Kolom
Kisah Partai Kakbah
Ternyata raja dangdut Rhoma Irama pernah datang di Amuntai untuk kampanye pada 1982 lalu dan berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Di sisi lain, jika di masa Orde Baru PPP merupakan satu-satunya partai Islam, maka di masa Reformasi muncul partai-partai Islam baru. Yang saya maksud dengan partai Islam di sini adalah yang didirikan oleh kaum Muslim santri.
Di masa Reformasi, Abdurrahman Wahid sebagai tokoh NU mendirikan PKB. Amien Rais dari Muhammadiyah mendirikan PAN. Yusril Ihza Mahendra dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia mendirikan PBB. Para aktivis Islam kampus dan Usroh mendirikan Partai Keadilan, lalu menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Jadi, sekarang orang punya banyak pilihan.
Dalam hiruk-pikuk politik era Reformasi itu, PPP masih bisa bertahan sampai dua dasawarsa lebih, hingga akhirnya pada Pemilu 2024 gagal mencapai ambang batas untuk masuk ke Senayan. Bagi generasi tua, baik mantan atau pendukung setia, kegagalan PPP ini tentu mengecewakan. Rupanya, lambang Ka’bah tidak lagi semenarik dahulu. Para pemilih berubah.
Pola permainan berubah. Dunia politik memang sangat evolusionis-darwinistik. Hanya yang kuat dan mampu beradaptasi, yang dapat bertahan. Yang lemah, yang tak bisa beradaptasi, akan tersingkir bahkan punah.
Dulu, PPP kuat karena ideologi Islamnya, dan didukung oleh ormas-ormas Islam yang memiliki basis kuat di akar rumput. Kini, bukan hanya PPP, tetapi hampir semua partai tidak menunjukkan ideologi politik yang tegas, yang membedakannya dengan yang lain.
Ikatan ke akar rumput pun tidak kuat. Selain itu, citra partai di mata publik (bukan hanya PPP) juga banyak tercoreng akibat tindak korupsi. Biaya politik tinggi membawa kepada korupsi. Duit seringkali lebih kuat dari kepintaran dan kejujuran. Orang makin kehilangan rasa malu, dari para petinggi partai hingga rakyat jelata.
Boleh jadi, salah satu sebab PPP tersingkir adalah karena kalah ‘amunisi’ di lapangan. Namun, jika semua orang berpikir demikian, maka cepat atau lambat politik bangsa kita akan membusuk dan membuka pintu lebar-lebar bagi kediktatoran.
Sudah saatnya, semua partai politik berpikir jauh ke depan, membangun tiga hal: cita-cita utama yang menjadi arah partai, keterhubungan dengan rakyat di akar rumput, dan keteguhan dalam kejujuran dan integritas. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.