Kolom
Takut atau Nikmat, Budak atau Tuan?
Hidup ini memang kadang menjadi aneh, gara-gara "makhluk" yang bernama ponsel itu, terutama pengaruh aplikasi media sosial yang ada di dalamnya
Ketakukan ini akhirnya menguras emosi, pikiran, dan uang (karena internet tidaklah gratis). Lambat laun, kita juga kehilangan teman-teman baik di alam nyata. Kita juga kehilangan waktu dengan sia-sia, akibat sibuk mengharap pengakuan di dunia maya.
Karena itu, sebagai anti-tesis terhadap FOMO, kini muncul istilah lain, yaitu JOMO (Joys of Missiong Out), menikmati ketinggalan dan keterkucilan. Ada orang yang menutup semua akun media sosialnya kecuali untuk telepon dan pesan.
Ada pula yang mencoba mendisiplinkan diri, membuat batasan-batasan atas diri sendiri. Misalnya, tidak membuka ponsel di malam hari, atau saat bersama orang-orang dekat. Ada juga yang tak membuka ponsel untuk waktu beribadah, membaca, dan menulis. Ternyata, justru pada saat tertinggal dan terkucil itulah, mereka merasakan damai dan nikmat!
Di sisi lain, kita tak bisa menyangkal bahwa media sosial juga memiliki sisi-sisi positif bagi hidup kita. Media sosial dapat mengisi kesepian dan kebosanan. Ia sangat efektif mewujudkan tiga fungsi media: memberikan informasi, pendidikan, dan hiburan.
Jika kita ingin menyebar informasi positif, sesuatu yang mendidik dan menghibur, mengapa pula kita tak menggunakan media sosial? Buat apa kita sibuk mengutuk bahwa pesan-pesan di media sosial didominasi oleh hal-hal yang buruk, sementara kita sendiri tidak memproduksi pesan-pesan yang menurut kita baik dan bermanfaat?
Selain itu, media sosial juga dapat menjadi sarana yang efektif untuk menggalang solidaritas publik. Genosida di Palestina mungkin akan berjalan bebas andai dunia hanya tergantung pada laporan jurnalistik. Berkat media sosial, genosida itu terungkap ke seluruh dunia. Begitu pula berbagai kasus protes masyarakat di Indonesia selama ini.
Insiden kematian Affan Kurniawan, takkan meluas diketahui publik tanpa media sosial. Demikian pula, masyarakat akan lebih tergugah mengulurkan bantuan ketika informasi bencana di tempat tertentu disebar melalui media sosial.
Alhasil, apapun teknologi yang diciptakan manusia, selayaknya harus digunakan untuk melayani kesejahteraan hidup manusia, lahir dan batin. Agar hal itu bisa tercapai, manusia harus menjadi tuan, bukan budak, bagi teknologi tersebut. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.