allah SWT ketenangan jiwa, ketenteraman fikiran dan kemurnian hati.

Seandainya jiwamu belum juga terobati dengan cara ini, engkau minta kepada Allah SWT agar diberiNya hati yang lain. Sebab hati yang kamu pakai itu bukan lagi hatimu.” Setelah orang itu kembali ke rumahnya, diamalkanlah nasehat Ibnu Mas’ud r.a. itu. Dia pergi mengambil wudhu kemudian diambilnya Al-Qur’an, terus dia baca dengan hati yang khusyuk.

Selesai membaca Al-Qur’an, berubahlah kembali jiwanya, menjadi jiwa yang tenang dan tenteram, fikirannya jernih, kegelisahannya hilang sama sekali.

Penulis teringat, dulu pernah menemukan catatan yang tercecer di acara MTQ di Palangkaraya Kalimantan Tengah; dimana kafilah Kalimantan Selatan waktu itu ditempatkan di Kantor Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Kalimantan Tengah.

Ruangan perkantoran disulap menjadi kamar tidur dan aula pertemuan berubah menjadi ruang makan.

Pada suatu kali diwaktu makan mata saya tertuju ke sebuah pigura sederhana yang tergantung di salah satu dinding aula bercat putih yang polos itu.

 Ternyata pada pigura tersebut terdapat satu untaian hikmah yang menarik berisikan : obat hati dan penghapus dosa. Lebih menarik lagi untaian hikmah tersebut disusun oleh Bapak H. Romzah, MSc Kepala Kantor Balitbangda pada masa itu.

Untaian hikmah itu berbunyi  “Ambil akar pohon kefakiran dan akar pohon TAWADHU (kerendahan hati), taruhlah kedua akar ini kedalam keranjang TAUBAT, tumbuklah dengan menggunakan lesung RIDHA lalu haluskan dengan serut QONA’AH (kepuasan hati), masukkan kedalam kendi TAQWA, campurkan air HAYA (rasa malu), didihkan dengan api MAHABBAH (rasa cinta), dinginkan dengan angin ROJA (pengharapan), minumlah dengan menggunakan sendok HAMDALAH, jika anda dapat melakukan semua ini niscaya akan selamat dari penyakit dunia dan akhirat.

Mungkin itulah sebagian dari obat hati yang akan menenangkan jiwa, ia tak bisa dibeli dan diganti dengan materi, biarpun mencari ke ujung dunia, ia akan hadir manakala si pemilik hati senantiasa mendekatkan diri (taqarrub) pada sang Pencipta Hati yang mampu membolak-balikkan hati makhluk-Nya.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved