Kolom

Takut atau Nikmat, Budak atau Tuan?

Hidup ini memang kadang menjadi aneh, gara-gara "makhluk" yang bernama ponsel itu, terutama pengaruh aplikasi media sosial yang ada di dalamnya

Editor: Irfani Rahman
Foto Ist
Mujiburrahman Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin 

Mujiburrahman

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin

BANJARMASINPOST.CO.ID - HARI itu, seorang anak muda baru bangun tidur. Dia langsung meraih ponselnya. Membaca pesan-pesan yang masuk, dan menelusuri berbagai unggahan teman-temannya di media sosial. Dia memeriksa siapa saja yang memberi tanda suka, berkomentar dan membagi unggahan yang telah dikirimnya.

Semakin banyak tanda suka dan komentar positif, semakin berbunga-bungalah hatinya. Setelah itu, dia ke toilet. Di toilet, dia masih membuka ponsel. Baru saat mandi, dia berhenti. Usai memakai pakaian, lalu makan, dia membuka ponsel lagi sambil makan. Begitulah seterusnya.

Hidup ini memang kadang menjadi aneh, gara-gara "makhluk" yang bernama ponsel itu, terutama pengaruh aplikasi media sosial yang ada di dalamnya. Aneh karena kadang kita lupa bahwa dunia maya itu bukanlah dunia nyata yang langsung dialami oleh pancaindra kita, tetapi dimediasi atau diantarai oleh benda.

Kehadiran kita di ponsel adalah citra atau bayangan belaka dari yang nyata. Namun, karena bayangan itu sangat mirip bahkan lebih indah dari kenyataan, kita lambat laun merasa seolah yang maya itu nyata, bahkan lebih nyata dari kenyataan yang bisa diraba.

Para pembuat teknologi ponsel dan aplikasi di dalamnya, sangat paham akan psikologi manusia. Manusia suka dipuji dan diperhatikan. Karena itu, perhatian yang semula bersifat psikologis, mereka eksploitasi menjadi bernilai ekonomis. Perhatian berarti uang. Caranya, kita didorong untuk semakin perlu akan perhatian dan pengakuan orang lain.

Seolah-olah kita tak berharga jika tak ada orang lain yang mengklik tanda suka untuk unggahan kita di media sosial. Akibatnya, demi mendapat perhatian, kita mengunggah tulisan, foto, dan video secara sukarela, tanpa dibayar, bahkan justru membayar.

Ketika kita terobsesi akan pengakuan orang lain, tanpa sadar kita telah meletakkan nilai diri kita pada pengakuan “teman-teman” kita di media sosial. Karena itu, kita berusaha keras agar apa yang kita unggah itu dapat menarik perhatian mereka. Kita berusaha menampilkan foto yang indah, dengan sudut pandang yang unik.

Kita berusaha membuat tayangan video yang menggugah dan kata-kata yang menyentuh. Setelah diunggah, kita harap-harap cemas, apa kiranya respons teman-teman kita. Kita pun galau jika tak ada yang peduli, apalagi jika mendapatkan respons negatif.

Saya sengaja menulis “teman” di atas dengan tanda petik, karena biasanya teman kita di dunia maya itu sangat banyak jumlahnya dibanding teman kita di alam nyata. Coba pikirkan, apakah mungkin kita bergaul dengan seribu orang teman dalam sehari? Dalam keseharian, yang menjadi teman itu paling puluhan orang.

Apalagi ketika usia kita semakin tua. Orang-orang yang dekat dengan kita akan semakin berkurang. Selain keluarga dekat, teman-teman kita adalah para kolega di tempat kerja. Jika pun ada teman-teman lama yang menjadi sahabat, tentu jumlahnya takkan banyak.

Namun, kenapa kita menganggap “teman-teman” di media sosial itu begitu penting, sampai-sampai kita tega melupakan teman yang sesungguhnya di depan mata? Kita sibuk dengan ponsel masing-masing saat berkumpul keluarga di meja makan atau restoran. Kita bahkan sibuk dengan ponsel masing-masing saat mengikuti rapat. Kita sendirian, tetapi bersama-sama.

Teman dunia maya yang jauh justru menjadi dekat, yang dekat di dunia nyata justru menjadi jauh. Kita seolah sangat sibuk, tak bisa berhenti sejenak pun untuk berbincang. Padahal, kita hanya sibuk dengan ponsel belaka!

Para pengamat mengatakan, kita yang terobsesi dengan dunia maya itu terkena FOMO (Fear of Missing Out), takut ketinggalan dan terkucilkan. Kita selalu ingin tahu apa yang terjadi dengan teman-teman kita. Kita selalu ingin tahu isu apa yang lagi panas dan hangat. Tentu saja, kita selalu ingin tahu bagaimana orang lain menilai kita.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved