Kalah dari Pencopet
SETELAH sekian puluh tahun kita diceraiberaikan oleh perbedaan kepentingan, kini ibarat tersentak, bahkan hampir tidak percaya.
Nelayan menangis karena ikannya dikuras pencuri asing yang bebas merajalela. Baru sekarang ada perintah menenggelamkan kapal pencuri ikan dari presiden.
Petani juga menangis setiap panen harga jatuh, setiap paceklik mereka yang menanam padi justru kelaparan duluan. Petani tebu menangis karena gulanya tidak terserap pasar akibat permainan pengusaha gula rafinasi yang menjual gula mentah itu ke pasar dengan harga murah, padahal seharusnya hanya untuk industri makanan dan minuman. Gula rafinasi didapat dari impor yang di salahgunakan, mestinya tidak boleh dikonsumsi secara langsung.
Pedagang kecil sekarang kesulitan meningkatkan usahanya, warung-warung kecil tutup karena kalah dari minimarket atau swalayan yang menjamur sampai ke kampung-kampung.
Zaman dulu, pencopet punya ‘kode etik’ yakniambil dompetnya tapi jangan sentuh orangnya. Sekarang dua-duanya diambil, ya nyawa ya harta. Korupsi nggak tanggung-tanggung, seperti kapal keruk, semua disabet. Bibit sapi sampai dagingnya dikorupsi, impor garam dipalak, segala jenis impor, dan bahan bakar minyak (BBM) dipermainkan.
Rakyat berharap pada 2015 ini bisa dihadirkan kehidupan yang lebih nyaman. Rakyat telah menunjukkan keinginannya untuk mendapatkan seorang pemimpin pembaharu yang tidak hanya duduk di kursi tapi dekat dengan rakyat, trengginas dan jujur.
Masak kita mau kalah dari pencopet yang masih punya rasa kebersamaan. Kalau kita mau apapun bisa, contoh kecilnya penanganan musibah AirAsia. (*)