Tajuk
Memperbaiki Kinerja Polri
Budiman Arisandi, seorang sopir ekspedisi yang ditembak dan kemudian mobilnya dirampas oleh oknum Polresta Palangkaraya, Brigadir Anton Kurniawan
BANJARMASINPOST.CO.ID - DI pengujung tahun 2024, sejumlah kasus heboh memantik perhatian publik. Selain melibatkan beberapa pesohor, sejumlah kasus juga ikut membawa aparat penegak hukum, yaitu polisi sebagai pelaku.
Setelah sekian lama citranya kembali membaik pascakasus Sambo, polisi kembali harus menelan pil pahit. Tak hanya ‘dirujak’ nitizen, sejumlah kapolres dan kapolda bahkan dipanggil langsung ke Komisi III DPR RI. Komisi di dewan yang membidangi hukum.
Ironisnya lagi, salah satu kasus yang saat ini heboh juga menelan korban seorang warga Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Adalah Budiman Arisandi, seorang sopir ekspedisi yang ditembak dan kemudian mobilnya dirampas oleh oknum Polresta Palangkaraya, Brigadir Anton Kurniawan.
Budiman tewas dengan dua luka tembak di kepala akibat pistol dari pelaku yang saat itu dalam kondisi mabuk akibat sabu.
Ini menambah panjang daftar aksi pelanggaran hukum penegak hukum, setelah sebelumnya seorang polisi menembak pelajar SMK hingga tewas di Semarang, lalu polisi tembak polisi di Solok, dengan korban seorang perwira yang menjabat Kasatreskrim.
Ada juga kasus penganiayaan seorang karyawan toko makanan yang mandek dua bulan, sampai akhirnya baru diproses setelah viral di media sosial.
Saat pilkada juga muncul isu mengenai parcok (partai cokelat) yang diasosiasikan sebagai keikutsertaan korps baju cokelat ini dalam politik.
Langsung saja korps Bhayangkara dirisak nitizen. Tagar “no viral no justice” serta “parcok” pun mengemuka. Belum lagi aksi kekerasan lain yang mereka lakukan.
Sejumlah upaya pencitraan pun seolah luntur. Padahal baru beberapa waktu lalu Polri juga menggelar Hoegeng Awards 2024.
Mereka memperkenalkan sejumlah anggota polisi yang inspiratif dan teladan ke masyarakat. Namun tokoh inspiratif mereka kalah viral dan kalah bergema dibandingkan ulah oknum-oknum yang tak sedikit jumlahnya.
Beberapa waktu lalu Polri juga memperkenalkan Program Jumat Curhat dimana pimpinan kewilayahan polisi bertemu langsung dengan warga untuk menyerap aspirasi dan keluhan langsung masyarakat.
Tapi bila melihat sejumlah kasus yang terjadi secara nasional, program yang juga dilakukan di Kalsel tersebut sepertinya kurang efektif. Padahal kuncinya sebenarnya satu saja, polisi mau mendengarkan kritik dan masukan masyarakat dimanapun dan kapanpun.
Kapolri sudah mengeluarkan slogan Presisi, yang merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan. Tapi apakah itu hanya slogan yang tak benar-benar dilaksanakan jajaran di bawahnya? Ditunggu aksi selanjutnya dari Kapolri di pemerintahan baru ini. Tak perlu slogan yang tinggi-tinggi, yang penting pelaksanaannya di masyarakat.(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.