Fikrah

Pentingnya Menjaga Akhlak Mulia

Menyongsong 80 tahun Kemerdekaan RI saatnya semua mengubah pola pikir, tingkah laku, dan pola kehidupan kearah yang menuntun kepada Allah dan Rasul

Editor: Hari Widodo
istimewa
KH Husin Nafarin LC Ketua MUI Kalsel 

Oleh: KH Husin Naparin Lc MA Ketua MUI Provinsi Kalsel

BANJARMASINPOST.CO.ID- AHAD tanggal 17 Agustus 2025, bangsa Indonesia akan merayakan 80 tahun kemerdekaannya. Ini merupakan sebuah karunia besar yang patut disyukuri, jangan sampai kemerdekaan ini membuat terlena dan lupa untuk bersyukur kepada Allah SWT.

Kemerdekaan bukan hanya sekadar kenang mengenang, namun banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi.

Realita kehidupan terus berubah dan berkembang secara dramatis tanpa terkendali, hampir di seluruh aspek kehidupan tampak hilang nilai keberagamaannya.

Semua dapat menyaksikan moral bangsa saat ini sedemikian rusak parah. Bagaimana tidak, hampir seluruh media menyuguhkan pemberitaan negatif, menanyangkan manuver-manuver politikus yang saling menjatuhkan, berita korupsi yang tak henti-hentinya, berita pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seakan-akan negeri ini hanya diisi dengan kejahatan.

Tontonan lebih banyak daripada tuntunan, tak hanya televisi, tapi juga media cetak, media sosial juga punya rasa yang sama. Bukan ini yang dibutuhkan, bukan kerisauan yang disuguhkan dalam kehidupan saat ini.

Oh Indonesiaku, saat ini perekonomian semakin sulit seakan lilit melilit akibat hilangnya kejujuran, hukum bisa diatur akibatnya hilangnya rasa keadilan.

Perkembangan teknologi informasi juga bagaikan tsunami yang seakan mampu mengontrol setiap individu untuk diarahkan kemana saja. Ilmu apa saja seakan berserakan tanpa nilai karena si pemilik tak bermoral. 

Begitulah zaman sekarang, pendidikan tinggi tidak menjamin orang akan punya pekerti dan nurani, seakan barang langka yang sulit didapatkan.

Oh Indonesiaku, rasa kemanusiaan di negeri ini seakan terus rusak meskipun manusianya banyak, kepedulian hilang yang tampak hanyalah kepentingan pribadi.

Ditambah moral generasi muda atau akhlak mereka nyaris tak tersentuh oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaanya. Nasehat pun bertekuk lutut tak berdaya menghadapi anak yang jauh dari agama.

Saat ini agama seakan hanya sebatas identitas dan mengamalkannya terasa malas. Celakanya lagi, ibadah terburu-buru seakan tak ada waktu, wirid dan doa diabaikan tanpa khawatir Allah juga bisa mengabaikan.

Imam Fakhrurrazi dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib dengan memuat sebuah Atsar Sahabi tentang rusaknya masyarakat dan umat muncul lewat orang-orang tertentu.

Beliau mengatakan: Dunia adalah kebun yang dihiasi dengan lima tanaman, yaitu: 1) ilmunya para ulama dan cerdik cendekia; 2) keadilan para pejabat dan penguasa; 3) doa dan ibadahnya ahli ibadah; 4) amanahnya para pedagang dan pemegang kendali ekonomi; dan 5) disiplinnya para pekerja, petugas dan karyawan.

Kemudian datanglah Iblis membawa lima bendera, yaitu bendera dengki ditancapkan di kalangan para ulama/cerdik cendekia; bendera dzalim di kalangan pejabat/penguasa; bendera ria di kalangan ahli ibadah; bendera khianat di kalangan para ahli/pemegang ekonomi, dan bendera curang di kalangan petugas; akibatnya rusaklah tatanan kehidupan”.  

Atsar menunjukkan bahwa bangsa kita dan penghuninya memerlukan ilmu para cerdik cendekia dan petuah para ulama yang membawa umat kepada kebaikan dan kebenaran, bukan ilmu dan petuah yang justru menyesatkan.

Memerlukan keadilan para pejabat dan penguasa, bukan pejabat dan penguasa yang lihai mengambil kesempatan. Selain itu memerlukan ikhlasnya ibadah (doa) para pengabdi, bukan ibadah yang diliput pura-pura dan dililit ketidak-seriusan.

Bangsa kita juga memerlukan kejujuran para pengusaha dalam berusaha untuk memudahkan gerak ekonomi sehingga memudahkan kehidupan masyarakat, bukan pengusaha yang tamak dan serakah yang hanya mengambil keuntungan pribadi dikala bangsa dalam kesempitan.

Kita memerlukan kedisiplinan para petugas dan pekerja yang setia mengemban tugas dan tanggung-jawab, bukan petugas dan pekerja setengah hati, terlebih lagi menjilat.

Menyongsong 80 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, saatnya semua sadar untuk mengubah pola pikir, tingkah laku, dan pola kehidupan kearah yang menuntun kepada Allah dan Rasul-Nya.

Jauhkan penghambaan-penghambaan selain Allah, tinggalkan penghambaan kepada harta/pangkat jabatan dan apapun yang melalaikan kita.

Allah SWT berfirman, Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Jika sebuah negeri bertaqwa dengan keimanannya yang kokoh, maka keberkahan atas negeri itu akan selalu Allah limpahkan, jika sebuah negeri memiliki akhlak yang mulia, maka kejayaan atas negeri itu akan selalu terjaga. Namun jika iman sudah rusak, maka kemaksiatan akan merajalela, bila akhlak rusak maka binasalah bangsa kita.

Seorang sastrawan Mesir bernama Syauqi Bek mengatakan: ”Innamal umamul akhlaqu maa baqiyat, wa inhumu dzahabat akhlaquhum dzahabu”. Artinya: “Keberadaan suatu bangsa adalah dengan akhlaknya, bila akhlak hancur, maka sirnalah bangsa itu.”.

Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi bangsa kita, menjadi bangsa yang aman dan damai. Indonesiaku, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Renungan untuk TNI

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved