Berita Tapin

Warga Bitahan Kabupaten Tapin Harapkan Sumur Bor, untuk Mandi Pakai Air Sungai

Memasuki puncak musim kemarau yakni Agustus-September 2023, sejumlah warga Kabupaten Tapin khawatir.

Penulis: Muhammad Tabri | Editor: Edi Nugroho
BPBD KOTA BANJARBARU
Ilustrasi: Pesonel BPBD Kota Banjarbaru saat memeriksa kondisi salah satu sumur bor. 

BANJARMASINPOST,CO.ID- Memasuki puncak musim kemarau yakni Agustus-September 2023, sejumlah warga Kabupaten Tapin khawatir.

Sartini, warga Kelurahan Bitahan Kecamatan Lok Paikat, berharap kemarau tidak berlangsung lama hingga menyulitkannya mendapatkan air.

Selama ini, ia dan beberapa warga Jalan By Pass hanya mengandalkan air sumur tua sebagai sumber air utama untuk konsumsi. “Kalau keperluan mandi dan mencuci, kami pakai air sungai saja karena tidak memasang PDAM,” ungkapnya saat ditemui, Sabtu (5/8) sore.

Sartini dan sejumlah tetangganya tidak menjadi pelanggan perusahaan daerah air minum.

Baca juga: Ancaman Krisis Air di Kabupaten Tapin, Warga Bitahan Harapkan Sumur Bor

Baca juga: Atasi Karhutla, Kalak BPBD Kabupaten Tapin Pastikan Kesigapan Pertugas

karena takut tidak bisa membayar. Terlebih ekonomi keluarganya sebagai petani dan penyadap karet terbilang pas-pasan.

Untuk keperluan memasak, Sartini dan anaknya harus menimba air sumur yang berjarak sekitar 300 meter dan mengangkutnya dengan jeriken dan sepeda pancal. “Biasanya dua hingga tiga hari angkut lagi karena sudah habis,” ungkapnya.

Tetangganya, Santi, juga khawatir jika musim panas berlangsung lama. Pasalnya air sungai yang mereka pakai untuk mandi dan mencuci semakin surut. Warna air pun terbilang keruh hingga harus ditawas dan diendapkan.

“Kalau nantinya sungai dan sumur kering, kami terpaksa minta air dengan tetangga yang pakai PDAM. Iitu juga kami berinisiatif harus membayar,” tuturnya.

Santi berharap adanya layanan atau fasilitas sumur bor gratis sehingga bisa sedikit mengatasi masalah pasokan air yang puluhan tahun mereka alami.

Antisipasi kekeringan dilakukan warga Desa Pualam Sari, Kecamatan Binuang. Kepala Desa Mariyatul mengatakan baru-baru tadi warga bergotong-royong memindahkan jalur pipa pengairan ke sumber air yang lebih besar. Tujuannya agar distribusi air bisa tetap lancar kepada masyarakat yang memerlukan. “Memang ada pemindahan dan pembersihan pipanisasi supaya aliran air tetap normal,” ujar Mariyatul. Ia pun mengatakan saat ini ketersediaan air masih aman.

Baca juga: Warga Cegat Sopir Mobil di Pabaungan Kabupaten Tapin yang Diduga Melakukan Tabrak Lari di Batola

Sementara ini ancaman kekeringan belum terasa di Kabupaten Baritokuala. Itu karena wilayah ini dilalui Sungai Barito yang punya banyak anak sungai. Sebagai besar warga masih bergantung pada air di ray dan handil untuk keperluan mandi, mencuci dan buang air besar (MCK).

Kasinem mengaku air Sungai Alalak di depan rumah digunakan untuk mandi, cuci dan kakus.

Sebelumnya air sungai juga digunakan untuk air minum dengan cara diberi kapur atau tawas. Itu sebelum air sungai berasa.

Menyusul berasanya air sungai, sejumlah warga Desa Bahandang Kecamatan Jejangkit membeli air galon. “Satu bulan sekitar Rp 100 ribu yang saya keluarkan untuk keperluan air minum,” kata Kasinem.

Desa Bahandang belum tersambung pipanisasi PDAM Batola dari IKK Jejangkit yang berada di Desa Jejangkit Muara. Tower Pamsimas juga belum terbangun di desa yang mayoritas penduduk bertani dan menjadi buruh tani dan nelayan pemcafi ikan tawar jenis ikan Gabus dan ikan Betok.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved