Berita Banjarmasin

Sebagian Pekerja Sudah Punya Rumah, Buruh Kalsel Minta Kejelasan Aturan Main Tapera ke Pemerintah

Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalsel Yoeyoen Indharto juga mengatakan pemerintah harus menjabarkan aturan Tapera.

Penulis: Salmah | Editor: Edi Nugroho
Banjarmasinpost.co.id/Muhammad Syaiful Riki
Ilustrasi: Aliansi Pekerja Buruh Banua menggelar aksi di depan Gedung DPRD Kalsel, Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin, beberapa waktu lalu.   

BANJARMASINPOST.CO.ID- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Dalam aturan tersebut setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera.

Presiden Jokowi mengatakan aturan tersebut berdasarkan hasil kajian dan kalkulasi. “Iya semua dihitung lah, biasa, dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung, mampu atau enggak mampu, berat atau enggak berat,” ujarnya dalam sebuah acara di Jakarta, Senin (27/5).

Menurut Presiden hal yang biasa apabila ada pro dan kontra pada setiap kebijakan yang baru diterbitkan pemerintah. Presiden mencontohkan sistem jaminan kesehatan BPJS. Pada awal kebijakan tersebut diterapan juga menuai pro dan kontra.

Baca juga: Pengamat Kebijakan Publik ULM Banjamasin Sarankan Pembuatan Aplikasi Pemerintah Libatkan Pakar IT

Baca juga: Sembilan Bus Antarkan Jemaah Calhaj HST ke Embarkasi Banjarmasin

Dalam PP tersebut, besaran simpanan dana Tapera yang ditarik setiap bulannya yakni 3 persen dari gaji atau upah pekerja.

Setoran dana Tapera tersebut ditanggung bersama oleh pemberi kerja yakni sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen. Sementara untuk pekerja mandiri atau freelancer ditanggung sendiri oleh pekerja.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menolak tegas aturan tersebut karena akan memberatkan pekerja. Apindo juga telah melayangkan surat penolakan kepada Presiden Jokowi. “Sejak munculnya UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera, Apindo tegas keberatan. Serikat buruh juga menolak,” kata Shinta.

Shinta menjabarkan aturan Tapera terbaru semakin menambah beban bagi pemberi kerja maupun pekerja.

DPR RI bakal memanggil pihak terkait soal potongan gaji untuk iuran Tapera. “Semua ada bank tabungan, pihak-pihak buruh dan dari pemerintah,” ucap Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

Dengan begitu, ia pun berharap kedua belah pihak bisa mencari solusi mengenai kebijakan baru tersebut. Sebab, aturan tidak boleh memberatkan masyarakat di tengah ekonomi yang melemah.

Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalimantan Selatan Yoeyoen Indharto juga mengatakan pemerintah harus menjabarkn secara jelas aturan tersebut. “Apakah ini wajib untuk semua pekerja? Lalu yang sudah punya rumah bagaimana? Mekanismenya harus jelas, jangan sampai hanya untuk menggalang dana masyarakat,” ujarnya, Selasa (28/5).

Yoeyoen juga mempertanyakan spesifikasi perumahan yang bakal didapat pekerja. “Apakah nanti perumahannya akan disediakan oleh negara? Atau jangan-jangan di kemudian waktu harus ada minimal tabungan tertentu untuk bisa membangun rumah. Lalu apa bedanya dengan perusahaan perumahan yang tanpa modal seperti sekarang,” tuturnya.

“Belum selesai polemik aturan BPJS tanpa kelas yang bikin bingung, ada lagi kebijakan baru yang berpotensi tidak menguntungkan kaum pekerja,” tambahnya.

Sementara Ketua Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (Hipmikindo) Kalsel Sutjipto juga meminta transparansi dari pemerintah agar tidal ada konflik nantinya. “Menghindari salah paham, sebaiknya ada forum diskusi yang mengundang pelaku usaha,” saran Sutjipto.

Sofyan, karyawan swasta di Banjarmasin, mengaku memang belum punya rumah. Namun soal pemotongan penghasilan, ia tidak sependapat. “Biarkan saja kami yang menentukan bagaimana cara membeli rumah. Tak perlu ada potongan iuran untuk beli rumah,” tandasnya.

Ruminah, warga Banjarbaru yang bekerja sebagai karyawan kontrak, mempertanyakan bagaimana dengan statusnya yang bukan tenaga kerja tetap. “Kalau beli rumah melalui Tapera dengan masa waktu 30 tahun, sementara saya kontrak kerja per tahun, belum tentu bisa hingga selama itu bayar iuran,” ungkapnya. (Tribun Network/msr/dea/bel/igm/mat/wly)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved