Putusan Mahkamah Konstitusi

Begini Pertimbangan MK yang Tolak Gugatan PHPU PDIP dan Demokrat di Kalsel

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak dua gugatan sengketa PHPU di Kalimantan Selatan yakni dari pemohon PDIP dan Partai Demokrat

Penulis: Muhammad Syaiful Riki | Editor: Hari Widodo
Humas MK/Teguh
Sidang pengucapan Putusan/Ketetapan PHPU DPR dan DPRD Tahun 2024 dilaksanakan oleh sembilan hakim konstitusi pada Senin (10/6/2024) di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak dua gugatan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Kalimantan Selatan, Senin (10/6/2024).

Kedua perkara tersebut yakni bernomor 191-01-03-22/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 atas nama pemohon PDI Perjuangan, dan 196-01-14-22/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 dari Partai Demokrat.

Dalam gugatannya, PDIP mendalilkan terjadi selisih suara saat rekapitulasi penghitungan di tingkat kabupaten/kota. PDIP juga menuding adanya penambahan suara PAN di Kalsel II.

Namun, pada putusannya, MK menilai saksi Pemohon tidak menyampaikan keberatan terkait selisih suara sejak awal.

Baca juga: MK Tolak Gugatan PHPU Demokrat di Dapil Kalsel I, Denny Indrayana: Memalukan

Baca juga: Komentar PDIP Usai MK Tolak Gugatan PHPU di Dapil Kalsel II  

Baca juga: Ini Komposisi Anggota DPR RI 2024-2029 dari Kalsel Pascaputusan MK atas Gugatan PDIP dan Demokrat

MK menemukan fakta jika saksi PDIP tidak keberatan dengan perolehan suara saat rekapitulasi di tingkat kabupaten. Hal itu terjadi di Kotabaru dan Tanah Bumbu.

“Ihwal tiadanya keberatan dari para saksi partai politik saat rekapitulasi di tingkat Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu dikuatkan oleh saksi Pihak Terkait, yaitu Wahyudi yang merupakan saksi mandat Partai Golkar di tingkat Kecamatan Pulau Laut Sigam dan Kabupaten Kotabaru, serta Azhar yang merupakan saksi mandat Partai NasDem di tingkat Kabupaten Tanah Bumbu,” mata Hakim MK, Guntur Hamzah.

Dalam putusan MK, Guntur mengatakan saksi mandat PDIP mengajukan keberatan atas peningkatan suara PAN dan menolak hasil rekapitulasi saat di tingkat Kota Banjarmasin.

Namun, menurut keterangan saksi KPU, keberatan saksi PDIP saat rekapitulasi di tingkat Kota Banjarmasin, tidak dipermasalahkan lagi dalam proses rekapitulasi tingkat provinsi.

Kata Guntur, dalam hal terdapat keberatan terhadap selisih rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dapat diterima, maka PPK (panitia pemilihan kecamatan) dan KPU kabupaten/kota seketika melakukan pembetulan.

“Apabila keberatan tidak dapat diselesaikan, maka dicatat sebagai kejadian khusus untuk ditindaklanjuti dalam pelaksanaan rekapitulasi di tingkat provinsi,” sambungnya.

Sementara terkait perkara Partai Demokrat, MK menemukan fakta jika dalil-dalil Pemohon tidak sesuai dengan keterangan saksi. Hal itu berdasarkan hasil persidangan.

Itu misalnya terkait keterangan saksi bernama Sulaiman yang merupakan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Desa Tanipah, Kecamatan Aluh-aluh, Kabupaten Banjar mengakui melakukan penggelembungan suara untuk PAN.

Di hadapan Majelis Hakim MK, sebelumnya Sulaiman mengaku diperintah seorang anggota Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK) setempat untuk menambah perolehan suara PAN. Total penambahan itu sebanyak 634 yang berasal dari suara tidak sah.

Sulaiman yang dihadirkan Demokrat juga mengaku diberi bayaran Rp100 ribu untuk setiap satu suara yang pindah ke PAN.

“Setelah mencermati lebih lanjut dalil-dalil Pemohon, bahwa Pemohon mendalilkan jumlah penambahan sebesar 626 suara untuk pihak terkait di Kecamatan Aluh-Aluh dalam permohonan a quo sehingga keterangan saksi Pemohon dan dalil Pemohon a quo tidak bersesuaian,” kata hakim MK Daniel Y Foekh.

Kemudian terkait dalil penggelembungan suara PAN di Kecamatan Rantau Badauh, Kabupaten Barito Kuala, Daniel menyebut, tidak ada upaya keberatan yang diajukan oleh Demokrat baik saat rekapitulasi.

Daniel juga mengatakan, Demokrat tidak menghadirkan saksi untuk membuktikan dalil permohonannya.

“Andaipun selisih perolehan suara Pihak Terkait berdasarkan Putusan Koreksi Bawaslu RI a quo sebanyak 93 suara dijumlahkan dengan pemindahan suara yang terjadi di Kecamatan Aluh-Aluh berdasarkan keterangan saksi Pemohon sebanyak 634 suara, telah ternyata jumlah tersebut tidak memengaruhi perolehan suara Pemohon dan Pihak Terkait dalam penentuan kursi anggota DPR RI di Dapil Kalimantan Selatan I yang dalam hal ini Pemohon meraih 89.979 suara dan Pihak Terkait meraih 94.602 suara pada rekapitulasi tingkat nasional,” tuturnya.

Diketahui, dalam gugatannya, Demokrat mendalilkan adanya pengurangan suara dan penggelembungan suara 6.066 ke PAN di Dapil Kalsel I.

Baca juga: Setelah PDIP, MK juga Tolak Gugatan Sengketa PHPU Demokrat di Dapil Kalsel I

Sebaliknya, terdapat pengurangan satu suara untuk Pemohon (Partai Demokrat). Selisih suara antara versi Termohon dan Pemohon dikarenakan adanya penambahan suara yang terjadi di tujuh kecamatan pada Kabupaten Banjar dan satu kecamatan pada Kabupaten Barito Kuala yang menguntungkan PAN dan merugikan Demokrat, serta memengaruhi hasil Pemilu terhadap pengisian kursi DPR di Dapil Kalsel 1.

Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta pembatalan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 sepanjang Daerah Pemilihan Kalsel I.

Pemohon juga meminta agar Mahkamah menetapkan perolehan suara Dapil Kalsel I bagi Demokrat sebesar 89.980 suara, sementara PAN sebesar 88.536 suara. (Banjarmasinpost.co.id/Muhammad Syaiful Riki)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved