Serambi Ummah

Suami Senang Hati Nafkahi Istri, Selalu Diberi Kelapangan dan Keberkahan Rezeki oleh Allah SWT

Di Indonesia populer istilah uang suami adalah uang istri. Tapi ternyata tidak begitu menurut kaidah Islam

|
banjarmasin post/rizali rahman
Ilustrasi istilah populer di masyarakat Indonesia: Uang suami ya uang istri juga. 


Atau suami yang langsung membayar tagihan listrik, sekolah anak, belanja bulanan dan lainnya.


Suami yang mengatur anggaran rumah tangga (budgeting), menyimpan sebagian gaji untuk tabungan/investasi keluarga (atas kesepakatan dengan istri).


Sedangkan yang tidak diperbolehkan adalah mengambil gaji atau harta pribadi istri tanpa izin.


Mengurangi nafkah wajib dengan alasan ‘istri boros’ dan menghina atau merendahkan istri karena boros (harus dengan cara yang ma’ruf).


Ustadz Humaidi menuturkan, Nabi Muhammad SAW berikan nafkah kepada istri-istri beliau secara cukup.


Bahkan, kepada Sayyidah Saudah yang sudah tua dan tidak banyak keinginan, tetap diberi jatah yang sama dengan yang lain.


Ketika Sayyidah Aisyah pernah meminta tambahan nafkah, Rasulullah menawarkan dua pilihan,


“Jika engkau mau aku doakan dicukupkan dengan yang ada, atau jika engkau mau aku beri tambahan maka harus bersabar menunggu giliran.”  


Hal itu menunjukkan pengaturan yang bijaksana.


Rasulullah SAW tidak pernah memberikan seluruh harta beliau kepada satu istri, tetap adil dan terencana.


Sedangkan dalil yang menyangkut pengelolaan keuagan dalam rumah tangga di antaranya
dalam Al-Quran Surah Ath-Thalaq ayat 7.


”Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya”.


Kemudian, hadis riwayat Abu Dawud & Hakim yang artinya,”Cukuplah seseorang itu berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang wajib ia nafkahi.”


Jadi, menurut ustadz Humaidi, suami wajib nafkahi istri 100 persen, tapi harta suami tetap milik suami, harta istri tetap milik istri. 


Jika istri boros, suami boleh (bahkan wajib) mengambil alih pengelolaan keuangan rumah tangga dengan cara yang bijaksana dan tetap memberikan nafkah yang cukup. 


“Semua harus dilakukan dengan akhlak mulia, musyawarah dan menjaga perasaan istri,” ujar ustadz Humaidi.  (Banjarmasinpost/reni kurnia wati)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved