Tajuk

Pengampunan Hukuman dan Stabilitas

Editor: Hari Widodo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tajuk : Pengampunan Hukuman dan Stabilitas

BANJARMASINPOST.CO.ID-Setelah memanas dan publik seolah terbelah dalam sudut pandang kriminalisasi ataukah murni penegakan hukum, Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto kini bisa menghirup udara bebas. 

Ini setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan pertimbangan dan persetujuan atas dua surat Presiden Prabowo Subianto terkait pemberian abolisi terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong dan amnesti terhadap 1.116 terpidana, termasuk Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto.

Keputusan tersebut diambil dalam rapat konsultasi antara pemerintah dan DPR yang digelar Kamis (31/7/2025).

Berbagai analisis pun muncul. Ada yang berpandangan bahwa Tom Lembong hanyalah ikutan, karena sebenarnya yang diutamakan adalah Hasto, sebagai mantan sekjen PDIP. Tetapi ada juga yang berpandangan bahwa justru Tom Lembonglah yang dari awal akan dibebaskan, karena untuk memperbaiki citra dan persepsi publik. Sementara Hasto merupakan hasil negosiasi politik.

Entahlah, analisis bisa berbagai macam. Bahkan nitizen dalam komentar di sosmed pun sekarang bisa mendadak jadi pengamat politik kelas kakap. 

Tapi yang perlu dipahami dulu bahwa abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti terhadap Hasto sudah sesuai jalurnya. Dalam artian, Presiden Prabowo memang mempunyai kewenangan untuk memberikan pengampunan atau permaafan kepada mereka yang sedang terlibat kasus.

Nah dari unsur pemaafan inilah yang kemudian juga memantik beragam pendapat lagi. Bagi sebagian tokoh gerakan antikorupsi, amnesti dan abolisi merupakan campur tangan secara politik presiden terhadap kasus pidana. Padahal, pidana korupsi dinilai sebagai extra ordinary crime.

Pemerintah dan DPR seharusnya memikirkan cara pemberantasan korupsi yang efektif dan tegas, bukan justru mengampuni koruptor. 

Adapun, bila dari pihak Tom Lembong maupun Hasto merasa kasusnya sebagai bentuk kriminalisasi, berjuanglah sampai ke tingkat banding dan kasasi. Buktikan mereka tidak bersalah. 

Terlepas dari itu, ada juga yang cukup menarik dari pernyataan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas.

 Dia menyebut salah satu alasan dari pemberian pengampunan adalah untuk menjaga stabilitas nasional. Pemberian abolisi dan amnesti ini, kata dia, harus dilihat dari kepentingan yang lebih besar.

Tak ada penjelasan ‘stabilitas nasional’ seperti apa yang dimaksud Menkum, namun dari sini publik bisa paham bahwa gerakan maupun suara masyarakat terhadap kasus ini cukup nyaring dan ‘sedikit menganggu telinga’ pemerintah.

Kembali lagi kesejumlah analisis tadi, pemerintah telah menegaskan keputusan ini dilakukan dengan landasan hukum dan demi kemaslahatan bangsa.

 Kini harapannya, jangan sampai dua kasus ini justru jadi pintu masuk bagi koruptor-koruptor lain. Cukup sudah, jangan lagi ada pengampunan bagi koruptor dan tentu saja balik ke posisi awal kasus, jangan jadikan hukum sebagai alat politik untuk menghukum mereka yang berseberangan dengan penguasa, supaya tidak menganggu ‘stabilitas nasional’. (*)
 

 

 

 

Berita Terkini