Berita kotabaru

Kisah Penunggu Mercusuar Gunung Belingkar Kotabaru

Menuju Mercusuar Gunung Balingkar tidaklah sulit. Lokasinya berada di Jalan Nelayan, Desa Hilir Muara, Kecamatan Pulaulaut Sigam

Editor: Ratino Taufik
Banjarmasinpost.co.id/Muhammad Tabri
LAMPU MERCUSUAR - Wira Setiawan di puncak Mercusuar Gunung Belingkar usai menyalakan lampu, Rabu (5/11) 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Meski tak secerah pada masanya, pancaran sinar dari lampu Mercusuar Gunung Balingkar di Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru, tetap terlihat. Di antara lampu-lampu bangunan yang kian gemerlap, nyala lampu rovolving rotation di menara suar setinggi 20 meter tetap memiliki arti tersendiri.

Sekarang, mungkin lampu dan bangunan tua ini cocoknya dijadikan situs sejarah, sebagai serpihan sisa-sisa peninggalan kolonial Belanda sekaligus saksi masa penjajahan.

Menuju Mercusuar Gunung Balingkar tidaklah sulit. Lokasinya berada di Jalan Nelayan, Desa Hilir Muara, Kecamatan Pulaulaut Sigam.

Untuk mencapai titik tertinggi di Gunung Balingkar, pengunjung harus menapaki jalan vaping menanjak dan cor semen yang kian tak terurus.

Namun setiba di puncak, pengunjung akan disambut dengan pemandangan yang memanjakan mata. Sebab dari puncak ini terlihat bentangan kawasan Kotabaru sebagai ibu kota kabupaten. Bentang selat dengan kapal-kapal yang labuh jangkar, hingga hilir mudik nelayan mengemudikan perahu jadi aktivitas yang selalu mewarnai.

“Banyak yang datang kesini untuk berburu sunset,” ujar Wira Setiawan, penjaga mercusuar, Rabu (5/11).

Dari penuturannya, menara lampu ini didirikan oleh kolonial Belanda pada 1911.

Baca juga: Live RCTI Malam Hari? Ini Jadwal Siaran Timnas U23 Indonesia vs Mali, Laga Uji Coba Jelas SEA Games

sebagai petunjuk arah bagi kapal. Kelap-kelip lampu yang bisa mencapai beberapa mil ini juga sebagai penanda adanya pulau bagi nelayan.

Namun jika dulu mengandalkan mesin dan besaran lampu pijar 1.000 watt, selanjutnya menggunakan listrik dengan hanya memakai lampu 500 watt.

Meski telah berusia ratusan tahun, kontruksi tiang, tangga, hingga onderdil lampu revolving bertuliskan Berbier and Bernard 88 Paris ini masih berfungsi baik. Termasuk lensa fresnel (kaca belimbing) yang memantulkan cahaya.

Perawatan hanya menyentuh bagian cat yang mengelupas. Sedangkan onderdil mesin lampu hanya mengandalkan pelumas semata.

Setiap hari, Wira dan satu rekannya, Fahmi Riadi (31), aktif menjaga. Setiap enam jam sekali salah satu dari mereka memintal tali sling yang menjadi bandulan.

“Jadi setiap enam jam dipintal. Pertama pukul 6 sore, kemudian pukul 12 malam. Karena lampu mercusuar hanya dinyalakan malam hari,” ungkap Wira yang bertugas menunggu mercusuar ini sejak 2017.

Selama bertugas di puncak Gunung Belingkar, Wira mengaku banyak mendapat pengalaman unik sekaligus menantang. Masih dari penuturan orangtuanya yang dulu juga bertugas di sini, berbagai kisah berbau mistis turut mewarnai.

Konon, saat masa penjajahan Belanda dan Jepang, kawasan ini pernah jadi target pesawat tempur antar keduanya yang memuntahkan peluru. “Beberapa lubang bekas tembakan peluru juga masih tersisa di kaca,” sebut Wira saat berada di atas menara.

Versi lain juga mengatakan, tentara Belanda pernah melancarkan tembakan karena melihat ada sosok yang berdiri sepantaran dengan tinggi menara. Sosok yang katanya tahan dan tak bergeming ditembak tersebut ditengarai adalah penjaga menara dari alam sebelah.

Ditambahkan Fahmi, bau-bau cerita mistis juga kerap didengarnya di kawasan mercusuar. Seperti sekelebat penampakan, hingga kerap sakitnya anak penjaga yang turut tinggal di rumah jaga.

“Cerita teman yang saat itu juga main ke sini, dia melihat penampakan. Tapi dia saja yang lihat ada penampakan dan tidak dihiraukan,” ujar Fahmi.

Selain menara yang menjulang, beberapa peninggalan Belanda lainnya juga masih tersisa di kawasan ini. Seperti penampung air hujan dari beton, hingga bangunan rumah panggung yang kental dengan arsektur Belanda. “Masyarakat menyebutnya Rumah Belanda, karena ada bersamaan dengan mercusuar ini, meskipun sudah ada sentuhan renovasi,” jelasnya.

Selain itu, berjarak sekitar 40 meter dari menara lampu juga dulunya terdapat gua yang mulai tertutup endapan tanah. Lorong yang menyerupai pintu masuk bunker ini juga disebut lubang angin, karena di bagian dalam konon menjadi tempat persembunyian dan terdapat rel kereta api kolonial Belanda.

Di tengah berbagi mitos dan cerita yang mengiringinya, Mercusuar Gunung Belingkar tetap kokoh dan menambah pesona Bumi Saijaan.

Sejarah yang menyertainya menara yang dikelola Dirjen Perhubungan Laut Distrik Navigasi Kelas II Banjarmasin ini pun patut dikenal, agar tidak hilang dimakan zaman. (banjarmasin post/muhammad tabri)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved