Freeport dan Fenomena Korporatokrasi
Dalam rekaman suara yang disampaikan Menteri Sudirman ke MKD tercatutlah nama RI 1, RI 2, menteri, pengusaha, dan pimpinan Freeport.
Oleh: Sutarto
Analis Politik LPPPPM – Berdomisili di Barito Kuala
Terlihat begitu nyata, perseteruan antarelite negeri ini dalam proses perpanjangan Freeport. Dipicu oleh laporan menteri ESDM Sudirman Said kepada Mahkamah Kehormatan Dewan tentang adanya petinggi DPR yang bertemu dengan petinggi Freeport dan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden dalam kasus perpenjangan izin pertambangan Freeport.
Menteri Sudirman menyatakan bahwa petinggi DPR tersebut meminta jatah saham 11 dan 9 persen untuk Presiden dan Wapres untuk bisa memuluskan perpanjangan kontrak Freeport. Beberapa saat kemudian setelah dilaporkan, transkrip pembicaraan petinggi DPR dengan petinggi Freeport tersebut bocor.
Petinggi DPR tersebut adalah Setya Novanto(SN) selaku ketua DPR dan petinggi Freeport adalah Ma’roef Syamsuddin (MS) selaku Presdir PT Freeport. Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi menolak pembicaraan perpanjangan izin Freeport sekarang, dan akan dilakukan setelah 2019.
Hal ini memicu PT Freeport untuk melakukan berbagai langkah guna mengamankan dan mempercepat proses pengurusan izin demi kepastian usahanya, karena batas akhir masa kontrak karya adalah tahun 2021 dianggap terlalu mepet dengan tahun 2019, yang merupakan tahun transisi kepemimpinan karena akan digelar Pemilu DPR dan Presiden.
Kondisi ini justru memunculkan sebuah peluang yang segera ditangkap para ‘broker’ bisnis kakap dari berbagai pihak termasuk dari kalangan pengusaha-politisi.
Dalam rekaman suara yang disampaikan Menteri Sudirman ke MKD tercatutlah nama RI 1, RI 2, menteri, pengusaha, dan pimpinan Freeport. Menkopolhukan Luhut yang konon disebut beberapa kali dalam rekaman tersebut menyebut laporan Menteri Sudirman tidak mendapat restu Presiden. Rizal Ramli Menko Kemaritiman menyebut ini sebagai pertarungan antargeng yang memperebutkan periuk bisnis yang sama.
Presiden Jokowi dalam hal ini justru merasa di atas angin dan seakan menolak pernyataan menteri Luhut dan menyatakan bahwa ia ‘menghormati dan mempercayai’ proses di MKD dan tidak menggunakan haknya untuk melaporkan pencatut namanya ke kepolisian.
Sepertinya Jokowi ingin membuka kasus ini agar terbongkar pemain dan permainan bisnis mengambil rente yang selama ini tertutup, tanpa ia harus turun tangan langsung, sekaligus memanfaatkan momen ini sebagai pengerek dukungan politik baginya dan sebaliknya bagi lawan-lawan politiknya apalagi jelang Pilkada.
Kasus perpanjangan izin Freeport yang mencatut RI 1 dan RI 2 dan melibatkan para petinggi politik dan pengusaha ini membenarkan adanya perebutan rente para mafia baik dari kalangan pengusaha maupun kalangan politisi yang pengusaha atau politisi yang menjadi beking pengusaha.
Kejadian ini juga menambah jelas bahwa praktek bisnis ‘menjual’ kekayaan negara dengan mamanfaatkan posisi jabatan sudah terjalin begitu erat dan berjalan lama sebagai sebuah tradisi dalam politik dan bisnis.
Oleh karena itu, kejadian ini memberikan beberapa catatan penting antara lain, pertama, ujian bagi kesolidan lembaga DPR. Ini karena pesakitan adalah sang ketua yang didukung oleh partai besar Golkar yang terkumpul bersama Koalisi Merah Putih.
Bagi Golkar khususnya dan KMP pada umumnya posisi ketua DPR adalah lambang prestise yang akan dipertahankan habis-habisan agar tetap aman. Namun, kejadian ini, pertemuan SN dengan salah seorang calon presiden AS beberapa waktu lalu cukup bagi DPR untuk menjadi alasan pelengseran SN.
Sebaliknya, kejadian ini semakin menambah amunisi Koalisi Indonesia Hebat yang dimotori PDIP untuk merebut posisi DPR 1. Apalagi kekuatan KIH kian bertambah dengan keluarnya PAN dari KMP dan masuk ke KIH.
Jika pada akhirnya MKD diputuskan secara voting, kemungkinan SN yang didukung KMP bisa kalah. Yang dikhawatirkan adalah, dengan kejadian ini akan ada pembelaan berlebihan dari masing-masing pihak untuk memenangkan individu, partai atau koalisinya. Soliditas bisa terancam, kinerjanya turun, kepentingan rakyat akan terbengkalai.
