Metromini
SAMPAI saat ini saya masih belum yakin betul, kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan Komjen Badrodin
Oleh: Pramono BS
SAMPAI saat ini saya masih belum yakin betul, kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan Komjen Badrodin Haiti sebagai Kapolri benar-benar bisa meredam situasi, atau cuma semacam pemadam kebakaran. Apinya mati tapi sumber apinya masih ada.
Prediksi dibatalkannya pelantikan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri akan meredam suasana, ternyata tidak tepat. Rakyat justru makin resah melihat banyak orang yang terkait dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) --apakah itu orang dalam atau pendukung-- diperkarakan.
Misalnya Kompol Novel Baswedan yang kini akan diusut terkait kasus dugaan kasus penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet semasa menjadi Kasat Reskrim Polda Bengkulu sekian tahun lalu. Sebanyak 21 personel KPK yang membawa senjata api yang izinnya kedaluwarsa juga akan diperkarakan.
Ketua nonaktif KPK Abraham Samad juga tengah disidik di Polda Sulselbar karena dituduh memalsu kartu keluarga. Terakhir dia disidik lagi dalam kaitan penyalahgunaan wewenang sebagai Ketua KPK karena lobi politik untuk bisa dicalonkan menjadi wakil presiden. Wakil Ketua Nonaktif KPK Bambang Widjojanto bahkan sudah lebih dulu menjadi pesakitan karena tuduhan memengaruhi saksi untuk memberi keterangan palsu dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kasus pilkada di Kotawaringin Barat, Kalteng.
Ada lagi tiga direktur di KPK yang konon juga masuk daftar Bareskrim karena dianggap mencemarkan nama baik Komjen BG saat menentapkan sebagai tersangka.
Bukan hanya itu, mantan Wakil Menkum HAM Denny Indrayana juga dilaporkan telah mencemarkan nama baik dan korupsi. Mantan Ketua PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan) Yunus Husein menunggu pula panggilan karena menyebut BG memiliki ‘rekening gendut’.
Tidak tahu siapa lagi yang akan masuk jerat Bareskrim. Yang pasti orang yang punya kaitan dengan KPK harus hati-hati kalau sewaktu-waktu ditangkap seperti Bambang Widjojanto.
Guru Besar Universitas Indonesia Imam Prasojo secara berkelakar juga merasa waswas jangan-jangan kesalahan kecil sekian tahun lalu yang dia tidak sadari kini bisa menyeret ke penjara karena mendukung KPK.
Presiden Jokowi sebenarnya sudah meminta tidak ada kriminalisasi namun nyatanya masih ada dan presiden diam saja. Wakapolri Komjen Barodin Haiti sendiri dalam berbagai kesempatan selalu bilang tidak ada kriminalisasi, tindakan Bareskrim berdasar laporan masyarakat.
Orang heran melihat Jokowi yang terkesan tidak peduli keadaan seperti ini. Bandingkan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika menyelesaikan perselisihan Polri vs KPK.
Dia berani memerintahkan untuk menghentikan penuntutan kasus yang menjerat pimpinan KPK saat itu, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
***
Presiden Jokowi memang pekerja, begitu dilantik langsung tancap gas. Tapi harus diingat, negara tidak cukup hanya maju bidang ekonominya. Ketenteraman dan kenyamanan hidup amat ditentukan oleh situasi politik. Pada zaman Presiden Soeharto kurang apa makmurnya, tapi karena situasi politiknya mencekam, rakyat pun senantiasa ketakutan. Ujung-ujungnya rakyat menumbangkan Soeharto dari kursi presiden.
Apa yang terjadi di Indonesia sekarang juga tidak lepas dari masalah politik. Carut marut hubungan Polri-KPK, keputusan hakim yang menyimpang dari undang undang, penangkapan-penangkapan terhadap terlapor yang kesalahannya tidak signifikan, adalah bukti bahwa politik di Indonesia sedang sakit.