Berita Kotabaru

Menyoal Komitmen Capres-Cawapres Berantas Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengundang tiga kandidat capres-cawapres Pemilu 2024 pada acara Penguatan Antikorupsi untuk penyelenggara berintegr

Editor: Edi Nugroho
Dokumentasi Banjarmasinpost.co.id
Muh. Fajaruddin Atsnan Penulis Buku 4 Pilar Kebangsaan, Dosen UIN Antasari Banjarmasin 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengundang tiga kandidat capres-cawapres Pemilu 2024 pada acara Penguatan Antikorupsi untuk penyelenggara berintegritas atau Paku Integritas Rabu (17/1/2024).

Pada prinsipnya, ketiga kandidat memiliki satu kesadaran, satu tekad, dan satu komitmen yang sama terhadap tiga “sumpah”.

Pertama, menyadari bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang menghancurkan bangsa dan membuat rakyat sengsara.

Kedua, bertekad mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bebas dari praktik korupsi.

Baca juga: Mereka Berhak Hidup

Baca juga: Mengitari Perkantoran Pemkab Kotabaru di Sebelimbingan, Warga Sempat Bingung Cari Jalan Masuk

Ketiga, berkomitmen memperkuat independensi dan efektivitas lembaga pemberantasan korupsi serta kebijakan antikorupsi.

Kita, rakyat Indonesia, menjadi saksi akan kesadaran, tekad, dan komitmen ketiga pasangan capres-cawapres untuk selalu berihtiar memberantas praktik korup di negeri ini.

Ditengah pesimisme, kita mesti optimistis akan sumpah yang senada terkait sikap antikorupsi. Tinggal sekarang tantangannya adalah mampukah mereka, siapapun yang terpilih nanti, untuk menepati janjinya guna mengatrol kembali value, sikap antikorupsi, karena harus diakui di hari-hari ini, praktik korupsi berada di titik nadir.

Pulihkan Kepercayaan Publik

Kita tahu bahwa untuk pertamakalinya, sepanjang sejarah roda estafet kepemimpinan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ketuanya menjadi tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi, ihwal dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi.

Premis ketua komisi antirasuah, melakukan korupsi, adalah premis minor terburuk bagi semangat pemberantasan korupsi. Kalau ketuanya saja korupsi, lantas bagaimanapublik bisa percaya independen, tidak tebang pilihnya pemberantasan korupsi?

Toh nyatanya yang kini menjadi trend, tindak pidana korupsi dijadikan komoditi “dagang politik”, politik saling sandera, hingga tukar guling kasus.

Dugaan tersebut semakin mempertegas bahwa yang akan disikat, dihabisi oleh KPK adalah mereka yang menjadi lawan, sedangkan kawan akan relatif ade mayem, aman sentausa.

Inilah jadinya ketika KPK tak lagi independen, karena ruang geraknya tak semerdeka dulu sebelum revisi UU KPK. KPK semacam jadi alat gebuk lawan politik, yang taringnya tak setajam dulu lagi dalam memberangus koruptor di negeri ini. Lawan disikat, kawan “disayang”.

Setelah apa yang menimpa ketua KPK, Firli Bahuri yang kini menjadi tersangka, sesungguhnya akan menyulitkan KPK mendapat kepercayaan dari masyarakat. Apalagi pimpinan KPK sebelumnya, yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto, juga diberhentikan Presiden karena diduga tersandung kasus/masalah hukum.

Situasi yang menjadikan KPK berada di posisi sulit, di mata publik yang skeptis, apatis, dan apriori terhadap pemberantasan korupsi.

Baca juga: Demam Berdarah Dengue Renggut Jiwa Warga Banjar dan Tapin, Lakukan 3M Plus

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved