Berita Regional

Perjuangan Panjang UMKM Eks Lokalisasi Dolly Surabaya Hilangkan Stigma

 UMKM itu terdiri dari perintis usaha olahan jajanan minuman dan makanan. Ada juga pembuatan aksesori, tas dan sepatu

Editor: Ratino Taufik
Istimewa
Sutrisno warga eks lokalisasi dolly jadi pelatih batik 

BANJARMASINPOST.CO.ID, SURABAYA - Jarwo sempat syok saat mengetahui kabar Anggota Polrestabes Surabaya menggerebek praktik 'esek-esek' terselubung di salah satu permukiman warga Putat Jaya, Sawahan, Surabaya, yang dikenal sebagai eks lokalisasi Dolly.

Apalagi hampir semua pemberitaan di media mainstream dan sekelebatan konten informasi di medsos, secara berlebihan menganggap bahwa praktik itu menandakan kebangkitan eks Dolly.

Padahal Jarwo beserta beberapa pentolan penggerak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di perkampungan tersebut bersusah payah mengubah citra eks lokalisasi terbesar di Asia Tenggara. Bukan cuma sekadar aman serta ramah anak, melainkan juga menjadi perkampungan yang warganya mandiri dari segi ekonomi.

"Lah ternyata ada berita penggerebekan. Sangat berat setelah berjuang 11 tahun,” ujarnya saat ditemui di kediaman di Sawahan, Rabu (19/11/2025).

Menurut Jarwo, terdapat sekitar 20 UMKM yang dirintis warga eks Dolly berkat fasilitas Pemko Surabaya, pascapenutupan Dolly pada 2014.  UMKM itu terdiri dari perintis usaha olahan jajanan minuman dan makanan. Ada juga pembuatan aksesori, tas dan sepatu. Termasuk, pembuatan kain serta pakaian batik asli Surabaya. Tak ketinggalan, produk olahan tempe yang diinisiasi Jarwo.

Bahkan, beberapa waktu lalu, Jarwo sempat menjadi Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Eks Dolly. Tugasnya menyediakan fasilitas perjalanan edukasi bagi para pengunjung atau masyarakat yang ingin mengenal dan mengetahui kondisi bekas kampung Dolly yang terus berbenah. Pengunjung akan diajak berkeliling untuk melihat UMKM yang dirintis oleh masyarakat. 

Baca juga: Maling Meteran PDAM di Jalan Pramuka Banjarmasin Langsung Tancap Gas Saat Tepergok Satpam Ruko

Pengunjung juga diajak melihat kondisi aset tempat hiburan yang menjamur di Gang Putat Jaya atau eks Gang Dolly yang diambil alih oleh Pemko dan difungsikan sebagai pusat mengembangkan UMKM. Salah satunya Gedung Wisma New Barbara yang telah menjadi pusat pembuatan alas kaki dan bed cover hotel, dari Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mampu Jaya.

Namun sayang, ungkap Jarwo, trip edukasi tersebut belakangan ini berkurang peminatnya.

Tak ayal, hal tersebut juga menyebabkan penurunan pembelian terhadap para UMKM.

Ada juga faktor teknis, seperti minimnya ajakan pameran UMKM yang diselenggarakan Pemko.

Beratnya perjuangan juga disampaikan Sutrisno (44), warga asli Putat Jaya yang kini dikenal sebagai pelatih batik di Rumah Batik Surabaya. Namun sebelum memegang profesi itu, perjalanan Sutrisno melalui dunia usaha tidak selalu mudah.

Pada 2014, saat Dolly ditutup, Sutrisno termasuk warga yang mengikuti program pemberdayaan Pemko Surabaya. Dari pelatihan hingga bantuan peralatan membatik, ia kemudian membuka usaha batik tulis bernama Alpujabar.

Usaha itu berkembang dan bertahan beberapa tahun, menjadi salah satu wajah baru eks Dolly yang mencoba meleburkan identitas lamanya. “Waktu itu saya dapat bantuan peralatan lengkap. Dari situ saya mulai buka usaha sendiri,” kenangnya, Selasa (18/11/2025).

Namun pada 2018, Sutrisno menghentikan usahanya. Bukan karena sepi pesanan atau gagal bersaing, Sutrisno ingin memberi ruang bagi UKM binaan baru Pemko. “Kalau saya terus buka, nanti UKM baru kalah. Nama Alpujabar yang keluar terus. Saya tutup supaya mereka bisa muncul,” ujarnya.

Keputusan itu membawa Sutrisno pada peran baru: pelatih batik di Rumah Batik Surabaya yang berlokasi di Jalan Putat Jaya Barat. Di tempat itu, ia mengajar teknik batik tulis, membina UKM baru, dan mengenalkan batik Surabaya kepada masyarakat luas.

Siapa sangka, langkah meninggalkan usaha pribadi justru membuat kondisi ekonomi Sutrisno lebih stabil. Sebagai pelatih batik, ia berstatus pegawai kontrak di bawah Pemerintahan Pemko lewat Dinas Koperasi Surabaya dengan gaji Rp 4 juta per bulan—lebih tinggi dari pendapatan saat ia menjadi owner.

Yang membuatnya semakin tenang adalah sudah adanya jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja BPJS Ketenagakerjaan, sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan saat menjadi pelaku usaha mandiri.

“Sekarang lebih enak. Gaji pasti, enggak mikir bayar pegawai, dan sudah ditanggung BPJS,” katanya dengan lega.

Meski hidup lebih sederhana dibanding masa Dolly yang ramai, ia menyebut hidupnya hari ini lebih barokah dan lebih tenang. "Enakan gini mas. Nyaman. Lebih tenang dan barokah," ucapnya mengakhiri wawancara. 

(tribunjatim/fikri firmansyah/luhur pambudi)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved