Berita Viral

Menteri ATR/BPN Surati PN Makassar, Ingatkan Lahan Hadji Kalla Punya Sertifikat HGB

Kementerian ATR/BPN bersurat ke Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan terkait eksekusi lahan Jusuf Kalla.

Editor: M.Risman Noor
tribun timur
Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) meninjau langsung lahan yang menjadi objek sengketa antara pihaknya dengan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Makassar, pada Rabu (5/11/2025) pagi. 
Ringkasan Berita:
  • Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan kementeriannya telah menyurati Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, terkait proses eksekusi lahan milik Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla
  • PT Hadji Kalla, perusahaan bentukan Jusuf Kalla, dinyatakan memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang sah. 
  • Selain itu, lahan yang bermasalah tersebut tengah digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas nama Mulyono. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Kemarahan mantan Wapres Jusuf Kalla akan kasus penyerobotan tanah miliknya seluas 16,4 hektare menjadi perhatian serius Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid.

Kementerian ATR/BPN bersurat ke Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan terkait eksekusi lahan Jusuf Kalla.

Pertimbangannya, tanah atas nama PT Hadji Kalla itu mempunyai  Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang sah.

Selain itu, lahan yang bermasalah tersebut tengah digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas nama Mulyono.

Baca juga: Maling Kotak Amal Masjid Al Akbar Balangan Tertangkap, Pencuri Ternyata Pasutri, Gunakan Linggis

Baca juga: Daur Ulang Bahemart Sungai Andai Banjarmasin Bikin Bak dari Botol Bekas, Hasil Sedekah Sampah Warga

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan kementeriannya telah menyurati Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, terkait proses eksekusi lahan milik Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang tengah sengketa dengan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD). 

"Kami sudah kirim surat kepada Pengadilan di Kota Makassar bahwa intinya mempertanyakan proses eksekusi tersebut karena belum ada constatering," kata Nusron saat ditemui usai acara Sarasehan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional 2025 di Jakarta Selatan, Kamis (06/11/2025).

Adapun constatering adalah kegiatan pencocokan objek eksekusi yang dilakukan untuk memastikan bahwa batas-batas dan luas tanah atau bangunan yang akan dieksekusi benar-benar sesuai dengan yang tertera dalam putusan pengadilan, sehingga tidak ada kesalahan objek.

Diketahui, Mantan wapres Jusuf Kalla marah. Tanahnya seluas 16,4 hektare diserobot perusahaan besar Lippo Group.

Jusuf Kalla langsung turun ke lapangan mendatangi objek tanah yang dicaplok perusahaan besar tersebut.

JK menduga adanya praktik mafia tanah di balik langkah hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan Lippo Group itu.

Baca juga: Ini Identitas Pria yang Tewas di Selokan Depan SMKN 5 Banjarmasin, Pedagang Sapu Hidup Sebatang Kara

Menurut JK, lahan seluas 16,4 hektare itu telah dimiliki keluarganya melalui PT Hadji Kalla sejak tahun 1993, dengan dokumen kepemilikan yang sah.

Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) meninjau langsung lahan yang menjadi objek sengketa antara pihaknya dengan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Makassar, pada Rabu (5/11/2025) pagi.

Kunjungan JK ini dilakukan sehari setelah pihak Pengadilan Negeri (PN) Makassar melaksanakan eksekusi lahan yang disengketakan, disusul konferensi pers yang digelar oleh Presiden Direktur PT GMTD, Ali Said, bersama kuasa hukumnya Agustinus Bangun pada Senin (3/11/2025).

Dalam pernyataannya kepada media, JK menilai ada banyak kejanggalan dalam proses hukum yang berlangsung di pengadilan.

Ia bahkan menduga adanya praktik mafia tanah di balik langkah hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan Lippo Group tersebut.

Menurut JK, lahan seluas 16,4 hektare itu telah dimiliki keluarganya melalui PT Hadji Kalla sejak tahun 1993, dengan dokumen kepemilikan yang sah.

Namun, dalam putusan pengadilan, lahan tersebut justru dinyatakan dimenangkan oleh pihak GMTD.

Baca juga: Dorong Optimalisasi Pelayanan Publik, Bupati Kotabaru Kunjungi Dishub dan MPP

JK menegaskan, kasus ini menjadi peringatan serius bahwa jika seorang mantan wakil presiden saja bisa menjadi korban, maka masyarakat kecil berpotensi lebih mudah kehilangan hak atas tanah mereka.

"Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu.

Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-maini, apalagi yang lain," ketusnya.


"Padahal ini tanah saya sendiri yang beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa.

Ini (lokasi) kan dulu masuk Gowa ini.

Sekarang (masuk) Makassar, ujar Kalla yang didampingi Presiden Direktur Kalla Group Solihin Jusuf, jajaran direksi, kerabat, dan tim hukum Abdul Aziz.

Disebut putusan hukum itu tidak sah karena tidak memenuhi syarat hukum sebagaimana ketentuan Mahkamah Agung (MA).

"Dia bilang eksekusi.

Di mana eksekusi?

Kalau eksekusi mesti di sini (di lokasi). 

Syarat eksekusi itu ada namanya constatering, diukur oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang mana.

Baca juga: BREAKING NEWS- Pria Lansia Ditemukan Tewas di Selokan Seberang SMKN 5 Banjarmasin, Warga Geger


Yang tunjuk justru GMTD. Panitera tidak tahu, tidak ada hadir siapa, tidak ada lurah, tidak ada BPN. Itu pasti tidak sah," paparnya.

Constatering itu istilah hukum berupa pencocokan objek eksekusi guna memastikan batas–batas dan luas tanah dan atau bangunan yang hendak dieksekusi .

JK menegaskan MA mewajibkan proses eksekusi dilakukan dengan pengukuran resmi oleh BPN.

Karena itu, dia menyebut langkah GMTD tersebut sebagai bentuk kebohongan dan rekayasa hukum.

"Ini Mahkamah Agung (sesuai aturan) mengatakan harus diukur oleh BPN. Jadi, pembohong semua mereka itu," lanjutnya.

Baca juga: Nekat Bakar Pesantren Tempatnya Menimba Ilmu Agama, Santri Tak Tahan Terus Dibully, Polisi Beber Ini

Penjual Ikan

Didampingi Abdul Aziz, pengacara Kalla Group, JK menegaskan Hadji Kalla tidak memiliki hubungan hukum dengan GMTD, khususnya dalam perkara yang diklaim dimenangkan di pengadilan. 

Menurutnya, pihak yang mengklaim pemilik lahan itu tidak memiliki dasar hukum dan hanya klaim sepihak.

"Kami tidak ada hubungan (persoalan) hukum dengan GMTD.

Karena yang dituntut Manyombalang (Dg Solong). 

Itu penjual ikan kan?

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Eks Wapres Jusuf Kalla Murka, Tanahnya Diduga Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? 

Jadi, itu kebohongan, rekayasa semua. Itu permainan Lippo (Group), ciri Lippo begitu," tuturnya.

Baca juga: Dua Rumah Ludes Tebakar di Desa Ayuang, Kecamatan Barabai, Warga Sebut Api Tiba-Tiba Membesar

Kasus Lain

Secara terpisah, seorang warga Gowa, Haji Rugayah (610, kemarin, membeber dugaan mafia hukum di kasus sengketa lahan dengan GMTD.

Membawa dokumen permohonan kasasi, Rugayah juga menyebut kasus kasasinya di PN Makassar, hanya diputus dalam tempo 2 pekan di Pengadilan TInggi Sulsel.

“Kami lawan GMTD, BPN dan dua pihak, Patrick dan Wenni Tandiary,” ujarnya merujuk perkara Perdata pada PN Makassar dengan Register Perkara No.472/Pdt.G/2025/PN.Mks.

M Muhtar SH, pengacara Rugayya, menyebut perkaranya telah putus di Pengadilan Negeri Makassar Nomor 472/ Pdt.G/2025/PN.Mks tanggal 21 Agustus 2025 Jo.


Putusan Pengadilan Tinggi Makassar No. 350/PDT/2025/PT.MkS tanggal 16 Oktober 2025.

Dia juga menyebut, ada pihak yang mengatasnamakan majelis hakim yang meminta sejumlah uang untuk memuluskan perkara ini di pengadilan.

“Awalnya minta Rp500 juta, lalu  minta lagi naik 750 juta, terakhir minta lagi Rp1,2 miliar.”

Kini, pihaknya sudah mengajukan memori Kasasi.

Dia berharap, ada keadilan dalam penanganan perkara hak miliknya ini.

Dikonfirmasi Tribun, kemarin, pihak GMTD enggan mengomentari kasus ini.

Sehari, sebelumnya Presdir Presiden Direktur PT GMTD Ali Said menyebut semua pihak menghargai putusan majelis hakim. (*)

 

Sumber: kompas.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved