Jendela

Sudah Menjadi Manusia Merdeka ataukah Masih Bermental Budak?

“Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka” merupakan kebijakan terobosan yang diluncurkan Mendikbud Nadiem Makarim belum lama ini.

Editor: Hari Widodo
istimewa/mujiburrahman
Profesor Dr H Mujiburrahman MA Rektor UIN Antasari 

Oleh: Profesor Mujiburrahman, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari

BANJARMASINPOST.CO.ID - “Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka” merupakan kebijakan terobosan yang diluncurkan Mendikbud Nadiem Makarim belum lama ini.

Para praktisi di dunia pendidikan umumnya menyambut gembira kebijakan tersebut, meskipun tetap harus putar otak mengenai rincian pelaksanaannya di lapangan.

Bagi saya, yang lebih menggoda adalah penggunaan kata “merdeka” itu sendiri.

Saya kira, pilihan kata “merdeka” untuk nama kebijakan ini bukanlah kebetulan.

Di balik kata itu, ada pandangan bahwa pendidikan kita selama ini dalam batas tertentu telah memasung bahkan mungkin ‘menjajah’. Yang terpasung itu bukan saja peserta didik, tetapi juga guru, dosen hingga tenaga kependidikan. Karena itulah, mereka perlu dimerdekakan, dibebaskan dari ketidakberdayaan.

Pasha Ungu Tiba-tiba Meninggal Dunia Seperti Suami BCL, Ashraf Sinclair Jadi Ketakutan Adelia Pasha

Dari Puncak, Santai di Kolam Belanda, Lalu Beri Makan Rusa di Mandiangin Kabupaten Banjar

VIDEO Alam Eksotis Kalimantan Menikmati Pesona Eco Wisata Tahura Mandiangin

VIDEO Mahasiswi Ini Rutin Beri Makan Kucing Liar Setiap Hari di Sudut-sudut Kota di Banjarmasin

Apa saja yang memasung mereka? Yang memasung adalah segala macam tetek bengek administrasi pembelajaran dan laporan yang harus dibuat sebagai syarat untuk pencairan uang sertifikasi, tunjangan kinerja hingga kenaikan pangkat.

Semua kegiatan harus ada bukti fisiknya dan “tulis yang kamu kerjakan, dan kerjakan yang kamu tulis”.

Akibatnya, guru, dosen dan tenaga kependidikan, semua sibuk ‘menulis’!

Selain kesibukan administratif sebagai kewajiban pribadi, ada lagi kewajiban administratif untuk lembaga, misalnya akreditasi.

Sekolah dan madrasah dituntut untuk mendapatkan akreditasi, apalagi perguruan tinggi. Akreditasi di perguruan tinggi mencakup akreditasi lembaga dan program studi.

Kini akreditasi tidak hanya menjadi barometer mutu melainkan syarat hidup-matinya lembaga pendidikan.

Akreditasi, khususnya di peguruan tinggi, akhirnya menjadi kesibukan rutin yang tak dapat ditolak. Apalagi akreditasi hanya berlaku lima tahun, dan setelah itu wajib reakreditasi.

Padahal, untuk mengisi borang akreditasi itu, orang tidak hanya dituntut untuk berpikir keras, tetapi juga harus tekun dan terus-menerus. Kadangkala sesuatu yang tidak ada harus ‘diada-adakan’ guna memenuhi tuntutan borang.

Dengan demikian, kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka adalah agar guru, dosen dan tenaga kependidikan merdeka dari kesibukan-kesibukan administratif yang dinilai sudah berlebihan.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Silang Pendapat

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved