Ekonomi dan Bisnis

Bahan Bakar B40 Diterapkan Mulai 1 Januari, Gapki Kalsel Ingin Peremajaan Sawit

Gapki Kalimantan Selatan (Kalsel) mendukung pemanfaatan sawit untuk bahan bakar dengan konsentrasi 40 persen (B40)

Editor: Hari Widodo
Foto dok Banjarmasin Post
Per 1 Januari 2025, pemerintah akan menerapkan pemanfaatan sawit untuk bahan bakar dengan konsentrasi 40 persen (B40). 

Pertama, peningkatan penggunaan minyak sawit untuk B40 berpotensi memicu kenaikan harga minyak goreng dan produk turunan sawit lainnya, termasuk dampaknya terhadap harga bahan pangan. Hal ini tentu akan membebani masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah. 

Tantangan berikutnya adalah masalah infrastruktur dan distribusi. Tidak semua daerah di Indonesia memiliki fasilitas yang memadai untuk mendistribusikan B40.

 Kesenjangan infrastruktur ini bisa menghambat pemerataan implementasi kebijakan dan berpotensi menciptakan disparitas harga antar wilayah.

Dari sisi lingkungan, kita perlu sangat waspada. Meningkatnya kebutuhan minyak sawit untuk B40 bisa mendorong perluasan perkebunan sawit yang tidak terkendali.

 Tanpa pengawasan ketat, hal ini bisa memicu deforestasi dan mengancam keanekaragaman hayati Indonesia.

Dampak lingkungan seperti ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga dapat mencoreng reputasi Indonesia di mata internasional.

Mengingat kompleksitas tantangan tersebut, sangat penting bagi pemerintah dan industri terkait untuk melakukan studi kelayakan yang komprehensif sebelum implementasi B40.

Studi ini harus mencakup analisis mendalam dari berbagai aspek, mulai dari aspek finansial yang mengkaji kelayakan bisnis dan dampaknya terhadap industri, aspek sosial-ekonomi yang mengevaluasi dampak terhadap lapangan kerja, harga komoditas dan daya beli masyarakat, hingga aspek lingkungan yang memastikan keberlanjutan produksi sawit dan perlindungan ekosistem.

Singkatnya, meski B40 menawarkan potensi besar untuk ketahanan energi nasional, implementasinya harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan terencana.

 Evaluasi berkala dan pengawasan ketat mutlak diperlukan untuk memastikan kebijakan ini benar-benar membawa manfaat optimal bagi bangsa, tanpa menimbulkan kerugian sosial, ekonomi, maupun lingkungan. (msr)

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved