Tajuk

Atasi Masalah dengan Masalah

Penulis: Achmad Maudhody
Editor: Hari Widodo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tajuk : Pemblokiran rekening

BANJARMASINPOST.CO.ID- POSTINGAN bernada satire terpampang di linimasa akun medsos seorang netizen. Dia menulis, arti kata “menabung” di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebaiknya direvisi. 

Dari yang berarti “menyimpan uang” diganti “simpanan uang yang harus dibelanjakan”. Karena, kalau cuma menabung lalu didiamkan (tidak ada transaksi), rekening banknya bisa diblokir PPATK.

Ya, saat ini masyarakat Indonesia kembali digaduhkan dan dibuat resah oleh kebijakan kontroversial pemerintah. PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menyatakan akan memblokir rekening bank yang dormant atau “nganggur”.

Kabarnya batasan waktu yang dijadikan patokan pemblokiran adalah tiga bulan rekening pasif. 

Langkah PPATK ini menambah kebijakan kontroversial di era Presiden Prabowo Subianto. Memberlakukan kebijakan atau melempar wacana yang membuat publik gaduh bahkan resah, lalu viral di medsos.

Belajar dari pengalaman, kebijakan kontroversial itu akan direvisi atau dibatalkan bila ada reaksi keras dari masyarakat, terutama netizen. Kabar terbaru, jutaan rekening yang sempat diblokir PPATK  pun sudah dibuka lagi.   

Terlepas dari itu, pemblokiran ala PPATK memang layak dikritisi. Meski didasari semangat melindungi nasabah dari tindak pidana pencucian uang (TPPU), judi online dan tindak pidana lain, kebijakan ini justru memunculkan berbagai persoalan serius.

Mulai dari kerancuan kewenangan, potensi pelanggaran hak sipil, hingga risiko penyalahgunaan kekuasaan negara atas aset warga. PPATK seakan berusaha mengatasi masalah dengan memunculkan masalah baru.

Memang rekening jenis ini rentan digunakan sebagai “tempat parkir” dana gelap atau pencucian uang karena rendahnya pengawasan pemilik.

Dalam konteks inilah, PPATK menyatakan niatnya untuk memblokir rekening-rekening semacam itu guna membersihkan sistem keuangan dari potensi dana ilegal. 

Tetapi, apakah kebijakan itu adil, konstitusional, dan proporsional karena terkesan menggeneralisasi bahkan mencurigai bahwa semua rekening pasif berpotensi kriminal? Pendekatan ini berbahaya dan tidak sejalan dengan prinsip praduga tak bersalah.

Pemblokiran rekening sudah memasuki ranah hak konstitusional warga negara atas kepemilikan harta. Karena itu pemblokiran tidak boleh hanya berdasar asumsi, tetapi lewat proses hukum yang transparan.

Selain itu, pemblokiran ala PPATK itu juga berpotensi menimbulkan keresahan di sektor perbankan. Nasabah bisa kehilangan kepercayaan pada sistem perbankan jika rekening mereka sewaktu-waktu bisa diblokir tanpa prosedur yang pasti.

Pemblokiran rekening dormant bukan sekadar perkara teknis, tetapi  menyangkut etika kekuasaan negara dalam mengelola data dan aset warganya. Negara sebaiknya tidak terburu-buru bertindak atas nama pencegahan, jika justru berpotensi merampas hak dasar rakyat. (*)
 

 

Berita Terkini