Opini

Kurikulum Apa Lagi

Setiap ada pergantian menteri, dipastikan akan terjadi kebijakan baru yang akan dilaksanakan dalam satu periode mendatang. 

Editor: Edi Nugroho
Foto Ist
Moh. Yamin, Pemerhati pendidikan, penulis buku-buku Pendidikan 

Oleh : Moh. Yamin
Penulis buku-buku pendidikan, pemerhati pendidikan

GANTI menteri, ganti kebijakan adalah ungkapan satire yang tepat untuk disampaikan di republik tercinta ini. 

Setiap ada pergantian menteri, dipastikan akan terjadi kebijakan baru yang akan dilaksanakan dalam satu periode mendatang. 

Ini kemudian terjadi kepada pendidikan dasar dan menengah saat ini yang konon akan terbit kurikulum deeplearning, menggantikan kurikulum merdeka.

Muncul pertanyaan, mengapa harus ganti kebijakan dan apakah di republik tercinta ini akan selalu demikian dari masa ke masa, dari rezim ke rezim? Apakah kebijakan pendidikan di era menteri sebelumnya gagal dan sangat tidak layak menjawab tantangan dan perubahan di masa depan? 

Baca juga: Menanti Kemunculan Paman Birin

Baca juga: Harumkan Daerah Lewat Tari

Apakah kebijakan yang dilaksanakan sebelumnya dipandang gagal memberikan makna perubahan dan peradaban bagi pembangunan sumber daya manusia unggul. 

Apakah ini wajah pendidikan di republik kita yang selalu mengalami bongkar pasang kurikulum mengutip pendapat Romo Benny Susetyo sehingga siapapun yang mungkin menjadi menteri pada rezim pemerintahan di 2029 mendatang kemudian juga mengalami hal sama.

Kita semua hanya bisa bertanya-tanya, menduga-duga, dan mungkin perlu bertanya kepada rumput bergoyang, mengutip lagu Ebiet G. Ade.  

Namun terlepas apapun jawabannya, selama dunia pendidikan kita diarahkan kepada bongkar pasang kurikulum, maka tidak akan pernah ada kejelasan tujuan yang dicapai.

Pendidikan kita akan secara terus menerus dilakukan uji coba tanpa ada hasil yang maksimal. Akan selalu terjadi upaya melakukan bedah kurikulum dari masa ke masa, namun kita tidak pernah mengetahui hasil dari bedah kurikulum. 

Alibi yang selalu dibangun dan dicarikan pembenaran adalah demi melahirkan sumber daya manusia unggul untuk generasi emas 2045. Jika kemudian muncul pertanyaan, apakah kurikulum sebelumnya tidak diniatkan untuk sumber daya manusia unggul demi generasi emas. 

Semua pandangan dan alasan pun akan  bermunculan demi mencari pembenaran.

Ketika pola pikir sedemikian secara terus menerus dimunculkan, kita pun akan selalu berdebat pada sisi format dan struktur, bukan lagi pada suprastruktur. 

Yang menjadi korban selanjutnya adalah substansi dari pendidikan itu sendiri sebagai ladang untuk memanusiakan manusia, melahirkan manusia yang beradab, berkarakter, dan lain seterusnya.

Kita selama ini selalu sibuk dengan hal-hal administratif. Barangkali ada yang berpandangan bahwa hal administratif adalah lebih penting menuju hal substantif. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved