Opini

Sumpah Pemuda dan Bahasa Gado-gado

PULUHAN tahun silam, dengan semangat nasionalisme yang demikian tinggi, putra-putri negeri ini, sepakat berikrar untuk menjunjung bahasa persatuan

Editor: Edi Nugroho
Dokumentasi Banjarmasinpost.co.id
Djoko Subinarto, Kolumnis dan bloger 

Oleh : Djoko Subinarto
Kolumnis dan bloger

PULUHAN tahun silam, dengan semangat nasionalisme yang demikian tinggi, putra-putri negeri ini, sepakat berikrar untuk menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia -- di samping mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.

Peristiwa historik itu kita kenal sebagai Sumpah Pemuda, yang hingga kini masih kita peringati setiap 28 Oktober, saban tahun.

Sebagai konsekuensi dari sumpah yang telah diikrarkan itu, tentu saja, kita ingin agar sumpah tersebut tetap dijaga. Artinya, bangsa ini harus bertekad untuk setia menjaga dan memelihara martabat bahasa nasionalnya ini agar tetap tegak, di samping menjaga dan memelihara persatuan kita sebagai sebuah bangsa dan sebuah negara.

Dalam konteks menjaga dan memelihara martabat bahasa nasional, kita perlu berupaya agar bahasa Indonesia tidak kalah dan tergerus oleh bahasa asing -- terutama bahasa Inggris -- yang diakui makin meluas pengaruhnya dalam berbagai aspek kehidupan.

Baca juga: Dua Budak Sabu Asal Kotabaru Ditangkap di Rumah Kontrakan, Barbuk Bong hingga Pipet Kaca

Baca juga: Satresnarkoba Polres Tapin Beluk Pengedar Sabu Dibekuk di Pinggir Jalan, Dikemas dalam Plastik

Bahasa Pembagunan


Menengok jejak sejarah, bahasa Indonesia berasal dari salah satu varian bahasa melayu, yang notabene telah digunakan berabad-abad lamanya sebagai bahasa penghubung (lingua franca) antarsuku di Nusantara. Penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi Republik Indonesia terjadi Tanggal 18 Agustus 1945.

Selain berfungsi sebagai penanda jati diri bangsa, kebanggaan nasional, dan sarana pemersatu berbagai suku bangsa di negeri ini, bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

Merujuk kepada Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, dengan gamblang disebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja swasta maupun pemerintah; dan pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia.

Dipilihnya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah karena bahasa ini mampu menjadi wahana dalam mempersatukan kita semua sebagai sebuah bangsa dan negara yang utuh dan berdaulat, sehingga pada gilirannya mempermudah kita dalam upaya membangun bangsa ini.

Mantan Presiden Republik Indonesia, Soeharto, dalam pidato HUT RI tahun 1972, antara lain menyebut bahwa bahasa Indonesia memainkan peran cukup penting dalam proses pembangunan bangsa ini.

Bahasa Gado-gado


Adalah ironis tatkala kita mengaku bangsa Indonesia dan berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia, namun kemudian dalam keseharian justru secara diam-diam -- bahkan terang-terangan -- kita menempatkan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya secara agak lebih istimewa ketimbang bahasa Indonesia itu sendiri.

Hal ini tercermin salah satunya adalah dengan seringnya sebagian dari kita menggunakan kata atau ungkapan bahasa Inggris dalam aktivitas berkomunikasi sehari-hari.

Tidak jarang pula, kita sekarang lebih suka menggunakan bahasa gado-gado, bahasa campuran antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris – baik struktur maupun kosa katanya.

Baca juga: Info Cuaca Banjarmasin dan 32 Kota Sabtu 28 Oktober 2023, Tetap Waspada Pontianak dan Medan

Coba saja perhatikan bahasa gado-gado yang lazim digunakan anak-anak muda kita sekarang ini. Misalnya, untuk menyatakan sangat berterima kasih, mereka bilang ‘thanks banget.’

Baik-baik saja menjadi ‘fine-fine aja’, tidak menjadi masalah menjadi ‘no problem-lah’, sedang berada di perjalanan menjadi ‘lagi on the way’, tidak sepadan menjadi ‘nggak worthed’, mau menikah menjadi ‘mau married’, dan sebagainya.

Dalam khazanah linguistik, pola gado-gado dalam berbahasa ini diistilahkan sebagai pidginisasi. Adanya gejala pidginisasi berbahasa di kalangan kaum muda kita sekarang ini bukan hanya akan merusak bahasa Indonesia, tetapi juga akan merusak identitas kita sebagai bangsa. Bagaimanapun, bahasa menunjukkan jati diri dan martabat sebuah bangsa.

Untuk menunjukkan jati diri dan martabat sebagai sebuah bangsa itulah, dulu para pemuda kita mengikrarkan sumpah bahwa mereka menjunjung tinggi bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.

Kita ingin sumpah itu tetap dijaga dengan setia. Kita tidak ingin generasi penerus negeri ini nanti malah akhirnya mengikrarkan sumpah lain bahwa mereka menjunjung bahasa gado-gado hasil campuran antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

Perpres tentang Bahasa Indonesia


Perlu kita tegaskan sekali lagi bahwa bahasa menjadi identitas otentik yang membedakan antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Kita perlu mengapresiasi keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, yang diteken langsung oleh Presiden Joko Widodo.


Dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2019, sekurangnya ada empatbelas hal yang diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia. Di antaranya yaitu terkait dengan penamaan geografis, bangunan/gedung, kompleks permukiman, jalan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, serta nama organisasi yang wajib menggunakan bahasa Indonesia.

Hal lain yang diatur dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2019 adalah menyangkut pidato resmi. Dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2019 disebutkan bahwa pidato presiden, wakil presiden dan pejabat negara yang lain, yang disampaikan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, wajib menggunakan bahasa Indonesia.

Tentu saja, bahasa Indonesia yang wajib digunakan selaras dengan Perpres Nomor 63 ini adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar, bukan bahasa Indonesia gado-gado.

Kita masih terus berharap implementasi Perpres Nomor 63 Tahun 2019 ini bisa berjalan baik. Diharapkan pula pemerintah daerah dapat mengeluarkan regulasi atau aturan yang ikut menguatkan perpres tersebut.

Dengan demikian, ikhtiar guna memperkokoh kedaulatan bahasa nasional kita bakal semakin kuat.

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa persatuan kita. Kita wajib menjaga martabat dan kedaulatannya.

Tidak ada alasan sedikit pun bagi kita untuk merasa rendah diri, minder maupun inferior dengan penggunaan bahasa Indonesia,bahasa yang terbukti telah menjadi perekat bagi persatuan bangsa ini. (*)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Renungan untuk TNI

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved