Berita Banjarmasin

Murid SD di Banjarmasin Diduga Jadi Korban Bullying di Sekolah, Polresta Upayakan Jalan Diversi

Seorang siswa kelas 5 SD Islam Terpadu (IT) Ukhuwah Banjarmasin diduga jadi korban perundungan oleh beberapa teman sekolahnya, pada Jumat (21/2).

Banjarmasinpost.co.id/muhammad rahmadi
TUNJUKAN SURAT LAPORAN - Reza Febiard, ayah korban dugaan kasus bullying pada satu sekolah SD Swata di Banjarmasin, saat menunjukkan surat bukti melapor ke Polresta Banjarmasin 

Sementara itu, pendampingan kepada korban juga dilakukan oleh UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Banjarmasin.

"Korban sudah kami jadwalkan untuk mendapatkan pendampingan psikologis, untuk menangani trauma yang dialaminya," ucap Kepala UPTD PPA Banjarmasin, Susan. 


Bisa Merusak Mental Anak


Maria Frani Ayu Andari Dias, seorang pemerhati kesehatan mental dan dosen keperawatan jiwa di STIKES Suaka Insan, menegaskan, bullying bukan sekadar tindakan iseng, tetapi bentuk agresi yang dilakukan secara berulang dengan tujuan menyakiti atau mengintimidasi.

“Bullying bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari fisik, verbal, sosial, hingga cyberbullying. Setiap bentuknya berdampak buruk bagi korban, bahkan bisa memengaruhi kesejahteraan mental dan fisik dalam jangka panjang,” ujar Maria, Jumat (28/2/2025).

Maria menjelaskan, korban bullying sering mengalami stres berkepanjangan yang berdampak pada kesehatan fisik maupun mental mereka.

“Banyak dari mereka yang mengalami depresi, kecemasan, penurunan rasa percaya diri, bahkan gangguan kesehatan fisik seperti sakit kepala dan sulit tidur. Dalam kasus yang lebih parah, korban bisa memiliki pikiran untuk bunuh diri,” ungkapnya.

Dalam kasus perundungan di Banjarmasin, keluarga korban melaporkan bahwa anak mereka mengalami trauma hingga enggan bersekolah. Hal ini menunjukkan bahwa bullying bukan hanya sekadar konflik anak-anak, tetapi juga bisa menghancurkan kondisi mental korban.

Menurut Maria, peran sekolah dan lingkungan sekitar sangat krusial dalam mencegah bullying. Ia menekankan perlunya kebijakan anti-bullying yang tegas dan sistem dukungan bagi korban.

“Kebijakan ini harus mencakup pelatihan bagi guru dan siswa untuk mengenali serta menangani bullying secara efektif. Sekolah juga harus memiliki mekanisme yang jelas untuk menangani laporan perundungan,” jelasnya.

Selain itu, Maria menekankan pentingnya peran orangtua dalam mengawasi dan membimbing anak-anak mereka.

“Orangtua harus peka terhadap perubahan perilaku anak. Jika anak terlihat cemas, pendiam, atau menghindari sekolah, jangan diabaikan. Bisa jadi, mereka sedang menghadapi tekanan akibat bullying,” tambahnya.

Mencegah bullying bukan hanya tugas sekolah dan keluarga, tetapi juga tanggung jawab bersama masyarakat. Maria mengajak semua pihak untuk aktif menyebarkan kesadaran melalui berbagai platform, termasuk media sosial.

“Menggunakan tagar #StopBullying, berbagi informasi, dan memberikan dukungan kepada korban adalah langkah kecil yang bisa berdampak besar. Setiap suara kita dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman,” katanya. (mel/sul)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved