Selebrita

Mengenal Penyakit Epilepsi yang Diidap Amanda Manopo: Penyebab, Gejala, Risiko dan Tak Bisa Sembuh

Amanda Manopo, Lawan main Arya Saloka di Sinetron Ikatan Cinta itu mengidap penyakit epilepsi. Ini penyebab, gejala, faktor resiko dan pengobatannya.

Editor: Murhan
Tiktok agml612
Kolase Tiktok Amanda Manopo. Mengenal Penyakit Epilepsi yang Diidap Amanda Manopo: Penyebab, Gejala, Faktor Risiko dan Tak Bisa Sembuh. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Kabar tak terduga datang dari Amanda Manopo. Lawan main Arya Saloka di Sinetron Ikatan Cinta itu mengidap penyakit epilepsi.

Amanda Manopo mengaku, jika terlalu kelelahan dirinya sering mengalami kejang.

Dia harus menjaga kondisi tubuhnya karena mengidap epilepsi yang dianjurkan tidak boleh capek.

Amanda Manopo mengungkap penyakit epilepsinya itu sudah dia idap sejak lama.

Hal tersebut diungkap Amanda Manopo saat berbincang di podcast Kemal Palevi pada Senin (16/10/2023).

Amanda harus menerapkan jam syuting karena bila terlalu padat dirinya akan tumbang.

Baca juga: Isunya Jadi Cawapres Ganjar, Mahfud MD Sempat Bicarakan Sosok Anies dan Prabowo pada Atta Halilintar

"Jam syutingnya harus sehat. Karena kalau diforsir, nanti takutnya sakit. Nanti kalau sakit, nggak bisa syuting."

"Itu nggak sehat untuk bagian otak, apalagi gue juga ada bermasalah kan di bagian otak juga. Jadi gue nggak mau forsir," kata Amanda Manopo.

Ketika ditanya soal masalah otaknya itu, pemain sinetron Ikatan Cinta tersebut mengaku ia memiliki epilepsi.

"Gue ada epilepsi. Jadi kalau gue udah capek, capek banget, diforsir, itu gue tumbang," sambungnya.

Lanjut Amanda, dirinya menjelaskan bahwa penyakit yang berhubungan dengan sistem syaraf itu bisa kambuh jika tubuhnya dalam kondisi lelah.

"(Kambuhnya) kepada sesuatu yang ketrigger aja sih."

"Biasanya kan capek, otak kalau terlalu mikir atau nggak tidurnya nggak nyaman. Kalau aku lebih berasa tidur, jadi tidurnya tuh kejang," jelasnya.

Wanita yang kerap dikaitkan dengan Arya Saloka ini, juga menceritakan pengalamannya yang pernah jatuh pingsan.

Dirinya juga selalu berpesan kepada sang manajer jika mulutnya tiba-tiba mengeluarkan buih langsung saja untuk mengubah posisi tidur jadi menyamping.

Kendati begitu, ia membeberkan lama kelamaan sudah terbiasa untuk mengontrol pikirannya.

Apa itu Epilepsi?

Sementara, mengutip www.siloamhospitals.com, epilepsi adalah salah satu penyakit kronis yang memiliki gejala khas berupa kejang-kejang.

Penderita epilepsi sering kali mengalami kejang kambuhan yang muncul tanpa ada pemicu pastinya.

Kondisi ini terjadi karena adanya gangguan pada sistem saraf pusat sehingga menyebabkan kejang bahkan kehilangan kesadaran.

Perlu diketahui bahwa kejang memang gejala utama dari epilepsi. Tetapi, bukan berarti setiap orang yang mengalami kejang menderita epilepsi. Pada pengidap epilepsi, kejang akan berlangsung lebih dari sekali alias berulang dalam waktu yang sama atau berbeda.

Bahkan pada beberapa kasus, epilepsi dapat terjadi ketika seseorang tidur.

Kemungkinan besar penyebabnya adalah adanya perubahan fase tubuh dari sadar ke tidur yang memicu aktivitas otak menjadi abnormal.

Epilepsi adalah penyakit yang dapat menyerang semua kelompok usia, mulai dari bayi, orang dewasa, hingga lansia. Tetapi kondisi ini paling sering terjadi pada anak di bawah 2 tahun dan orang dewasa di atas 65 tahun.

Jenis-Jenis Epilepsi

Penyakit epilepsi adalah kondisi yang terbagi atas dua jenis, di antaranya yaitu epilepsi umum dan parsial. Berikut masing-masing penjelasannya:

  • Epilepsi umum: Kondisi ini terjadi di kedua bagian otak, mencakup grand mal (tonik-klonik) yang berisiko menyebabkan hilang kesadaran, mioklonik (penyebab badan atau bagian tubuh tersentak singkat), serta tonik (tubuh menjadi kaku, diikuti kejang tangan atau kaki).
  • Epilepsi parsial: Kondisi ini terjadi pada bagian otak tertentu sehingga menimbulkan gejala yang mungkin berkaitan dengan masalah indera, kejang pada jari-jari atau kaki, dan tremor.

Penyebab Epilepsi

Masih belum diketahui secara pasti apa pemicu epilepsi. Tetapi, beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab epilepsi adalah sebagai berikut:

Gangguan perkembangan seperti autisme dan neurofibromatosis.

Cedera sebelum persalinan. Hal ini karena sebelum lahir, bayi sensitif terhadap kerusakan otak yang
disebabkan oleh beberapa faktor seperti kekurangan oksigen, nutrisi buruk, atau infeksi pada ibu.

Penyakit menular seperti HIV/AIDS, meningitis, serta ensefalitis virus.

Kondisi otak yang menyebabkan kerusakan pada otak, seperti stroke dan tumor otak.

Cedera pada kepala akibat kecelakaan, terjatuh, atau cedera traumatik lainnya.

Pengaruh genetik apabila Anda memiliki riwayat keluarga dengan epilepsi.

Selain beberapa hal di atas, penyebab epilepsi juga terbagi menjadi dua, yaitu:

  • Epilepsi simptomatik (sekunder): Jenis epilepsi yang penyebabnya dapat diketahui, yaitu karena adanya sejumlah faktor seperti luka berat di kepala, stroke, atau tumor otak.
  • Epilepsi idiopatik (primer): Jenis epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. Namun, terdapat dugaan bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor keturunan (genetik).

    Faktor Risiko Epilepsi

    Selain beberapa penyebab yang diduga dapat memicu epilepsi di atas, ada pula beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena epilepsi. Berikut di antaranya:

  • Riwayat kejang di masa kecil
  • Infeksi otak
  • Demensia
  • Penyakit vaskular atau stroke
  • Cedera pada kepala
  • Riwayat keluarga dengan epilepsi
  • Berusia di bawah 2 tahun atau lansia di atas 65 tahun

    Gejala Epilepsi

    Pada sebagian besar kasus, gejala epilepsi adalah kejang yang terjadi secara spontan dan tidak berlangsung lama, tetapi berulang.

Beberapa gejala lain yang dirasakan oleh bayi, anak-anak, atau orang dewasa pengidap epilepsi adalah sebagai berikut:

  • Tatapan kosong (terlalu lama fokus pada satu titik)
  • Gejala psikis
  • Otot terasa kaku
  • Merasa kebingungan sementara
  • Gerakan menyentak pada kaki dan tangan yang tak terkendali
  • Kejang/tremor pada sebagian tubuh atau keseluruhan
  • Mengalami kejang yang disertai dengan tubuh menegang dan hilang kesadaran secara spontan sehingga penderitanya tiba-tiba terjatuh

    Diagnosis Epilepsi

    Saat melakukan diagnosis, dokter akan menanyakan terlebih dahulu terkait gejala yang dialami serta riwayat kesehatan. Setelah itu, akan dilakukan beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosis kondisi pasien.

Adapun beberapa tes penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis penyakit epilepsi adalah sebagai berikut:

  • Pemeriksaan neurologis: Bertujuan memeriksa fungsi otak, kemampuan motorik, serta perilaku pasien.
  • Tes darah: Untuk mengetahui adanya masalah kesehatan lain yang dapat menyebabkan epilepsi.
  • EEG (Electroencephalogram): Mendeteksi gelombang otak yang abnormal.
  • Tes pencitraan otak seperti CT Scan, MRI, fMRI, PET Scan, dan SPECT.

Pengobatan Epilepsi

Epilepsi adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Sehingga, untuk penanganan epilepsi, dokter akan memberikan obat-obatan guna mengurangi frekuensi kejang. Apabila langkah tersebut tidak efektif, maka dokter akan menyarankan tindakan operasi.

Melalui prosedur operasi tersebut, dokter akan mengangkat area otak yang dapat menyebabkan epilepsi. Namun, perlu dipastikan bahwa area otak tersebut tidak mengganggu fungsi vital seperti komunikasi, penglihatan, atau pendengaran.

Pada intinya, epilepsi adalah kondisi di mana seseorang mengalami kejang secara tiba-tiba tanpa penyebab yang pasti.

(Banjarmasinpost.co.id/Tribunlampung.co.id)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved