Opini

Original dan Artificial Intelligence dalam Pendidikan

ERA digital semakin pesat berkembang, bahkan sudah tidak mungkin untuk dihindari. Lebih-lebih bagi dunia pendidikan, baik oleh pendidik maupun peserta

Editor: Edi Nugroho
Dokuntasi Banjarmasinpost.co.id
Muhammad Ridha Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Antasari Banjarmasin 

Oleh : Muhammad Ridha
(Dosen Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Antasari Banjarmasin)

ERA digital semakin pesat berkembang, bahkan sudah tidak mungkin untuk dihindari. Lebih-lebih bagi dunia pendidikan, baik oleh pendidik maupun peserta didik.

Akses terhadap internet yang semakin luas pun menjadi faktor semakin banyaknya masyarakat yang dapat menikmati layanan internet dan beragam teknologi digital yang menyertainya.

Laporan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan bahwa pada tahun 2024 jumlah masyarakat yang dapat mengakses internet sebesar 221, 5 juta jiwa atau setara 79,5 persen dari total penduduk.

Hal itu menunjukkan adanya kenaikan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir dari sebelumnya 210 juta jiwa pada 2022 dan 215, 6 juta jiwa pada tahun 2023.

Baca juga: Kiprah Relawan YRKobra Kalsel, Pria Ini Ingin Mantan Pecandu Obat-obatan Tak Dijauhi

Baca juga: Digantikan Anak, Arifin Arpan Mundur dari Daftar Caleg Terpilih DPRD Tapin

Dengan kata lain, antusias masyarakat untuk menikmati akses dan layanan digital semakin meningkat.

Di era digital dewasa ini, teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) juga berkembang secara signifikan, bahkan menyasar hampir ke segala bidang.

Pengintegrasiannya dengan internet untuk segala (internet of things) semakin menambah daya tawarnya di hati masyarakat.

Alhasil, masyarakat secara umum termasuk pendidik dan peserta didik menjadi berlomba-lomba untuk menggunakannya.

Tidak sedikit pula yang mengapresiasinya secara berlebihan hingga menganggap seluruh hasil kerja dari teknologi-teknologi kecerdasan buatan itu pasti tepat dan siap “dikonsumsi” langsung tanpa perlu direviu atau disunting lagi.

Produk-produk teknologi kecerdasan buatan tersebut bahkan telah dianggap menjadi sesuatu yang wajib digunakan di era digital, termasuk dalam dunia pendidikan.

Jika tidak menggunakannya, maka cenderung akan dianggap sebagai orang yang gaptek (gagap teknologi).

Tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi kecerdasan buatan memang menawarkan kemudahan yang luar biasa untuk mencari, mengoreksi, menganalisis informasi, hingga mengkonversi dan mengkreasi sesuatu dalam hitungan detik hanya dengan modal satu kalimat bernada perintah atau deskriptif.

Bahkan, ada yang cukup dengan modal satu frasa saja.

Dalam dunia pendidikan, kalimat-kalimat seperti “parafrasakan kalimat/teks berikut!”, “apa jawaban dari …”, “jelaskan maksud dari ... “, “buatkan soal tentang … beserta jawabannya!”, “terjemahkan teks berikut” menjadi kalimat yang umum digunakan.

Selain itu, langkah-langkah seperti ketik satu topik/frasa, lalu atur gaya bahasa sesuai target peserta, kemudian generate dan unduh menjadi langkah-langkah yang umum dalam produk teknologi kecerdasan buatan untuk membuat slide-slide presentasi perkuliahan.

Juga, saran-saran korektif produk teknologi kecerdasan buatan untuk penulisan dan tata bahasa yang seringkali cenderung langsung disetujui sepenuhnya.

Bahkan, produk-produk teknologi kecerdasan buatan terkait karya ilmiah seperti untuk menampilkan ringkas suatu artikel, membuat daftar artikel yang saling berkaitan, membuat latar belakang atau pendahuluan suatu proposal atau laporan penelitian dan lain sebagainya.

Kendati demikian, tepatkah jika sebagai pendidik ataupun peserta didik kita bergantung sepenuhnya dengan produk-produk teknologi kecerdasan buatan yang dipadukan dengan internet untuk segala ini?

Kecerdasan buatan dengan beragam fiturnya tersebut memang menawarkan kecepatan dan kemudahan luar biasa yang menjanjikan sekaligus memanjakan penggunanya hingga membuat penggunanya menjadi sering bermalas-malasan.

Kendati demikian, menurut hemat penulis hasil kerja teknologi kecerdasan buatan dewasa ini masih belum sampai pada tahap siap “dikonsumsi” langsung.

Sajian data yang kadang tidak sepenuhnya sesuai dengan fakta, narasi kalimat yang kadang tidak sesuai konteks, teks dengan sumber rujukan yang sering tidak komprehensif dan memadai.

Oleh karena itu, bergantung sepenuhnya dengan kemampuan teknologi kecerdasan buatan adalah tindakan yang kurang bijak.

Sangat disayangkan jika kecerdasan asli (original intelligence) yang dimiliki menjadi semakin redup karena ketergantungan terhadap kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang semakin meningkat.

Kehadiran teknologi kecerdasan buatan idealnya diposisikan sebagai penunjang berkembangnya kecerdasan asli yang bermuara pada meningkatnya wawasan, keterampilan dan kreativitas yang dimiliki.

Efisiensi waktu dan sajian yang diberikan teknologi kecerdasan buatan harusnya dimanfaatkan untuk menghasilkan karya yang lebih banyak, lebih kreatif dan lebih berkualitas.

Dengan kata lain, dalam dunia pendidikan teknologi kecerdasan buatan idealnya dimanfaatkan untuk mewujudkan pembelajaran yang lebih berpihak dan menyenangkan bagi peserta didik.

Misalnya untuk memberikan umpan balik segera (immediate feedback) kepada peserta didik dengan menampilkan skor langsung (live score) atau komentar dan saran korektif, menyajikan materi pembelajaran secara menarik dengan memadukan dengan unsur-unsur gim (gamification) dan sebagainya.

Selain itu, teknologi kecerdasan buatan juga menjadi alat bantu yang baik untuk pendidik agar lebih siap dan lebih banyak waktu luang untuk mempersiapkan dan memandu pembelajaran yang lebih berkualitas.

Bagi peserta didik, teknologi kecerdasan buatan juga idealnya dimanfaatkan sebagai alat bantu (assistant) untuk mendongkrak potensi kognitif dan daya kreatif yang dimilikinya.

Misalnya pemanfaatan kecerdasan buatan untuk berkreasi merancang dan membuat suatu karya, memberikan komentar atau saran korektif atas karya kreatif dalam bentuk tulisan, meringkas dan mengkonversi bahan bacaan, mendapatkan informasi-informasi terbaru terkait bidang yang sedang dipelajarinya dan sebagainya.

Kecerdasan buatan tentu akan terus menerus dikembangkan, karena tawaran fitur dan fungsinya yang sangat menjanjikan.

Lebih-lebih infrastruktur dan akses digital yang juga terus ditambah dan diperluas. Jumlah pengguna internet juga semakin meningkat secara signifikan.

Bak tanaman bertemu air dan unsur hara yang cukup, teknologi kecerdasan buatan pun akan tumbuh subur dengan fitur yang semakin rimbun dan buah yang semakin besar dan manis.

Kendati demikian, kecerdasan asil dalam bentuk potensi kognitif dan daya kreatif unik yang kita miliki tetap tidak boleh diabaikan apalagi dilupakan.

Oleh karena itu, pendidikan kita harus memastikan berkembangnya kecerdasan asli yang dimiliki masyarakatnya secara optimal dengan kecerdasan buatan yang tumbuh subur sebagai pemantik dan pendukungnya. Selamat Hari Pendidikan Nasional, 02 Mei 2024. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved