Tajuk

Karhutla dan Gambut

Potensi gambut yang besar di Kalimantan Selatan ini menjadikan Bumi Lambung Mangkurat sangat rawan bahaya kebakaran lahan.

Editor: Alpri Widianjono
Banjarmasinpost.co.id/Dok
Tajuk : Mudik Bijak. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - BEBERAPA hari terakhir, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalsel dibantu barisan pemadam kebakaran berjibaku memadamkan kebakaran lahan di wilayah Kecamatan Liang Anggang, Kota Banjarbaru hingga Kecamatan Bati-Bati, Kabupaten Tanah Laut (Tala), Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).

Lahan di kawasan tersebut yang juga merupakan lahan gambut membuat petugas cukup kerepotan untuk memadamkan api.

Seperti diketahui, lapisan gambut sangat mudah terbakar dan tak jarang, di atas permukaan tanah api sudah padam, namun di lapisan gambutnya bara api masih menyala.

Gambut menyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar hingga jadi salah satu penyebab kenapa lahan jenis ini mudah kering dan terbakar jika suhu meningkat.

Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2019, luas lahan gambut di Kalimantan Selatan, sekitar 280.387 hektare, dengan terluas ada di Kabupaten Tapin 124.058 hektare dan terkecil di Kabupaten Tala  7.187 hektare.

Wilayah lain adalah Kabupaten Banjar 46.875 hektare, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) 35.312 hektare, Kabupaten Tanah Bumbu 50.625 ha, serta Banjarbaru 16.321 ha.

Potensi gambut yang besar di Kalimantan Selatan ini menjadikan Bumi Lambung Mangkurat sangat rawan bahaya kebakaran lahan.

Tentu saja, tak cukup penanganan saat kebakaran terjadi maupun pascanya, sebab tindakan ini tidak akan menyelesaikan persoalan secara menyeluruh.

Kebakaran lahan di Kalsel menjadi bahaya laten tiap tahun hingga perlu penanganan terencana agar kebakaran tidak meluas dan menimbulkan kabut asap.

Pengelolaan lahan gambut harus benar-benar optimal apalagi gambut merupakan jenis lahan basah yang secara teknis tidak begitu subur.

Bahkan sebagian gambut di Kalsel bercampur pasir hingga sulit untuk menghasilkan tanaman yang menguntungkan.

Penanganan gambut harus melibatkan akademisi seperti dari Fakultas Pertanian maupun Kehutanan yang memiliki kemampuan keilmuan untuk mengelola dan memanfaatkan lahan gambut agar berdaya serta menghasilkan profit, namun tidak meninggalkan fungsi ekologisnya serta menjauhkan dari kebakaran.

Melibatkan aktivis dunia pendidikan seperti dosen, mahasiswa hingga siswa secara simultan merupakan bagian dari investasi jangka panjang pengelolaan lahan basah seperti gambut.

Apa yang dilakukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) bekerja sama dengan Pemprov Jambi untuk menerapkan Kurikulum Pendidikan Lahan Gambut untuk SMA dan SMK, mungkin bisa diadopsi di Kalimantan Selatan.

Pasalnya, kunci berhasilnya dari restorasi atau pengelolaan lahan gambut bukan hanya pada penanganan sata terjadi kerusakan atau kebakarannya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved