Berita Viral

Labrak Guru SMP di Rumahnya, Wali Murid Lalu Memukulnya Dua Kali, Tak Terima Hp si Anak Disita

Labrak guru SMP di rumahnya, wali murid lalu memukulnya. Dia tak terima hp si anak murid itu disita. Peristiwa ini terjadi di Trenggalek, Jawa Timur.

Editor: Murhan
TribunJatim.com/Sofyan Arif Candra
DINIAYA WALI MURID - Guru SMPN 1 Trenggalek, Eko Prayitno ditemui di Mapolres Trenggalek, Jalan Brigjen Soetran, Kelurahan Ngantru, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025). 

Pada bagian kedua tentang Hak dan Kewajiban, sesuai Pasal 14 Ayat 1(f), guru memiliki kebebasan untuk memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, hingga sanksi kepada siswa sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik, dan peraturan perundang-undangan. 

Menurut Asfinawati, undang-undang itu sebenarnya sudah cukup kuat dalam mengatasi potensi kriminalisasi guru. 

Namun, ia mengakui,  implementasinya di lapangan sering tidak berjalan sesuai harapan.  

Banyaknya kasus kriminalisasi guru adalah cerminan tidak dilaksanakannya hukum acara pidana secara benar serta kurangnya literasi hukum, baik di kalangan guru maupun masyarakat.

”Hukum sebenarnya sudah cukup kuat untuk melindungi guru, tetapi yang sering terjadi adalah salah penerapan hukum acara pidana,” katanya.

Terkait perlindungan tugas guru secara riil di lapangan, ia merekomendasikan pembentukan paralegal sebagai salah satu langkah advokasi hukum untuk guru.

Paralegal adalah orang yang memiliki keterampilan hukum dan telah mengikuti pelatihan untuk membantu masyarakat yang bermasalah dengan hukum, tetapi bukan pengacara. 

Paralegal bekerja di bawah bimbingan pengacara atau dengan kemampuan hukum yang dinilai cukup.

Seorang guru sedang mengajar di SD Bonaventura Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, 21 November 2013.

Paralegal, ujar Asfinawati, dapat menjadi pendamping hukum pertama bagi guru yang menghadapi masalah hukum. Keberadaan paralegal ini penting mengingat kebanyakan LBH berada di Pulau Jawa dan maksimal di ibu kota kabupaten, sementara banyak guru yang domisilinya tersebar di berbagai pelosok Tanah Air.

”Paralegal adalah solusi praktis, terutama bagi guru di daerah pelosok yang jauh dari akses layanan hukum formal. Mereka bisa membantu menyusun kronologi, mendampingi di proses kepolisian, hingga memberikan konsultasi nonlitigasi,” ujarnya. 
Pertolongan pertama paralegal yang paling penting adalah mendampingi saat berita acara pemeriksaan (BAP) pertama yang sangat menentukan proses hukum selanjutnya.

Selain itu, Asfinawati juga merekomendasikan langkah strategis dalam bentuk kerja sama yang lebih erat, seperti penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU), antara organisasi guru dan kepolisian, untuk melindungi guru dalam menjalankan tugasnya.

Selain itu, alangkah baiknya perlindungan secara internal di sekolah juga diperkuat dengan adanya Satuan Tugas (Satgas). Satgas ini tidak hanya bertugas untuk melindungi guru, tetapi juga siswa dari berbagai potensi perundungan, pelecehan seksual, dan ancaman yang membahayakan.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Yayasan Cahaya Guru Muhammad Mukhlisin, meminta pemerintah dan DPR untuk memikirkan perlindungan bagi para guru dalam menjalankan profesinya. Saat ini, kondisi pendidikan karakter di sekolah sedang tidak baik-baik saja. 

Ini terbukti dengan tingginya angka kekerasan yang terjadi baik oleh guru ke siswa, siswa ke siswa, maupun siswa ke guru.

”Guru tidak bisa serta-merta dikriminalisasi dan dipidanakan karena diduga melakukan kekerasan, perlu ada pemeriksaan dan pembuktian dari segi etik, apakah betul guru menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendisiplinkan anak.” kata Mukhlisin. 

Menurut dia, sejak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menerbitkan Permendikbud No 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan, timbul kesadaran masyarakat tentang definisi dan jenis-jenis kekerasan di satuan pendidikan.

Dampaknya, masyarakat semakin proaktif mengawasi dan melaporkan bilamana terjadi kekerasan. 

”Sayangnya, tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) serta satuan tugas tidak diberi wewenang dan kemampuan untuk melakukan mediasi sehingga kasus-kasus kekerasan tetap dilaporkan ke aparat penegak hukum. Demikian juga para orang tua tampaknya belum sepenuhnya memahami tugas dan fungsi TPPK dan satgas” kata Mukhlisin.

Ada usul pembentukan semacam dewan etik untuk para guru sehingga ketika terjadi dugaan kekerasan, tidak langsung masuk ranah pidana di kepolisian. 

Namun, ada proses penilaian dari dewan etik, apakah guru yang bersangkutan melanggar atau sekadar pendisiplinan, misalnya.

  Sayangnya, tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) serta satuan tugas tidak diberi wewenang dan kemampuan untuk melakukan mediasi.

Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti  telah bertemu dengan Kepala Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, pekan lalu, untuk membahas langkah-langkah strategis menciptakan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan RAMAH (Responsif, Akuntabel, Melayani, Adaptif, dan Harmonis) bagi siswa di seluruh Indonesia.

Pertemuan ini membahas beberapa program dan inisiatif yang akan menjadi fokus kerja sama antara kedua lembaga tersebut.

Salah satu poin penting yang disepakati adalah penerapan pendekatan ”restorative justice” dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi di lembaga pendidikan.

”Kami sepakat dengan Bapak Kapolri bahwa berbagai persoalan di lembaga pendidikan sebaiknya diselesaikan dengan pendekatan kekeluargaan dan musyawarah. Hal ini sesuai dengan prinsip restorative justice,” ujar Mu’ti.

Mu’ti juga menyoroti perlunya revisi UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Kedua undang-undang ini dianggap perlu diperbarui untuk memberikan perlindungan lebih bagi guru, baik dari sisi profesi maupun keamanan.

”Kami sedang mempertimbangkan dua opsi, apakah perlu merevisi undang-undang yang sudah ada atau membuat undang-undang baru. Kami akan mengkaji hal ini lebih lanjut dengan masukan dari masyarakat,” jelas Mu’ti.

Listyo menyampaikan Polri mendukung sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa dan guru. ”Kami ingin memastikan bahwa sekolah tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga ruang yang aman bagi seluruh siswa,” katanya.

(Banjarmasinpost.co.id/TribunJatim.com)

 

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved