Aruh Adat Dayak Desa Labuhan
Panen Selesai, Warga Dayak di Labuhan HST Lalukan Aruh Adat Tanda Syukur dan Tolak Bala
Meski di tengah pandemic corona virus disease (covid-19), warga Dayak mengupayakan melaksanakan aruh adat sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan
Penulis: Eka Pertiwi | Editor: Eka Dinayanti
Editor: Eka Dinayanti
BANJARMASINPOST.CO.ID, BARABAI – Musim panen padi sudah selesai. Bagi warga Dayak, pantang memakai apalagi menjual hasil panen sebelum pelaksanaan aruh adat.
Itulah budaya dan kepercayaan yang dijunjung oleh Warga Dayak di Desa Labuhan Kecamatan Batang Alai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan.
Desa Labuhan berjarak 23 kilometer dari pusat Kota Barabai atau setara 40 menit berkendara.
Meski di tengah pandemic corona virus disease (covid-19), warga Dayak mengupayakan melaksanakan aruh adat sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa.
Kepala Lembaga Adat Dayak Desa Labuhan, Suan, mengatakan pelaksanaan aruh adat kali ini terbatas. Mengingat adanya pandemi covid-19. Suku Dayak Desa Labuhan yang biasanya melaksanakan aruh adat besar, kali ini aruh adat dilakukan secara sederhana.
• Bunga Tahun Wajib Ada Saat Aruh Adat di Desa Labuhan HST
• Pembagian Tugas Menjelang Aruh Adat di Desa Labuhan HST, Perempuan Bikin Kue, Pria Membakar Lamang
• Warga Dayak Desa Labuhan HST Pantang Melakukan ini Sebelum Aruh Adat Berlangsung
• Menu Wajib saat Aruh Adat, ini yang Membuat Lamang Desa Labuhan HST Berbeda dengan yang Lain
Dibeberkannya, aruh adat kali ini juga berbeda. Biasanya usai panen selesai pihaknya melakukan aruh adat sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih. Namun, pada aruh adat kali ini juga diselipkan tolak bala.
Tolak bala ini dilakukan untuk menghalau dan mendoakan agar covid-19 pergi dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kalimantan Selatan.
Aruh pun dibuat sederhana. Jika biasanya, aruh adat mengundang seluruh suku Dayak yang ada di Batang Alai, kini pelaksanaan aruh hanya dilakukan sebatas lingkungan saja.
Bahkan, pelaksanaan aruh pun harus berizin kepada aparat. Ia menyadari saat pandemi, dilarang adanya perkumpulan. Makanya, pihaknya melaksanakan aruh tak besar seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Biasanya kami membuat lamang (makanan terbuat dari ketan yang dimasak menggunakan bambu), mencapai 400 hingga 500 bumbung (batang bambu). Kali ini hanya 150 bumbung. Beras ketan yang dimasak untuk lamang biasanya mencapai 20 balek. Kini hanya empat balek saja,” katanya.
Menurutnya penting pelaksanaan aruh adat saat musim panen berakhir. Ia bersyukur meski tak dapat mengundang banyak warga adat lainnya, pihaknya dapat melaksanakan aruh adat bersama keluarga terdekat.
Dalam aruh adat, selain pelaksanaan bersama warga adat Dayak, juga diperlukan sesajen.
Persembahan atau sesajen dalam aruh ada di Desa Labuhan, Seperti lamang, pupudak, dodol, ayam kampung, wajik, kelapa, dodol putih, cangkaruk, cucur, pisang amas, pisang paleng, hingga gula merah.
Sedangkan aruh ganal biasanya menggunakan hadangan dan kambing.