Ekonomi dan Bisnis

Bahan Bakar B40 Diterapkan Mulai 1 Januari, Gapki Kalsel Ingin Peremajaan Sawit

Gapki Kalimantan Selatan (Kalsel) mendukung pemanfaatan sawit untuk bahan bakar dengan konsentrasi 40 persen (B40)

Editor: Hari Widodo
Foto dok Banjarmasin Post
Per 1 Januari 2025, pemerintah akan menerapkan pemanfaatan sawit untuk bahan bakar dengan konsentrasi 40 persen (B40). 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalimantan Selatan (Kalsel) mendukung pemanfaatan sawit untuk bahan bakar dengan konsentrasi 40 persen (B40). 

Disampaikan Ketua Gapki Kalsel Eddy S Binti, bahwa total perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalsel 86 perusahaan. Dari jumlah tersebut 54 di antaranya menjadi anggota Gapki Kalsel.

“Pastilah sawit Kalsel juga akan digunakan untuk mendukung biodiesel, khususnya untuk PT JAR dan PT Smart yang sudah mempunyai pabrik biodiesel,” jelas Eddy.

Ini sebagai respons atas pernyataan Wakil Menteri (Wamen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot yang memastikan implementasi program bahan bakar minyak (BBM) solar dengan campuran minyak sawit B40 mulai berlaku Rabu (1/1) besok.

Menurut Wamen, kebutuhan biodiesel untuk mendukung mandatory B40 diperkirakan mencapai 15,6 juta kiloliter per tahun.

Angka tersebut mencakup distribusi ke seluruh Indonesia, sehingga kesiapan dari sisi bahan baku dan rantai pasok menjadi prioritas utama.

“Kami dengan tim turun mengecek kesiapan implementasi B40 yang akan dimulai pada 1 Januari 2025. Kami sudah melihat sendiri kesiapan dari sisi industri fatty acid methyl ester (FAME) sebagai bahan bakar nabati,” ujar Yuliot dalam keterangan resminya, kemarin.

Ditambahkan Eddy S Binti, kesiapan pelaku usaha khususnya anggota Gapki Kalsel sudah ditunjukan PT Jhonlin Agro Raya (PT JAR), yang pada 18 Agustus 2024 sudah melaksanakan launching implementasi biodiesel B50 di pabrik mereka.

Launching dihadiri Menteri Pertanian, ketua umum Gapki Pusat Eddy Martono dan pengurus Gapki pusat. 

“Pada 2023, Produksi Tandan Buah Segar (TBS) 5,3 juta ton atau setara dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) 1,2 juta ton. CPO sebagai bahan baku untuk biodiesel,” jelasnya.

Ditambahkan, dengan adanya kebijakan tersebut, devisa negara bisa dihemat. Dari data Gapki Pusat dan Kementerian ESDM, pada 2021 program B30 USD 4,54 miliar, 2022 USD 5,56 miliar, dan 2023 program B35 USD 7,9 miliar. 

“Harapan Gapki terkait kebijakan ini adalah dengan jalan meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa sawit, melalui peremajaan sawit rakyat, intensifikasi, dan perbaikan sarana prasarana,” terangnya.

Jika tidak maka produksi CPO akan tersedot untuk biodiesel, sedangkan untuk ekspor juga diperlukan sumber devisa, serta untuk kebutuhan pangan dan oleokimia. 

“Tentunya kami juga sangat mengharapkan regulasi dari pemerintah agar industri perkebunan kelapa sawit di Kalsel dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,” tandasnya.

Terpisah Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (Distanhorbun) Tanahlaut (Tala) M Faried Widyatmoko mengatakan penggunaan sawit untuk BBM memang cukup bagus.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved