BANJARMASINPOST.CO.ID - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Selatan mulai reda seiring hujan beberapa hari terakhir. Petugas dan relawan pemadam pun dapat istirahat kendati tetap disiagakan.
Di sela istirahat, banyak cerita yang didapat dari mereka. Di antaranya dari personel Manggala Agni Kalimantan V/Banjar Dedi Kurniadi, yang pernah menginap hingga tiga malam saat melakukan pemadaman di lahan gambut.
“Alhamdulillah beberapa hari ini hujan, sehingga karhutla mulai berkurang,” kata Dedi, Jumat (20/10/2023).
Saat kebakaran sering terjadi, dia dan rekan-rekan harus berjuang memadamkan api yang nyaris setiap hari dari satu tempat ke tempat lain.
Baca juga: Hujan Guyur Kalsel, Heli Karhutla Tetap Siaga
Baca juga: Karhutla di Desa Lawahan Kabupaten Tapin, Tiga Kandang Ayam Turut Jadi Arang
Baca juga: Cegah Karhutla, Babinsa Kodim 1007 Banjarmasin Lakukan Patroli di Sungai Lulut
“Sehari bisa dua sampai tiga kali untuk kebakaran lahan gambut. Bahkan di wilayah Tahura kami padamkan karhutla sampai malam,” lanjut warga Martapura ini.
Dedi dan tim pun harus istirahat, tidur bahkan menginap di lapangan.
Ini juga mereka alami saat melakukan pemadaman di lahan gambut sekitar Bandara Syamsudin Noor di Banjarbaru.
“Kabut asap tebal menjadikan kami harus terus bekerja dan selalu siaga. Tiga hari baru ganti personil di lapangan,” kata Kepala Regu 4 Daops Manggala Agni Kalimantan V/Banjar ini.
Tabung oksigen juga jadi teman karena terlalu lama berkutat dengan kebakaran dan kabut asap tebal. Panas dan kabut asap tentunya berpengaruh terhadap kondisi badan.
“Kami istirahat dengan membangun tenda dilengkapi peralatan kesehatan,” kata Dedi.
Agar tidak terlalu terpapar asap dan dapat memulihkan stamina, sistem rolling diberlakukan. Jika ada anggota yang kelelahan, maka akan digantikan dengan anggota lainnya.
“Kami saling dukung tiap anggota dan bergantian bila ada yang lelah,” lanjutnya.
Baca juga: Terdampak Karhutla, Sebuah Rumah di Tanahbumbu Ludes Terbakar
Saling dukung terutama dilakukan di lokasi kebakaran. Soalnya api kerap mengancam jiwa. “Sangat bahaya kalau dikepung api saat kebakaran lahan ilalang atau semak belukar,” katanya.
Saat kebakaran, Dedi dan tim selalu memperhitungkan arah angin. Termasuk tofografinya, apakah lahan datar atau pegunungan.
Namun yang terpenting dalam proses pemadaman adalah harus mengetahui jalur evakuasi. “Jadi saat api berkobar, antisipasinya kami mundur dulu sementara, begitu api tenang kami serang lagi,” tegasnya. (Banjarmasinpost.co.id/Aprianto)