Berita Banjarmasin
Begini Urgensi RUU Omnibus Law Cipta Kerja Menurut Ekonom Kementrian Keuangan
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis ULM, Prof. Handry Imansyah dalam kegiatan Webinar bertema RUU Cipta Kerja di gedung PWI Kalsel
Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Hari Widodo
Editor : Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Selama ini gelombang protes dan penolakan dari kalangan serikat pekerja terus mengalir terhadap RUU Omnibus Law khususnya klaster Cipta Kerja yang diusulkan oleh Pemerintah dan digodok oleh DPR RI.
Terlihat dari gelombang protes yang dilancarkan kalangan pekerja termasuk di Kalsel, mereka menilai RUU Omnibus Law Klaster Cipta Kerja akan memutilasi hak-hak kalangan pekerja dan hanya menguntungkan kalangan investor dan pengusaha besar.
Namun dalam menghadapi setiap persoalan, tentu perlu juga dilihat dari sisi dan sudut pandang lain termasuk pada persoalan dan polemik RUU Omnibus Law Kalster Cipta Kerja ini.
Hal ini pula yang dilakukan oleh Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Prof. Handry Imansyah dalam kegiatan Webinar bertema RUU Cipta Kerja, Peluang dan Norma Baru Bagi Pekerja yang digelar PWI Provinsi Kalsel, Rabu (15/7/2020).
• Datangi DPRD, Ini 9 penolakan dalam RUU Omnibus Law Diungkap Serikat Pekerja Tabalong
• Ribuan Pekerja Kalsel Gelar Unjuk Rasa Tolak Omnibuslaw Cipta Lapangan Kerja
• Datangi DPRD, Ini 9 penolakan dalam RUU Omnibus Law Diungkap Serikat Pekerja Tabalong
Menurut Handry, pertumbuhan produktivitas Indonesia baik dari sisi produktivitas pekerja, produktivitas modal hingga produktivitas teknologi relatif ketinggalan dibanding negara tetangga.
"Dari data pertengahan dekade ini, pertumbuhan produktivitas kita hanya dapat skor 0,4. Ini tertinggal dibandingkan Filipina (0,7), Malaysia (1,0), dan Singapura (1,3). Bahkan tren lima tahun terakhir Vietnam dan Kamboja sudah lebih superior produktivitas buruhnya dibanding Indonesia," kata Handry.
Artinya, berinvestasi di Indonesia secara umum menawarkan tingkat pengembalian modal yang lambat dan tidak optimal dibanding negara-negara tetangga.
Padahal dilihat dari kaca mata investor, hal ini tentu menjadi salah satu pertimbangan utama untuk menentukan di mana investor akan menempatkan modalnya.
Handry menilai kondisi ini lah yang mendesak pemerintah mencari cara mendorong investasi baru, salah satunya melalui RUU Omnibus Law Klaster Cipta Kerja yang disusun untuk menyederhanakan dan meningkatkan daya saing Indonesia di mata investor.
Untuk memastikan pertumbuhan ekonomi terjaga kata Handry ada dua cara, yakni dengan mendorong investasi baru dan meningkatkan produktivitas pekerja.
Ia menilai seluruh pihak harus bisa realistis dalam melihat persoalan ini, dimana jika begitu banyak tuntutan yang diterjemahkan investor sebagai biaya namun tidak diimbangi dengan produktivitas kerja yang sesuai maka investasi di Indonesia semakin tidak menarik.
"Kalau kita hanya melihat kondisi di dalam negeri saja, ini seperti katak dalam tempurung. Kenyataannya, investor pasti akan masuk di negara yang produktivitasnya tinggi. Di Indonesia saat ini keadaannya produktivitasnya rendah dibanding negara lain," kata Handry yang juga merupakan Ekonom Kementrian Keuangan RI ini.
Oleh karenanya, Handry melihat pemerintah sebagai pengambil keputusan memang harus segera mendorong kebijakan dan insentif lain demi menarik investasi baru agar terhindar pertumbuhan ekonomi yang minus.
Apalagi dengan dihantam pandemi saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia hampir dipastikan akan melambat.
• Omnibus Law Cipta Kerja Ditunda, Buruh Kalsel Urung Gelar Aksi di Jalan
