1 X 24 Jam
Masyarakat seperti dikomando, serentak bangkit dan menyatakan perang terhadap teroris. Dukungan itu ada yang lewat media sosial
Oleh: Pramono BS
KITA harus ‘angkat topi’ terhadap petugas keamanan, Polri dan TNI yang sigap mengatasi aksi teror di Jl MH Thamrin, Jakarta, Kamis 14 Januari 2016 kemarin.
Hanya dalam waktu empat jam, situasi pulih. Semua terduga pelaku tewas, tiga ditembak dan dua meledakkan diri. Imbauan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak takut menghadapi teroris disambut heroik oleh masyarakat.
Masyarakat seperti dikomando, serentak bangkit dan menyatakan perang terhadap teroris. Dukungan itu ada yang lewat media sosial (medsos) seperti Twitter dan Facebook. Ada pula lewat SMS, spanduk atau ‘coretan’ seperti Jakarta Melawan, Indonesia Berani dan Kami Tidak Takut.
Kehadiran segera pemerintah termasuk Presiden di lokasi kejadian, makin membuat masyarakat tidak takut untuk kembali beraktivitas.
Pujian untuk Polri juga terus mengalir. Ini sudah lama tidak terjadi. Kini masyarakat bersatu menjadikan teroris sebagai musuh utama. Inilah saat tepat bagi Polri untuk mengembalikan pamornya.
Kesadaran masyarakat tentu sangat membanggakan. Sudah berkali-kali kita diteror lewat bom bunuh diri dan kita selalu termakan oleh teror itu sehingga ketakutan. Sekarang ini adalah momentum yang tepat untuk bersama-sama melawan radikalisme.
Masyarakat juga harus berani melapor ke polisi bila melihat hal mencurigakan. Sebab, bom-bom itu dirakit di suatu tempat di antara rumah-rumah masyarakat. Jadi, masyarakat harus lebih peduli terhadap lingkungan masing-masing.
Kelompok ISIS (Islamic State of Irah and Suriah mengklaim terlibat dalam teror tersebut. Ini tidak tidak jauh berbeda dengan analisis pengamat dan pemerintah.
Gerakan ISIS dilakukan dari kampung ke kampung. Merekrut anak muda yang beriman lemah, lebih-lebih dari keluarga kurang mampu dan merasa tak punya harapan bisa masuk surga kecuali lewat bom bunuh diri.
Kejadian itu sebenarnya sudah diduga, karena saat pergantian tahun, teror diduga dibatalkan karena ketatnya pengamanan. “Jadi bukan kebobolan, tidak ada yang bisa meramal kapan dan di mana bom itu diletakkan,” kata Menko Polhukam Luhut Panjaitan.
***
Kemarahan sekaligus kebanggaan atas kebersamaan rakyat hendaknya tidak membuat lengah. Di saat kelengahan itulah mereka bisa datang lagi.
Apalagi, saat ini Indonesia tengah dihadapkan dengan persoalan lain yakni ‘menghilangnya’ orang yang dikaitkan dengan organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Mereka rata-rata orang berpendidikan, seperti mahasiswa, bahkan tidak sedikit yang sarjana atau pegawai negeri sipil (PNS)yang sudah mapan Ada yang sendirian, ada pula yang bersama keluarga.
Kemendagri menegaskan Gafatar bukan ormas yang terdaftar. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut Gafatar bukan organiasi keagamaan. Sedang Kejaksaan Agung melihatnya dari sisi kepercayaan yang dilarang oleh pemerintah.