Sidang MK PSU Banjarbaru

Live! Putusan Sidang MK Gugatan Hasil PSU Banjarbaru Dibacakan Hari ini, Lanjut atau Dismissal?

Berikut link Live streaming sidang MK Gugatan Hasil PSU Pilkada Banjarbaru yang bisa ditonton melalui YouTube Mahkamah Konstitusi.

|
Editor: Rahmadhani
Humas MK/Bayu
SIDANG MK - Muhamad Pazri (kiri) selaku kuasa hukum dan Syarifah Hayanan (kanan) selaku Prinsipal Pemohon saat memberikan keterangan pada sidang pemeriksaan pendahuluan gugatan Hasil Pemilihan Umum Walikota Kota Banjarbaru Tahun 2024, Kamis (15/5/2025) lalu di Ruang Sidang Panel 3 MK. Berikut link Live streaming sidang MK pembacaan putusan Gugatan Hasil PSU Pilkada Banjarbaru yang bisa ditonton melalui YouTube Mahkamah Konstitusi hari ini, Senin (26/5/2025). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU – Putusan atas gugatan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru di Mahkamah Konstitusi (MK) akan dibacakan hari ini Senin (26/5/2025).

Dilansir dari laman resmi MK, agenda sidang MK hari ini adalah pembacaan putusan atau ketetapan terhadap dua gugatan atas hasil PSU Pilkada Banjarbaru.

Sidang hari ini merupakan yang ketiga untuk memutus apakah gugatan hasil PSU Pilkada Banjarbaru ke MK ini dilanjutkan ke tahap pembuktian, atau dihentikan alias (dismissal)

Sidang putusan MK yang digelar di Ruang Sidang Panel 3 Gedung MK terkait gugatan hasil PSU Pilkada Banjarbaru itu dijadwalkan digelar mulai pukul 13.30 WIB.

Live streaming sidang MK Gugatan Hasil PSU Pilkada Banjarbaru bisa ditonton melalui YouTube Mahkamah Konstitusi di SINI.

Sebagai informasi, dua permohonan Perselisihan Hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru Tahun 2024 resmi diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Perkara tersebut teregistrasi dengan Nomor 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dan 319/PHPU.WAKO-XXIII/2025.

Perkara Nomor 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025 diajukan oleh Syarifah Hayan yang mewakili pemantau pemilu dari Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI). Sedangkan 319/PHPU.WAKO-XXIII/2025 diajukan oleh Udiansyah, warga dan pemilih di TPS 007 Kelurahan Sungai Besar, Kecamatan Banjarbaru Selatan. Keduanya mempersoalkan pelaksanaan PSU yang tidak menyediakan opsi "kolom kosong" dalam surat suara, padahal Pilwalkot Banjarbaru hanya diikuti satu pasangan calon

Baca juga: BREAKING NEWS! Dua Gugatan Hasil PSU Pilkada Banjarbaru Ditolak MK

Dalam sidang terakhir Selasa (20/5/2025), status Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) sebagai pemantau Pilkada Banjarbaru menjadi sorotan utama.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Selatan selaku Termohon mengakui telah mencabut status dan hak LPRI sebagai pemantau dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru 2024.

Pencabutan itu dilakukan berdasarkan rekomendasi Bawaslu Kota Banjarbaru tertanggal 30 April 2025 yang menyatakan bahwa perwakilan LPRI, Syarifah Hayana, terbukti tidak netral dalam menjalankan tugas pemantauan.

“Pencabutan status dilakukan setelah Termohon memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 129 UU Pemilihan dan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022,” ujar kuasa hukum KPU Kalsel, Raden Liani Afrianty, dalam sidang kedua perkara Nomor 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025.

Liani menegaskan, pencabutan status LPRI sebagai pemantau membuat lembaga tersebut tidak lagi memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan ke MK.

“Oleh karena itu, Mahkamah memiliki cukup alasan hukum untuk menyatakan bahwa Pemohon tidak memiliki legal standing,” tegasnya di hadapan panel hakim yang dipimpin Arief Hidayat, didampingi Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih.

Lebih lanjut, KPU Kalsel juga menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara, tidak ada keberatan yang diajukan oleh pihak mana pun, termasuk dari LPRI.

Termohon juga menegaskan tidak pernah menerima rekomendasi dari Bawaslu Kota Banjarbaru yang menyatakan adanya pelanggaran terkait distribusi formulir MODEL C. PEMBERITAHUAN-KWK.

Dalam sidang yang sama, kuasa hukum pasangan calon tunggal Erna Lisa Halaby dan Wartono, Azhar Ridhanie, menolak seluruh dalil Pemohon.

Ia menyebut tuduhan praktik politik uang hingga permintaan diskualifikasi kliennya tidak berdasar.

“Dalil-dalil Pemohon lebih merupakan asumsi teoretis yang bersifat hipotetis dan tidak didasarkan pada fakta empiris yang dapat diuji,” ucap Azhar.

Ia juga membantah anggapan bahwa kliennya berada dalam lingkaran otokrasi atau oligarki.

Menurutnya, seluruh tahapan PSU telah dijalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah.

Perwakilan Bawaslu Kota Banjarbaru, Nor Ikhsan, dalam keterangannya menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan upaya pencegahan pelanggaran selama PSU dengan mengimbau netralitas seluruh elemen pemerintah daerah, termasuk TNI dan Polri.

Terkait laporan pelanggaran, Ikhsan menyebut Bawaslu telah menerima dua laporan yang kemudian diregister dan diproses.

“Kami telah memanggil pelapor, dua terlapor, dan satu saksi untuk klarifikasi, serta meninjau langsung lokasi kejadian,” ungkapnya. Namun, menjelang batas akhir waktu penanganan, kedua laporan tersebut dicabut oleh pelapor.

Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan, Pemohon Syarifah Hayana menyampaikan bahwa dirinya mengalami intimidasi usai mengajukan gugatan ke MK.

Ia juga menyebut izin LPRI sebagai pemantau telah dicabut, dan dirinya kini berstatus tersangka.

Menurut Syarifah, ada tekanan dari berbagai pihak agar ia mencabut gugatan. Namun, ia menegaskan tetap akan melanjutkan perjuangannya melalui jalur hukum.

Ia juga mengklaim terjadi pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) selama PSU, seperti praktik politik uang, intimidasi terhadap pemilih dan pemantau, serta ketidaknetralan aparat negara.

Hakim MK Arief Hidayat mengatakan, hasil persidangan akan dibahas dalam Rapat Permusyaratan Hakim (RPH).

Ia mengatakan ada dua kemungkinan. “Perkara dilanjutkan dalam sidang pembuktian atau perkara ini dianggap sudah selesai dan diputus,” ujarnya.

Denny Indrayana Walk Out

 

WALK OUT-Denny Indrayana cs memutuskan walk out dari sidang lanjutan sengketa PSU Pilkada Banjarbaru di MK, Selasa (20/5/2025).
WALK OUT-Denny Indrayana cs memutuskan walk out dari sidang lanjutan sengketa PSU Pilkada Banjarbaru di MK, Selasa (20/5/2025). (Layat YouTube MK)

Kuasa hukum pemohon sengketa Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru 2024, Denny Indrayana, melakukan walk out dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (20/5/2025), sebagai bentuk protes atas dugaan kriminalisasi terhadap salah satu pemohon, Syarifah Hayana.

Dalam keterangannya di depan gedung MK, Denny mengungkap bahwa kliennya Syarifah Hayana, Ketua DPD Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan, mengalami intimidasi dan tekanan sejak mengajukan gugatan. Ia bahkan ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.

“Kenapa saya walk out? Karena Syarifah terus diintimidasi. Dipanggil KPU, Bawaslu, Polres Banjarbaru. Tujuannya jelas: untuk memaksa mencabut permohonan ke MK,” ujar Denny.

Denny menambahkan, pada Senin (19/5/2025), Syarifah diperiksa oleh sembilan penyidik Polres Banjarbaru di Jakarta dari pukul 17.00 hingga 21.30 WIB. Ia menilai proses hukum ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pemohon.

“Sebelum MK memutus perkara pada Februari lalu, pemohon sebelumnya juga dipanggil Bareskrim. Tidak hanya pemohon, tapi juga ketua yayasan, istrinya, bahkan sekretaris yayasan. Polanya sama,” jelas mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini.

Menurut Denny, Syarifah ditetapkan sebagai tersangka hanya tiga hari sebelum sidang pendahuluan pada 15 Mei 2025, dan sertifikat akreditasi LPRI sebagai lembaga pemantau Pilkada Banjarbaru dicabut KPU Provinsi Kalsel pada 9 Mei. Hal ini membuat legal standing pemohon melemah.

“Yang bisa menggugat calon tunggal versus kolom kosong hanya pemantau. Maka saat akreditasinya dicabut dan dia ditersangkakan, posisi hukumnya jadi lemah,” ungkapnya.

Lebih jauh, Denny mengkritik surat resmi yang ditandatangani oleh Gubernur Kalsel dan sejumlah pejabat daerah, termasuk Kapolda, Pangdam, Kajati, Ketua DPRD, dan Kepala Badan Kesbangpol.

Surat itu meminta agar permohonan ke MK dicabut. Bahkan, sebuah video resmi berisi permintaan yang sama turut dibuat oleh Gubernur.

“Tindakan ini mencederai proses hukum dan memperkuat tekanan kepada pemohon. Kami sudah meminta perlindungan hukum dan putusan sela ke MK agar proses pidana ditangguhkan selama persidangan berlangsung,” tegas Denny.

Ia juga menyoroti penggunaan Pasal 128 huruf k UU Pilkada sebagai dasar penetapan tersangka, yang menurutnya merupakan pasal karet karena tidak memiliki penjelasan yang jelas mengenai “kegiatan lainnya” yang dilarang bagi pemantau pemilu.

“Saya walk out sebagai bentuk penolakan terhadap kriminalisasi pemohon. Ini bukan hanya soal rasa keadilan, tapi juga penghormatan terhadap MK,” pungkas Denny.

(Banjarmasinpost.co.id) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved